Surat yang Tak Berani Kubuka Lagi
Aku pernah menulis surat untukmu,
bukan untuk dikirim,
hanya untuk memastikan
bahwa aku masih hidup di dalam kata.
Surat itu menceritakan hujan pertama
setelah kau pergi.
Juga lampu-lampu kota
yang berdiri seperti pertanyaan
di atas kepalaku.
Tapi aku tak pernah mengirimnya.
Aku takut ia sampai ke tangan ibumu
yang mungkin akan membaca
betapa aku mencintaimu
dengan cara yang tak diizinkan siapa pun.
Surat itu kini kusimpan
di antara buku yang tak kerap kubuka.
Biarlah dunia tak tahu isi hatiku
tapi kau, entah di mana pun,
mungkin bisa membacanya tanpa kertas.
Bandung, 2025
Analisis Puisi:
Puisi “Surat yang Tak Berani Kubuka Lagi” adalah puisi yang lembut, sunyi, dan penuh penahanan perasaan. Puisi ini menjadi potret tentang cinta yang tidak tersampaikan—cinta yang harus disembunyikan karena tak direstui, tak diizinkan, atau tak mungkin diwujudkan. Rizal De Loesie merangkai kisah kecil tentang sebuah surat yang tak pernah dikirim, namun menyimpan seluruh hidup batin seorang aku.
Tema
Puisi ini membawa beberapa tema yang menonjol:
- cinta terlarang atau cinta yang tidak direstui;
- kerinduan yang diam dan terpendam;
- ketakutan untuk membuka masa lalu;
- keintiman yang hanya hidup dalam kata-kata;
- surat sebagai simbol memori dan luka.
Tema utamanya berpusat pada hubungan emosional yang tak mampu dinyatakan secara langsung, sehingga hanya hidup dalam tulisan—surat yang sengaja tidak dikirim.
Puisi ini bercerita tentang seorang aku yang pernah menulis surat untuk seseorang yang sangat dicintainya. Namun surat itu bukan untuk dikirim; melainkan untuk memastikan bahwa ia “masih hidup di dalam kata.” Ini mengisyaratkan bahwa menulis menjadi cara bertahan, cara menjaga dirinya tetap utuh.
Namun surat itu tidak pernah dikirim karena si aku takut surat tersebut dibaca oleh ibu orang yang dicintainya—yang mungkin akan mengetahui bahwa ia mencintai dengan “cara yang tak diizinkan siapa pun.” Kalimat ini memberi kesan bahwa hubungan mereka berada di luar batas norma atau restu sosial.
Akhirnya, surat itu disimpan di antara buku yang jarang dibuka. Dunia mungkin tidak tahu isi perasaannya, tetapi ia percaya bahwa orang yang dicintai itu, di mana pun berada, bisa membacanya tanpa kertas—melalui kenangan, melalui hati yang pernah saling mengerti.
Makna Tersirat
Puisi ini menyimpan banyak makna tersirat:
- Cinta yang tersembunyi selalu menjadi luka yang tak pernah sembuh. Surat yang tidak dibuka lagi adalah simbol luka yang disimpan rapi.
- Masyarakat atau keluarga menjadi penghalang bagi cinta tertentu. “Tak diizinkan siapa pun” menunjukkan tekanan sosial atau norma keluarga.
- Menulis menjadi ruang aman bagi perasaan yang tak bisa diucapkan.
- Kenangan bisa lebih kuat daripada kehadiran fisik. Meskipun tidak dikirim, cinta itu tetap hidup dalam ingatan.
- Seseorang bisa sangat dicintai hingga kata-kata pun menjadi tempat berlindung.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini cenderung:
- melankolis — banyak kenangan dan penahanan perasaan;
- sunyi — ditandai dengan surat yang disimpan dan tidak pernah dibuka;
- intim — seolah aku-lirik sedang berbicara langsung pada sosok yang dicintainya;
- haru dan lembut — tidak ada ledakan emosi, hanya getaran pelan yang menyakitkan.
Suasana keseluruhan terasa seperti seseorang yang sedang memegang benda kecil dari masa lalu, lalu terdiam lama.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Beberapa pesan yang dapat diambil:
- Tidak semua cinta bisa diungkapkan, tetapi bukan berarti tidak pernah ada.
- Kadang, yang paling menyakitkan adalah hal-hal yang sengaja kita simpan.
- Kejujuran pada diri sendiri penting, meski dunia tidak selalu menerima.
- Kenangan memiliki kekuatan yang lebih besar dari yang bisa dibayangkan.
Amanat puisi ini muncul melalui kesunyian kata-kata yang tidak pernah dikirim.
Imaji
Puisi ini penuh dengan imaji lembut dan romantis, antara lain:
- Imaji hujan pertama: Menghadirkan suasana awal yang sendu setelah kepergian seseorang.
- Lampu-lampu kota seperti pertanyaan: Imaji visual dan simbolis sekaligus, menggambarkan kebingungan dan kehampaan.
- Surat yang disimpan di antara buku: Imaji benda keseharian yang memuat kenangan dan rasa bersalah.
- Membacanya tanpa kertas: Imaji metaforis tentang kenangan batin yang masih saling terhubung.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi:
- Metafora: “Surat… hanya untuk memastikan bahwa aku masih hidup di dalam kata.” Menulis sebagai simbol bertahan hidup.
- Simile: “Lampu-lampu kota yang berdiri seperti pertanyaan.” Membandingkan lampu dengan tanda tanya emosional.
- Personifikasi: Hujan dan lampu digambarkan seolah ikut merasakan suasana hati.
Majas-majas tersebut memperkuat nuansa melankolis dan perenungan dalam puisi.
Puisi “Surat yang Tak Berani Kubuka Lagi” karya Rizal De Loesie adalah puisi tentang cinta yang tak sampai, tentang sebuah surat yang menahan perasaan, tentang kenangan yang disimpan karena dunia tidak mengizinkannya mengalir. Lewat kesederhanaan bahasa dan kedalaman simbol, puisi ini menjadi potret sunyi tentang keberanian untuk mencintai, namun ketidakberanian untuk mengungkap.
Karya: Rizal De Loesie
Biodata Rizal De Loesie:
- Rizal De Loesie (nama pena dari Drs. Yufrizal, M.M) adalah seorang ASN Pemerintah Kota Bandung. Penulis puisi, cerpen dan artikel pendidikan. Telah menerbitkan beberapa buku puisi solo dan puisi antologi bersama, serta cerita pendek.