Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Seekor Ular Betina (Karya Aslan Abidin)

Puisi “Seekor Ular Betina” karya Aslan Abidin bercerita tentang seseorang yang berjalan di jalan gelap dan berliku. Di situ ia tiba-tiba dicegat ...
Seekor Ular Betina

- aku bukan adam dan
tak bersama hawa, tiada pohon
khuldi serta tidak berada
di surga.

namun di jalan suram berliku
itu, aku dicegat seekor ular. aku
gemetar terpaku, tidak mampu
teriak tak sanggup angkat kaki.
sorot mata kuning jalang,
meliuk sagang menghadang,
menjulur lidah sirah bercabang,
mendesis siaga pagutkan bisa.
di jalan kelam berkelok itu,
aku disergap seekor ular. menderu
membelit erat. kulitnya suam lekat
di tubuh. aku rubuh menggeliat,
terlilit hendak meledak.
di nafas sesak dan pandang
mengabur, selintas terbayang
lambai anak-istri, lamat terngiang
tegah ayah-ibu.
tetapi di jalan muram berliku
itu, ia mendengus menelanku
perlahan. mulai dari bagian

tengah badanku. terasa licin
kenyal kulum mulutnya.
aku tersengal mendesis,
samar terhidu aroma manis
lipstiknya.

Makassar, 2017

Analisis Puisi:

Puisi “Seekor Ular Betina” karya Aslan Abidin menghadirkan suasana mencekam dan penuh benturan psikologis. Dengan gaya naratif yang gelap dan simbolik, puisi ini memainkan mitologi, ketakutan, dan metafora tubuh untuk menggambarkan perjumpaan dengan “ular betina” yang sekaligus mematikan dan menggoda. Meskipun menggunakan citra ular yang lazim dalam tradisi keagamaan, penyair justru membalikkan mitos Adam-Hawa dan menciptakan pengalaman personal yang intens, erotis, dan mengancam jiwa.

Tema

Tema utama puisi ini berkisar pada:
  • pertemuan manusia dengan godaan dan bahaya,
  • ketakutan eksistensial,
  • kekuatan destruktif sekaligus menggoda dari sosok “ular betina”,
  • pertempuran antara naluri hidup dan daya tarik kematian.
Tema pendukungnya juga menyentuh persoalan moral, memori keluarga, dan pertarungan antara kesadaran serta insting.

Puisi ini bercerita tentang seorang aku-lirik yang berjalan di jalan gelap dan berliku. Di situ ia tiba-tiba dicegat seekor ular betina. Ular itu tidak hanya menghalangi, tetapi juga:
  • menatap dengan mata kuning yang liar,
  • mendesis,
  • melilit tubuhnya,
  • dan akhirnya menelan dirinya perlahan.
Pada saat terjebak dalam belitan maut, aku-lirik sempat memikirkan anak, istri, serta ayah-ibunya. Namun ketika tubuhnya mulai ditelan dari bagian tengah, justru muncul aroma lipstik manis—sebuah detail mengejutkan yang membuat sosok ular ini terasa bukan sekadar makhluk buas, tetapi sesuatu yang menyimpan daya pikat, sensualitas, dan simbol femininitas yang berbahaya.

Makna Tersirat

Puisi ini menyimpan beberapa makna tersirat yang berlapis:
  • Ular betina sebagai simbol godaan. Representasi dari sesuatu yang indah, menggoda, namun merusak. Bisa berupa perempuan, kenikmatan, atau dosa.
  • Pertarungan manusia terhadap keinginan gelap dalam dirinya. Belitan dan gigitan ular adalah metafora untuk dorongan yang menghancurkan diri sendiri.
  • Kematian digambarkan sebagai sesuatu yang mendekap dan menelan perlahan. Ada nuansa kematian yang intim dan tak bisa ditolak.
  • Rasa bersalah dan ingatan keluarga muncul ketika manusia di ambang kehancuran. Aku-lirik teringat keluarganya hanya ketika nyawanya hampir lepas.
  • Aroma lipstik sebagai simbol bahwa bahaya sering tampil dalam bentuk yang memikat. Sekilas terasa erotis, tetapi justru itulah ancaman yang sesungguhnya.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini sangat kuat dan terjaga sejak awal hingga akhir:
  • Gelap dan mencekam: jalan suram, kelam, berliku.
  • Takut dan tegang: tubuh menggeliat, nafas sesak, pandang mengabur.
  • Erotik yang samar: munculnya aroma lipstik di momen kematian.
  • Fatalistik: ada rasa bahwa nasib tidak bisa dihindari.
Suasana campuran antara horor dan sensualitas ini membuat puisi terasa unik dan menggugah.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Beberapa pesan yang bisa ditarik:
  1. Tidak semua yang menggoda itu aman; sering kali ia justru mematikan.
  2. Bahaya bisa datang tiba-tiba, terutama ketika seseorang tidak waspada di “jalan berliku” kehidupan.
  3. Keluarga sering menjadi bayangan terakhir yang mengingatkan kita tentang arti hidup.
  4. Manusia sering terlambat menyadari resiko dari godaan yang mereka dekati.
Pesan ini tidak dinyatakan secara eksplisit, namun kuat sebagai refleksi moral dan kehidupan.

Imaji

Puisi ini kaya imaji visual, taktil, dan penciuman, antara lain:
  1. Imaji visual: mata kuning jalang, lidah bercabang, jalan berliku, tubuh dililit.
  2. Imaji taktil: kulit ular yang “suam lekat”, tubuh yang “membelit erat”, sensasi “hendak meledak”.
  3. Imaji penciuman: “aroma manis lipstiknya” yang menjadi detail mengejutkan.
  4. Imaji gerak: meliuk, mendesis, melilit, menelan perlahan.
Imaji-imaji tersebut menciptakan pengalaman sensorik yang sangat kuat bagi pembaca.

Majas

Beberapa majas yang muncul:

Metafora
  • Ular sebagai simbol godaan, bahaya, atau sosok perempuan yang berbahaya.
  • Jalan kelam sebagai perjalanan hidup yang penuh risiko.
Personifikasi
  • Ular digambarkan memiliki tindakan emosional (menghadang, menelanku perlahan) yang memberi efek dramatis.
Hiperbola
  • “Hendak meledak” sebagai gambaran intensitas ketakutan dan tekanan belitan.
Simile dan simbolisme
  • Aroma lipstik sebagai simbol bahwa bahaya tidak selalu berwajah mengerikan.
Majas-majas ini menjadikan puisi terasa hidup, tajam, dan berdaya imajinatif tinggi.

Puisi “Seekor Ular Betina” karya Aslan Abidin adalah puisi yang memadukan ketakutan, erotika samar, dan simbol-simbol mitologis untuk menggambarkan perjumpaan manusia dengan bahaya yang memikat. Melalui imaji dan majas yang kuat, puisi ini membawa pembaca pada pengalaman psikologis yang intens — antara hidup, godaan, dan kehancuran.

Yudhistira A.N.M. Massardi dan Aslan Abidin
Puisi: Seekor Ular Betina
Karya: Aslan Abidin

Biodata Aslan Abidin:
  • Aslan Abidin lahir pada tanggal 31 Mei 1972 di Kabupaten Soppeng, Provinsi Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.