Analisis Puisi:
Puisi “Sumber” karya Gunoto Saparie merupakan karya pendek namun sarat perenungan tentang asal-usul manusia, perjalanan hidup, dan kesadaran akan kefanaan. Melalui diksi sederhana dan reflektif, penyair membawa pembaca pada renungan tentang dari mana manusia datang dan ke mana manusia akan kembali.
Tema
Tema utama puisi ini adalah eksistensi manusia, khususnya mengenai asal-usul, perjalanan hidup, dan kesadaran akan kefanaan. Penyair menempatkan manusia sebagai makhluk yang “lahir dari sumber” dan pada akhirnya akan “mengalir menuju tiada”.
Puisi ini bercerita tentang perjalanan manusia sejak ia lahir dari sebuah “sumber” — digambarkan sebagai rahim yang gelap dan samar — hingga akhirnya berjalan menuju ketidakberadaan. Manusia hadir di dunia dengan makna tertentu, namun perjalanan akhirnya berujung pada ketiadaan, sebagaimana aliran air yang kembali lenyap pada tujuan akhirnya.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini antara lain:
- Manusia berasal dari sesuatu yang sederhana dan misterius, digambarkan sebagai “rahim yang gelap dan samar”.
- Segala perjalanan manusia bersifat sementara, mengalir tanpa bisa berhenti.
- Keberadaan manusia memiliki makna, tetapi makna itu tetap terikat pada kesementaraan.
- Ada kesadaran filosofis bahwa hidup adalah proses kembali: manusia muncul dari sumber dan akan kembali ke “tiada”.
Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungi arti keberadaan dan tidak terjebak dalam kesombongan dunia.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi terasa hening, reflektif, dan kontemplatif. Diksi seperti “gelap”, “samar”, “mengalir”, dan “tiada” membangun atmosfer renungan yang sunyi dan dalam.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Dari puisi ini, beberapa amanat yang dapat dipahami:
- Manusia sebaiknya menyadari asal-usul dan akhir hidupnya, sehingga dapat menjalani kehidupan dengan lebih bijak.
- Kesementaraan hidup tidak boleh dilupakan, karena dari sana manusia belajar rendah hati.
- Setiap manusia hadir dengan makna, sehingga hidup perlu dijalani dengan kesadaran dan tanggung jawab moral.
Penyair menekankan bahwa hidup bukan sekadar mengalir, tetapi membawa nilai dan makna.
Imaji
Puisi ini mengandung imaji visual dan imaji gerak yang kuat:
- “rahim yang gelap dan samar” → imaji visual tentang tempat kelahiran yang misterius.
- “aku hanya sekadar mengalir” → imaji gerak yang menghadirkan gambaran aliran air, simbol perjalanan hidup.
- “menuju ke tiada” → imaji abstrak yang menggambarkan akhir kehidupan.
Imaji ini memperdalam kontemplasi puisi tentang siklus hidup manusia.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini:
Metafora
- “kusebut sebuah sumber” → manusia diibaratkan air yang berasal dari sumber.
- “aku hanya sekadar mengalir” → kehidupan diumpamakan sebagai aliran air yang bergerak tanpa henti.
Personifikasi
- Proses hidup manusia digambarkan seolah-olah memiliki sifat seperti air yang mengalir dan kembali.
Simbolisme
- “sumber” melambangkan asal kehidupan.
- “tiada” melambangkan kematian atau ketidakberadaan.
Majas-majas ini memberikan kedalaman makna filosofis dalam puisi yang pendek namun kaya refleksi.
Puisi “Sumber” karya Gunoto Saparie merupakan renungan singkat tentang kehidupan manusia, asal-usul, perjalanan, dan kesadaran akan akhirnya. Dengan gaya bahasa yang sederhana, penyair berhasil menanamkan kesan mendalam tentang identitas manusia sebagai makhluk yang berasal dari misteri dan kembali pada misteri.
Puisi: Sumber
Karya: Gunoto Saparie
Biodata Gunoto Saparie:
Gunoto Saparie lahir di Kendal, Jawa Tengah, 22 Desember 1955. Pendidikan formal yang ditempuh adalah Sekolah Dasar Negeri Kadilangu, Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Pertama Negeri Cepiring, Kendal, Sekolah Menengah Ekonomi Atas Negeri Kendal, Akademi Uang dan Bank Yogyakarta, dan Sekolah Tinggi Ilmu Komunikasi Semarang. Sedangkan pendidikan nonformal Madrasah Ibtidaiyyah Islamiyyah Tlahab, Gemuh, Kendal dan Pondok Pesantren KH Abdul Hamid Tlahab, Gemuh, Kendal.
