Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Syukur (Karya Djoko Saryono)

Puisi “Syukur” karya Djoko Saryono bercerita tentang datangnya pagi berkabut yang membawa kesejukan dan harapan baru setelah sekian lama ditunggu ...

Syukur

saat pagi tiba
kabut turun ke tengah kotaku
orang-orang memekikkan seru
setelah sekian lama menunggu:
betapa rindu, betapa haru!

tetanah merekah temukan lembab kembali
dedaunan berseri-seri mengirimi musim semi
orang-orang merapal doa tak henti-henti
duhai betapa indah segala berkah ilahi:
telah lama dinanti-nanti

Malang, 2012

Sumber: Arung Diri (2013)

Analisis Puisi:

Puisi “Syukur” karya Djoko Saryono adalah salah satu karya yang sederhana dalam bentuk, tetapi kaya akan makna spiritual dan kemanusiaan. Melalui penggambaran suasana alam setelah turunnya kabut atau hujan, penyair menanamkan rasa syukur mendalam atas datangnya berkah Tuhan yang telah lama dinanti. Djoko Saryono, dengan gaya bahasanya yang halus dan penuh rasa, berhasil menghadirkan suasana keharuan, kedamaian, dan kebersamaan manusia dengan alam.

Tema

Tema utama puisi ini adalah rasa syukur manusia terhadap berkah Tuhan dan keindahan alam yang membawa kehidupan baru. Puisi ini menegaskan bahwa rasa syukur bukan hanya diungkapkan dalam doa, tetapi juga dalam kesadaran akan keindahan alam yang hidup kembali setelah masa kering atau kemarau. Dengan menampilkan suasana alam yang lembab, segar, dan penuh kehidupan, Djoko Saryono mengajak pembaca untuk merenungi bahwa setiap perubahan alam adalah tanda kasih Ilahi.

Puisi ini bercerita tentang datangnya pagi berkabut yang membawa kesejukan dan harapan baru setelah sekian lama ditunggu oleh manusia dan alam.

Larik pembuka,

“saat pagi tiba
kabut turun ke tengah kotaku”

menggambarkan momen awal hari yang penuh kesejukan dan ketenangan. Turunnya kabut menjadi lambang datangnya kehidupan baru — alam yang sebelumnya kering dan sunyi kini kembali bernapas.

Kemudian, penyair menulis:

“orang-orang memekikkan seru
setelah sekian lama menunggu:
betapa rindu, betapa haru!”

Larik ini menunjukkan reaksi manusia yang bahagia dan terharu atas datangnya kabut — simbol berkah setelah masa penantian panjang. Masyarakat bersyukur karena alam kembali memberi tanda kehidupan.

Bagian berikutnya memperkuat gambaran itu:

“tetanah merekah temukan lembab kembali
dedaunan berseri-seri mengirimi musim semi”

Penyair mempersonifikasikan tanah dan daun seolah-olah ikut bersyukur dan berbahagia. Alam menjadi cerminan rasa syukur manusia.

Puisi diakhiri dengan suasana spiritual:

“orang-orang merapal doa tak henti-henti
duhai betapa indah segala berkah ilahi:
telah lama dinanti-nanti”

Di sini, rasa syukur tidak lagi bersifat individual, tetapi kolektif dan religius. Seluruh alam semesta — manusia, tanah, dan daun — seolah bersatu dalam doa dan keharuan menerima rahmat Tuhan.

Makna Tersirat

Makna tersirat dalam puisi ini adalah kesadaran akan pentingnya bersyukur atas anugerah kecil sekalipun. Turunnya kabut atau hujan mungkin hal biasa, tetapi bagi Djoko Saryono, hal itu melambangkan kembalinya kehidupan dan harapan. Puisi ini mengingatkan bahwa manusia sering lupa menghargai nikmat sederhana yang hadir dalam keseharian — seperti udara segar, lembabnya tanah, atau sinar pagi yang menenangkan.

Selain itu, makna lain yang tersirat adalah kesatuan antara manusia dan alam dalam merasakan kasih Tuhan. Alam tidak sekadar latar, tetapi mitra spiritual manusia — sama-sama berdoa, bersyukur, dan merayakan kehidupan. Dalam setiap embun dan kabut, tersimpan pesan tentang kesabaran dan keikhlasan menanti waktu Tuhan.

