Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Sepanci Biji Kana untuk Maria (Karya F. Rahardi)

Puisi “Sepanci Biji Kana untuk Maria” karya F. Rahardi bercerita tentang seorang nenek miskin di Kulonprogo yang memungut biji-biji kana dari ...
Sepanci Biji Kana untuk Maria

kemarau telah datang
dan mengeringkan polong buah kana
di sebuah ladang
di lereng pegunungan Menoreh
kabupaten Kulonprogo
Yogyakarta

di ladang itu
dengan sebuah panci aluminium
yang bocor
penyok-penyok dan menghitam
bagian bawahnya
seorang nenek
memungut biji-biji kana itu
lalu membawanya pulang

di rumah
biji-biji kana itu
dilubanginya satu per satu dengan sepucuk kawat baja
yang runcing dan tajam
lalu dirangkailah biji-biji itu
dengan rantai kecil
dengan sebuah salib plastik
jadilah sebuah tasbih
sebuah Rosario

seminggu sekali
kadang dua minggu sekali
rosario itu disetornya
ke sebuah kios dekat gereja
dan nenek itu menerima
beberapa lembar uang ribuan
untuk membeli beras
membeli sabun
dan membayar uang sekolah
salah seorang cucunya

namun setiap kali ditanya
untuk apa biji-biji kana itu
diambil dan ditaruh
di panci-panci bocor
nenek itu akan menjawab
“biji-biji ini
untuk Dewi Mariah”

lalu diapun terus
memungut biji-biji itu
membawanya pulang
melubanginya
dan merangkainya
dengan harapan-harapan
mudah-mudahan
tahun depan cucunya naik kelas
mudah-mudahan harga beras
dan sabun tidak naik
mudah-mudahan
makin banyak anak-anak
yang tahu
bahwa Maria
telah melahirkan
dan membesarkan Jesus
dengan penuh kesederhanaan.

Sumber: Pidato Akhir Tahun Seorang Germo (1997)

Analisis Puisi:

Puisi “Sepanci Biji Kana untuk Maria” karya F. Rahardi merupakan salah satu contoh puisi naratif-realistik yang kuat, yang menggambarkan potret kehidupan rakyat kecil secara intim, hangat, dan menyentuh. Melalui kisah seorang nenek di lereng Pegunungan Menoreh, penyair menghadirkan gambaran kemiskinan, kerja keras, iman, dan harapan sederhana yang justru tampak begitu agung dalam kesunyian hidup sehari-hari.

Tema

Tema utama puisi ini adalah ketabahan dan kesalehan seorang perempuan tua dalam menghadapi kemiskinan dengan kerja keras dan iman. Ada perpaduan kuat antara realitas sosial yang keras—kemarau, ladang kering, panci bocor, kebutuhan sehari-hari—dengan religiositas sederhana yang menjadi sumber kekuatan.

Tema tambahan yang dapat terbaca adalah pengorbanan, kesederhanaan, dan harapan, terutama melalui tindakan si nenek yang membuat rosario dari biji kana demi menyambung hidup sekaligus mengabdi pada pandangan spiritualnya.

Puisi ini bercerita tentang seorang nenek miskin di Kulonprogo yang memungut biji-biji kana dari ladang kering pada musim kemarau. Biji-biji itu kemudian ia bawa pulang dan ia lubangi satu per satu dengan kawat baja runcing. Setelah itu ia rangkai menjadi sebuah rosario, yang kemudian ia setor ke sebuah kios dekat gereja untuk ditukar dengan sedikit uang.

Uang tersebut digunakan untuk membeli beras, sabun, dan membayar uang sekolah salah satu cucunya. Meski begitu, ketika ditanya mengapa ia mengumpulkan biji kana, ia selalu menjawab bahwa biji itu adalah “untuk Dewi Mariah” (Maria), sebagai bentuk pengabdian dan penghormatan iman. Proses pengumpulan, melubangi, dan merangkai biji itu menjadi semacam ritual pengharapan: semoga cucunya naik kelas, semoga harga kebutuhan tidak naik, dan semoga semakin banyak anak tahu kisah Maria dan Yesus.

