Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Surat yang Disertai Pisau (Karya Kurniawan Junaedhie)

Puisi "Surat yang Disertai Pisau" karya Kurniawan Junaedhie menggambarkan kompleksitas emosional dalam sebuah hubungan, dengan menyoroti konflik ...
Surat yang Disertai Pisau

Suratmu sudah tiba semalam. Ada isak tangis, dan sebilah pisau menyertainya. Aku membacanya berulang-ulang sambil tiduran: membayangkan tanganmu yang sedang menuliskan dan wajahmu yang selalu hidup dalam ingatan. (Tapi kenapa sebilah pisau kauselipkan, dan sederet tangis kau kirimkan?)

Sambil meraba dada kiri, aku coba memahami suratmu. Memahami kata-katamu, dan semua hal ikhwal yang serba tidak kekal.

Lambat laun aku pun mulai bisa menyelami. Tak ada yang abadi di dunia ini. Rambut hitam jadi putih, langit biru jadi legam, yang pergi bisa tak kembali. (Ingatan itu fana 'kan. Kenangan itu abadi?)

Dan sekarang kulipat suratmu. Tolong, bila mengirim surat baru untukku, jangan lagi sertakan pisau dan isak tangismu. Aku ingin bisa menghibur hatiku, dan menyenangkan hari-harimu.

Desember, 2014

Analisis Puisi:

Puisi "Surat yang Disertai Pisau" karya Kurniawan Junaedhie merupakan sebuah karya yang menggambarkan kompleksitas perasaan dan konflik emosional dalam sebuah hubungan yang diungkapkan melalui surat.

Tema Sentral: Kompleksitas Emosional dalam Hubungan

Puisi ini menyoroti tema kompleksitas emosional dalam sebuah hubungan, di mana terdapat perasaan cinta, kehilangan, dan rasa sakit. Penggunaan pisau sebagai simbol dalam surat tersebut menunjukkan adanya kepedihan dan ketidakstabilan emosional dalam hubungan tersebut. Surat tersebut menjadi medium untuk mengekspresikan perasaan yang rumit dan sulit dipahami.

Konflik Antara Kehilangan dan Harapan

Puisi ini mencerminkan konflik batin antara kehilangan yang tak terhindarkan dan harapan akan pemulihan hubungan. Meskipun surat tersebut memuat isak tangis dan pisau sebagai simbol kepedihan, namun ada juga harapan yang tersirat dalam permohonan penulis untuk tidak lagi menyertakan pisau dan isak tangis dalam surat berikutnya. Hal ini menunjukkan bahwa meskipun ada rasa sakit, namun masih ada harapan untuk memperbaiki hubungan dan menjaga kebahagiaan bersama.

Refleksi tentang Kehancuran dan Kenangan

Puisi ini juga mengajak pembaca untuk merenungkan tentang sifat sementara dari kehidupan dan kenangan. Penulis menyadari bahwa tidak ada yang abadi di dunia ini, dan segala sesuatu bisa berubah dan pergi. Rambut yang semula hitam bisa menjadi putih, langit yang biru bisa menjadi legam, dan kenangan yang dulu indah bisa pudar seiring waktu. Ini menjadi pengingat bahwa kita harus menghargai setiap momen dan memahami bahwa kehilangan adalah bagian dari perjalanan hidup.

Puisi "Surat yang Disertai Pisau" karya Kurniawan Junaedhie adalah sebuah karya yang menggambarkan kompleksitas emosional dalam sebuah hubungan, dengan menyoroti konflik antara kehilangan dan harapan. Melalui penggunaan simbol-simbol seperti pisau dan isak tangis, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan tentang sifat sementara dari kehidupan dan pentingnya menghargai setiap momen dalam hubungan.

Kurniawan Junaedhie
Puisi: Surat yang Disertai Pisau
Karya: Kurniawan Junaedhie

Biodata Kurniawan Junaedhie:
  • Kurniawan Junaedhie lahir pada tanggal 24 November 1956 di Magelang, Jawa Tengah, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.