Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Tidak Ada Rindu untuk Tuhan (Karya Melki Deni)

Puisi "Tidak Ada Rindu untuk Tuhan" karya Melki Deni bercerita tentang seorang pemuda yang sibuk dengan ponsel pintarnya selama 24 jam, hingga ia ...
Tidak Ada Rindu untuk Tuhan

Saya melihat seorang muda sibuk dengan ponsel pintarnya
selama 24 jam di semua tempat. Sementara dia cengar-cengir
sendiri di depan rumahnya pada hari Minggu, saya bertanya:
"Adakah rindu untuk Tuhan seperti ketika kamu dikeroyok
sepi, sakit, kemalangan, dan kecelakaan?"
"Tidak ada rindu untuk Tuhan, kecuali kepada pulsa!
Lagi pula urus saja imanmu. Imanmu tidak membuat harga
tiket masuk surga lebih murah dan tidak menyelamatkan saya!"
Mendengar itu, Tuhan berhenti di pintu,
dan enggan memasuki ruang hatinya.
Pada malam Senin ia bertanya: "Mengapa kita harus tidur
sementara orang-orang yang hidup di dalam ponsel pintar ini
tidak pernah tidur, tetapi selalu ceria, dan kaya raya?"
Senin pagi di depan gereja ia kecelakaan: Tangan patah, paha
robek, dan lutut lecet, sementara sebagian kulit bibir hilang.
Tuhan menyaksikan tetapi tidak ingin berbicara. Ia meneriaki
nama Tuhan. Seketika itu seorang janda berkomentar:
"Tuhan tidak ada di sini. Tuhan ada di rindumu."
Seorang anak muda itu menghubungiku lewat ponsel pintar janda itu.
"Aku kecelakaan, bro!" katanya.
"Barang siapa menyangkal. Aku di depan ponsel pintar,
Aku juga akan menyangkalnya di hadapan kecelakaan!
Kira-kira begitu parafrasa atas perkataan Tuhan
dalam Matius 10:32-33, bro." aku meratapi kecelakaannya.

2023

Analisis Puisi:

Puisi "Tidak Ada Rindu untuk Tuhan" karya Melki Deni menghadirkan kritik sosial dan spiritual yang tajam tentang relasi manusia modern dengan teknologi, terutama ponsel pintar, serta jauhnya manusia dari Tuhan. Dengan gaya naratif yang lugas, ironis, dan penuh satire, penyair menggambarkan sebuah potret manusia masa kini yang teralihkan oleh dunia digital hingga kehilangan kerinduan pada Sang Ilahi.

Tema

Tema utama puisi ini adalah krisis spiritual manusia modern, terutama saat teknologi menjadi “tuhan baru” yang memenuhi perhatian, waktu, dan kelekatan emosional seseorang. Tema tambahan yang menguat adalah keterasingan manusia dari Tuhan, kesombongan spiritual, serta konsekuensi dari pengingkaran terhadap nilai-nilai keimanan.

Puisi ini bercerita tentang seorang pemuda yang sibuk dengan ponsel pintarnya selama 24 jam, hingga ia tidak memiliki “rindu” untuk Tuhan. Ketika ditanya apakah ia merindukan Tuhan sebagaimana ia merindukan pertolongan di saat kesulitan, ia menjawab sinis bahwa yang ia rindukan hanyalah pulsa.

Ketidakpedulian ini berlanjut hingga suatu hari ia mengalami kecelakaan parah. Saat ia memanggil Tuhan, tidak ada jawaban. Seorang janda kemudian berkata bahwa Tuhan “ada di rindumu”—sebuah kalimat yang menegaskan bahwa Tuhan hadir di hati yang mencari-Nya, bukan yang menolak-Nya.