Makna Tersirat

Makna tersirat yang muncul dari puisi ini berkaitan dengan beberapa hal:
  1. Kemiskinan yang tetap dijalani dengan martabat. Puisi ini tidak sekadar menggambarkan kemiskinan, tetapi kemiskinan yang diterima dengan penuh ketekunan dan tanpa keluhan. Si nenek bekerja dalam diam, menggunakan apa yang ada—panci bocor, biji kana kering—namun selalu berlandaskan harapan.
  2. Iman sebagai bentuk keteguhan hidup. Tindakan membuat rosario bukan sekadar pekerjaan menghasilkan uang, tetapi juga pengabdian spiritual. Jawaban “biji-biji ini untuk Dewi Mariah” menegaskan bahwa iman menjadi penopang batin yang membuat hidup berat tetap terasa berarti.
  3. Harapan kecil sebagai bentuk doa. Harapan agar cucunya naik kelas, agar harga beras tidak naik, dan agar anak-anak memahami kisah Maria dan Yesus adalah bentuk doa sehari-hari yang membumi dan sederhana. Penyair ingin menunjukkan bahwa harapan kecil seperti itu justru mencerminkan ketulusan paling murni.
  4. Kritik sosial yang halus. Puisi ini juga menyiratkan realitas sosial yang pahit: seorang nenek harus bekerja keras demi kebutuhan paling dasar. Tanpa menyalahkan siapa pun secara langsung, penyair memperlihatkan keadaan masyarakat kecil yang bergantung pada kerja manual untuk bertahan hidup.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini dapat digambarkan sebagai:
  • sunyi dan sederhana, karena gambaran ladang kemarau dan pekerjaan seorang nenek sendirian;
  • melankolis, terutama ketika menggambarkan kehidupan yang sulit;
  • religius dan penuh harapan, saat nenek merangkai biji kana menjadi rosario sambil menyebut harapan-harapannya.
Perpaduan suasana itu menciptakan kesan kuat tentang hidup yang keras namun tetap hangat oleh iman.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Puisi ini menyampaikan pesan bahwa kesederhanaan, ketekunan, dan iman dapat menjadi kekuatan dalam menghadapi kemiskinan dan kesulitan hidup. Sikap nenek yang tekun dan tidak pernah mengeluh memperlihatkan bahwa kerja kecil yang dilakukan dengan hati, terutama demi orang lain, memiliki nilai spiritual yang lebih tinggi daripada apa yang tampak.

Pesan lain yang dapat ditangkap yaitu:
  • Pengorbanan seorang perempuan tua demi keluarga adalah hal suci yang sering tak terlihat oleh dunia.
  • Setiap kerja tulus, meskipun tampak remeh, memiliki makna besar karena ia menghidupi harapan.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual, misalnya:
  • “kemarau telah datang dan mengeringkan polong buah kana” → menghadirkan gambaran ladang kering.
  • “panci aluminium yang bocor, penyok-penyok dan menghitam” → detail konkret kehidupan miskin.
  • “biji-biji kana itu dilubanginya satu per satu” → visual yang kuat tentang kerja manual dan ketekunan.
  • “dirangkailah biji-biji itu dengan rantai kecil dengan sebuah salib plastik” → imaji religius.
Imaji ini membuat pembaca dengan mudah membayangkan dunia si nenek: keras, kotor, tetapi sarat makna.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini antara lain:
  • Majas Metonimia / Simbolik: Penggunaan “biji-biji kana” sebagai unsur yang kemudian menjadi rosario merupakan simbol ketekunan, iman, dan harapan dalam kemiskinan.
  • Majas Repetisi: Pengulangan frasa “biji-biji kana itu” dan “mudah-mudahan” menegaskan ritme hidup si nenek yang repetitif namun penuh harapan.
  • Majas Personifikasi: Harapan-harapan kecil dan proses membuat rosario diberi nuansa seolah memiliki kehidupan sendiri yang mendampingi si nenek.
Puisi “Sepanci Biji Kana untuk Maria” bukan hanya kisah tentang seorang nenek yang membuat rosario dari biji-biji kana, tetapi merupakan potret keheningan kerja keras yang sarat iman dan kasih. F. Rahardi menghadirkan dunia kecil yang tampak sederhana, namun sesungguhnya memuat kompleksitas sosial, spiritualitas, dan emosi manusia yang mendalam.

Melalui penggunaan imaji konkret dan narasi yang lugas, puisi ini menjadi pengingat bahwa kemuliaan sering tersembunyi dalam kerja kecil yang tak pernah dilihat banyak orang, dan doa-doa paling tulus sering lahir dari tangan-tangan yang bekerja dalam diam.

F. Rahardi
Puisi: Sepanci Biji Kana untuk Maria
Karya: F. Rahardi

Biodata F. Rahardi:
  • F. Rahardi (Floribertus Rahardi) lahir pada tanggal 10 Juni 1950 di Ambarawa, Jawa Tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.