Puisi ini juga dapat dibaca sebagai metafora kehidupan manusia: setelah melalui masa sulit (kemarau), akhirnya datang masa harapan baru (pagi berkabut). Rasa syukur yang lahir bukan hanya atas hasilnya, tetapi juga atas proses menunggu yang mengajarkan ketabahan.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini adalah haru, damai, dan penuh rasa syukur. Sejak awal, pembaca diajak masuk ke dalam momen spiritual di mana alam dan manusia sama-sama terharu oleh datangnya kabut. Suasananya sejuk, menenangkan, dan menggugah perasaan.

Larik “betapa rindu, betapa haru!” mempertegas kehangatan emosional itu — sebuah ungkapan syukur yang lahir dari hati setelah masa panjang penantian.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan utama puisi ini adalah pentingnya bersyukur atas setiap anugerah Tuhan, sekecil apa pun itu. Djoko Saryono mengingatkan bahwa keindahan dan berkah tidak selalu hadir dalam bentuk besar dan mencolok. Kadang, berkah datang dalam bentuk sederhana seperti kabut yang menyejukkan atau tanah yang lembab kembali.

Puisi ini juga mengajarkan kesabaran dalam menunggu waktu Tuhan. Alam dan manusia sama-sama harus menanti dengan ikhlas hingga datangnya masa berkah. Ketika saat itu tiba, yang patut dilakukan hanyalah bersyukur dan berdoa.

Selain itu, amanat lain yang dapat dipetik adalah pentingnya hubungan spiritual antara manusia dan alam. Saat manusia belajar bersyukur melalui tanda-tanda alam, ia sesungguhnya sedang belajar memahami kebijaksanaan Tuhan.

Imaji

Puisi ini kaya dengan imaji visual dan perasaan.
  • Imaji visual: “kabut turun ke tengah kotaku,” “tetanah merekah,” “dedaunan berseri-seri” — menghadirkan pemandangan alam yang segar dan hidup kembali. Pembaca dapat membayangkan suasana pagi yang lembab dan penuh kesejukan.
  • Imaji perasaan: “betapa rindu, betapa haru,” “orang-orang merapal doa tak henti-henti” — menghadirkan pengalaman emosional yang mendalam, menggambarkan keharuan manusia dalam menyambut rahmat Tuhan.
Imaji-imaji ini membuat puisi terasa hidup, tidak hanya bisa dilihat, tetapi juga bisa dirasakan secara batin.

Majas

Beberapa majas yang digunakan Djoko Saryono dalam puisi ini antara lain:

Personifikasi:
  • “tetanah merekah temukan lembab kembali” — tanah dipersonifikasikan seolah memiliki kesadaran untuk “menemukan lembab kembali.”
  • “dedaunan berseri-seri mengirimi musim semi” — daun digambarkan seperti manusia yang bahagia dan menyambut kehidupan baru.
Repetisi:
  • Pengulangan kata “betapa” dalam “betapa rindu, betapa haru!” menegaskan emosi yang mendalam.
Metafora:
  • “kabut turun ke tengah kotaku” dapat ditafsirkan sebagai simbol turunnya berkah atau rahmat Ilahi yang menyelimuti kehidupan manusia.
Majas-majas tersebut memperkaya makna puisi dan menciptakan nuansa lembut serta spiritual yang khas dalam karya Djoko Saryono.

Puisi “Syukur” karya Djoko Saryono merupakan ungkapan keindahan batin yang lahir dari kesadaran spiritual dan cinta terhadap alam. Dengan tema rasa syukur atas berkah Ilahi, penyair menggambarkan cerita tentang datangnya kehidupan baru setelah masa penantian.

Melalui imaji alam yang kuat dan majas personifikasi yang halus, puisi ini menghadirkan suasana haru dan damai yang menyentuh hati pembaca. Makna tersiratnya mengajak kita untuk tidak mengabaikan tanda-tanda kecil dari Tuhan, karena di sanalah letak keajaiban kehidupan.

Amanatnya jelas: syukur adalah jembatan antara manusia dan Tuhannya, antara alam dan kehidupan. Dengan bersyukur, manusia bukan hanya berterima kasih atas nikmat yang diterima, tetapi juga belajar memahami arti waktu, sabar, dan keindahan yang sederhana namun abadi.

Djoko Saryono
Puisi: Syukur
Karya: Djoko Saryono

Biodata Djoko Saryono:
  • Prof. Dr. Djoko Saryono lahir pada tanggal 27 Maret 1962 di kota Madiun.
© Sepenuhnya. All rights reserved.