Analisis Puisi:
Puisi “Terali Sepi” karya Esha Tegar Putra adalah salah satu karya panjang yang menggabungkan unsur naratif, dramatik, dan simbolik dalam enam episode. Puisi ini menampilkan pergulatan seorang tokoh perempuan dengan kesepian yang ia bangun sendiri, seraya seorang “aku” liris memperhatikannya secara diam-diam dari balik jendela. Lapisan cerita, simbol-simbol, dan suasana malam yang sunyi membentuk dunia batin yang kompleks dan puitis.
Tema
Tema utama puisi ini adalah pencarian makna kesepian dan pergulatan batin seorang perempuan yang ingin menjadi juru tunjuk atau penunjuk arah. Kesepian tidak hadir sebagai perasaan negatif semata, tetapi sebagai ruang, medan, bahkan “terali” yang ia bangun dan ia pelihara—semacam sangkar batin yang justru ingin ia kuasai dan pahami.
Tema tambahan yang memperkaya adalah:
- pergolakan identitas,
- kerinduan akan pengakuan,
- hubungan antara manusia dan malam,
- keinginan menjadi “pengarah” dalam kehidupan, meski harus merangkul kesepian.
Puisi ini bercerita tentang seorang perempuan yang membangun terali sepi dalam hidupnya, hidup dalam ketekunan, kegelisahan, dan pencarian jati diri. Ia mempelajari rasi bintang, angin, dan gejala langit untuk menjadi seorang “juru tunjuk”—semacam navigator dalam pelayaran yang panjang.
Sementara itu, tokoh “aku” liris:
- mengamati perempuan itu dari balik jendela,
- menyaksikan seabrek kegelisahan dan ritualnya,
- memahami bahwa perempuan itu membawa beban sepi yang tidak terlihat oleh orang lain.
Ada pula episode pertemuan dengan lelaki tua yang mengaku membawa “sepi” dalam karungnya, yang membuat si perempuan semakin yakin bahwa kesepian memiliki makna dan misteri yang harus ia pecahkan.
Makna Tersirat
Banyak makna tersirat yang menggantung sepanjang puisi, antara lain:
- Sepi sebagai ruang kontemplasi. Kesepian tidak dilihat sebagai kekosongan, melainkan sebagai ruang yang harus dilalui sebelum seseorang menemukan diri dan arah hidupnya.
- Pencarian identitas perempuan. Pertanyaan “kau jantan apa betina?” yang sering ia dengar dari teman-temannya menyiratkan pergulatan identitas, tekanan sosial, dan stereotip gender yang memengaruhi jiwanya.
- Kesepian sebagai beban sekaligus bekal perjalanan. Perempuan itu membawa sepi seperti seseorang membawa peralatan navigasi. Ia mempelajari bintang, rasi langit, dan angin karena ia ingin memimpin pelayaran: Kesepian baginya adalah kompas sekaligus kunci.
- Kedekatan antara kesepian dan makna hidup. Lelaki tua membawa “sepi dalam karung”—menandakan bahwa makna terbesar kadang datang dalam wujud sederhana dan misterius.
Suasana dalam puisi
Jika dibaca dari awal hingga akhir, puisi ini membangun suasana gelap, sunyi, magis, dan melankolis, dipenuhi dunia malam, kelambu, kamar, bunyi tetesan air, suara binatang malam, dan kesunyian yang “dijaga”.
Ada suasana:
- kontemplatif,
- mencekam,
- sendu,
- peka terhadap gerak kecil malam.
Perasaan kesendirian dipertebal oleh penjagaan tokoh “aku” yang selalu mengintip perempuan itu dari balik jendela—menambah nuansa voyeuristik dan misteri.
Amanat / Pesan
Amanat yang dapat ditarik dari puisi ini antara lain:
- Kesepian tidak selalu buruk. Ia dapat menjadi ruang untuk memahami diri dan menemukan arah yang selama ini dicari.
- Identitas adalah perjalanan panjang. Seseorang harus berani menghadapi pertanyaan dan keraguan yang menimpanya, termasuk tekanan sosial.
- Makna dapat hadir dari hal sederhana. Kadang “orang tua pembawa karung berisi sepi” menjadi pengingat bahwa makna ada di mana saja.
- Jangan mengabaikan panggilan batin. Perempuan itu mengikuti dorongannya untuk “menjadi juru tunjuk”, dan puisi mengarahkan kita untuk menghayati panggilan masing-masing.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji visual dan auditorik, seperti:
- “matamu lesat memantulkan cahaya dari balik tirai kelambu”
- “ngiau kucing tetangga di balik pagu”
- “tetes air dari bak mandi”
- “rambut panjangmu tergerai”
- “selimut dingin dari kulit domba persia”
Imaji-imaji tersebut membangun dunia yang intim, gelap, namun hidup.
Ada pula imaji kinestetik, misalnya:
- gerak malam yang “ingin lari”,
- perempuan yang “berguling-guling”,
- lelaki tua yang “tergopoh-gopoh lari”.
Semua ini membuat puisi terasa seperti adegan-adegan film yang perlahan bergerak dalam kesunyian.
Majas
Beberapa majas yang tampak kuat dalam puisi ini antara lain:
Personifikasi
- “malam yang sedang mengambil ancang-ancang untuk lari”
- “malam masih saja ingin mencoba lari dari terali sepi yang kau bangun”
Metafora
- terali sepi → metafora dari batas batin atau sangkar psikologis
- manik-manik kelambu → metafora rasi bintang dan jalur angin
- karung berisi sepi → metafora dari hikmah, makna, atau nasihat hidup
Simile (perumpamaan)
- “lamunanmu seperti ingin memangsa malam”
- “kelambu tidurmu sebagai perumpamaan rasi bintang”
Hiperbola
- “agar kau mengerti tentang perhitungan tanggal dan bulan”
- “ingin menguasai segala yang berada di langit”
Semua majas ini memperkaya lapisan makna puisi dan menghadirkan kesan puitis yang kompleks.
Puisi "Terali Sepi" adalah eksplorasi mendalam tentang kesepian, identitas, dan perjalanan batin manusia. Esha Tegar Putra menghadirkan narasi yang kaya, simbolik, dan penuh imaji, dengan suasana malam yang intens. Puisi ini tidak hanya menghadirkan cerita seorang perempuan yang bergulat dengan “terali sepi”-nya, tetapi juga mengajak pembaca merenungkan makna sunyi yang sering kali tersembunyi di balik hidup kita sendiri.
Karya: Esha Tegar Putra
Biodata Esha Tegar Putra:
- Esha Tegar Putra lahir pada tanggal 29 April 1985 di Saniang Baka, Kabupaten Solok, Indonesia.