Selain menulis puisi, ia juga mencipta cerita pendek, kritik sastra, esai, kolom, dan artikel tentang kesenian, ekonomi, politik, dan agama, yang dimuat di sejumlah media cetak terbitan Semarang, Solo, Yogyakarta, Surabaya, Jakarta, Brunei Darussalam, Malaysia, Australia, dan Prancis. Kumpulan puisi tunggalnya yang telah terbit adalah Melancholia (Damad, Semarang, 1979), Solitaire (Indragiri, Semarang, 1981), Malam Pertama (Mimbar, Semarang, 1996), Penyair Kamar (Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah, Semarang, 2018), Mendung, Kabut, dan Lain-Lain (Cerah Budaya Indonesia, Jakarta, 2019), dan Lirik (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2020).
Kumpulan esai tunggalnya Islam dalam Kesusastraan Indonesia (Yayasan Arus, Jakarta, 1986). Kumpulan cerita rakyatnya Ki Ageng Pandanaran: Dongeng Terpilih Jawa Tengah (Pusat Bahasa, Jakarta, 2004).
Novelnya Selamat Siang, Kekasih dimuat secara bersambung di Mingguan Bahari, Semarang (1978) dan Bau (Pelataran Sastra Kaliwungu, Kendal, 2019) yang menjadi nomine Penghargaan Prasidatama 2020 dari Balai Bahasa Jawa Tengah.
Ia juga pernah menerbitkan antologi puisi bersama Korrie Layun Rampan berjudul Putih! Putih! Putih! (Yogyakarta, 1976) dan Suara Sendawar Kendal (Karawang, 2015). Sejumlah puisi, cerita pendek, dan esainya termuat dalam antologi bersama para penulis lain.
Puisinya juga masuk dalam buku Manuel D'Indonesien Volume I terbitan L'asiatheque, Paris, Prancis, Januari 2012. Ia juga menulis puisi berbahasa Jawa (geguritan) di Panjebar Semangat dan Jaya Baya. Ia pernah menjabat Pemimpin Redaksi Kampus Indonesia (Jakarta), Tanahku (Semarang), Delik Hukum Jateng (Semarang) setelah sebelumnya menjabat Redaktur Pelaksana dan Staf Ahli Pemimpin Umum Koran Wawasan (Semarang), Pemimpin Redaksi Radio Gaya FM (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Faktual (Semarang), Redaktur Pelaksana Tabloid Otobursa Plus (Semarang), dan Redaktur Legislatif (Jakarta). Kini ia masih aktif menjadi Redaktur Pelaksana Majalah Info Koperasi (Kendal), Majalah Justice News (Semarang), dan Majalah Opini Publik (Blora).
Saat ini Gunoto Saparie menjabat Ketua Umum Dewan Kesenian Jawa Tengah (DKJT), Fungsionaris Ikatan Cendekiawan Muslim Indonesia (ICMI) Wilayah Jawa Tengah, Ketua III Komite Seni Budaya Nusantara (KSBN) Jawa Tengah, Ketua Umum Perkumpulan Penulis Indonesia ‘Satupena’ Jawa Tengah, dan Ketua Forum Komunikasi Wartawan Pendidikan dan Kebudayaan Jawa Tengah. Sebelumnya ia pernah menjabat Ketua Kelompok Studi Seni Remaja (KSSR) Kendal, Ketua Pelaksana Dewan Teater Kendal, Sekretaris Forum Komunikasi Studi Mahasiswa Kekaryaan (Fokusmaker) Jawa Tengah, Wakil Ketua Ormas MKGR Jawa Tengah, Fungsionaris DPD Partai Golkar Jawa Tengah, Sekretaris DPD Badan Informasi dan Kehumasan Partai Golkar Jawa Tengah, dan Sekretaris Bidang Kehumasan DPW Partai Nasdem Jawa Tengah.
Sejumlah penghargaan di bidang sastra, kebudayaan, dan jurnalistik telah diterimanya, antara lain dari Kepala Perwakilan PBB di Jakarta dan Nairobi, Ketua Persatuan Wartawan Indonesia Pusat, Menteri Perumahan Rakyat, Menteri Penerangan, Menteri Luar Negeri, Menteri Lingkungan Hidup, Pangdam IV/ Diponegoro, dan Kepala Balai Bahasa Jawa Tengah. Selain itu, di tengah kesibukannya menulis, ia kadang diundang untuk membaca puisi, menjadi juri lomba kesenian, pemakalah atau pembicara pada berbagai forum kesastraan dan kebahasaan, dan mengikuti sejumlah pertemuan sastrawan di Indonesia dan luar negeri.