Akhir puisi memparodikan ayat dalam kitab Matius, menegaskan bahwa siapa menyangkal Tuhan, Tuhan pun akan menyangkal dia.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini sangat kuat dan sarat pesan:
  1. Teknologi telah menggantikan posisi spiritual dalam hidup manusia. Pemuda itu merindukan pulsa, notifikasi, dan dunia digital, bukan Tuhan atau nilai keimanan.
  2. Ketika manusia merasa kuat, Tuhan dilupakan; ketika celaka, Tuhan dipanggil. Penyair mengecam pola pikir utilitarian dalam beragama.
  3. Tuhan hadir bagi mereka yang merindukan-Nya. Janda itu menjadi suara hikmah dalam puisi—bahwa Tuhan tidak jauh; manusialah yang menjauh.
  4. Pengingkaran terhadap Tuhan membawa konsekuensi. Puisi tidak sekadar moralistik, tetapi menunjukkan hubungan sebab-akibat spiritual: yang tidak mengakui Tuhan di masa lapang akan merasa ditolak di masa sempit.
  5. Dunia digital membuat manusia kehilangan kepekaan batin. Pertanyaan pemuda itu—mengapa harus tidur ketika orang-orang dalam ponsel selalu ceria—menunjukkan absurditas pemikiran akibat keterikatan pada dunia maya.

Suasana dalam Puisi

Suasana puisi ini:
  • Satir – penuh ironi dan sindiran.
  • Kritik sosial yang pedas – memperlihatkan absurditas perilaku manusia modern.
  • Kelam dan getir – terutama saat kecelakaan terjadi.
  • Kontemplatif – menyajikan momen refleksi tentang hubungan manusia dengan Tuhan.

Imaji

Imaji yang muncul dalam puisi cukup kuat, terutama karena disajikan lewat gambaran visual dan peristiwa konkret:
  1. “Seorang muda sibuk dengan ponsel pintarnya selama 24 jam” → imaji modern, repetitif.
  2. “Cengar-cengir di depan rumah pada hari Minggu” → imaji visual suasana non-religius pada hari religius.
  3. “Tangan patah, paha robek, lutut lecet, sebagian kulit bibir hilang” → imaji luka tubuh yang sangat realistis.
Imaji konkret ini menekankan kontras antara kehidupan digital dan kehidupan spiritual.

Majas

Beberapa majas yang digunakan:
  1. Personifikasi: “Tuhan berhenti di pintu, dan enggan memasuki ruang hatinya.” Tuhan digambarkan seperti seseorang yang bisa datang dan pergi.
  2. Ironi: Pemuda merindukan pulsa, bukan Tuhan. Ia menolak Tuhan, namun ketika celaka, ia justru memanggil-Nya.
  3. Satire: Kritik terhadap manusia modern yang lebih percaya “orang-orang di dalam ponsel” ketimbang Tuhan.
  4. Metafora: “Tuhan ada di rindumu” → kerinduan sebagai jalan menuju kehadiran Ilahi.
  5. Alusi / Parafrase Kitab Suci: Bagian akhir memparodikan Matius 10:32–33, menguatkan pesan spiritual dengan gaya sastra.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini:
  1. Jangan biarkan teknologi menggantikan posisi Tuhan dalam hidup.
  2. Iman bukan sesuatu yang diingat hanya ketika celaka.
  3. Tuhan hadir bagi mereka yang membuka ruang hati dan merindukan-Nya.
  4. Mengabaikan nilai spiritual dapat membawa kekosongan dan konsekuensi hidup.
  5. Keimanan butuh kesadaran dan kerendahan hati, bukan utilitas.
Puisi "Tidak Ada Rindu untuk Tuhan" karya Melki Deni adalah kritik tajam terhadap realitas manusia masa kini: kecanduan teknologi, hilangnya kepekaan spiritual, dan terbaliknya skala nilai. Melalui bahasa naratif, ironi, dan imaji yang kuat, penyair mengajak pembaca untuk merenung—adakah kita juga sedang seperti pemuda dalam puisi itu?

Puisi Melki Deni
Puisi: Tidak Ada Rindu untuk Tuhan
Karya: Melki Deni

Biodata Melki Deni:
  • Melki Deni adalah mahasiswa STFK Ledalero, Maumere, Flores, NTT.
  • Melki Deni menjuarai beberapa lomba penulisan karya sastra, musikalisasi puisi, dan sayembara karya ilmiah baik lokal maupun tingkat nasional.
  • Buku Antologi Puisi pertamanya berjudul TikTok. Aku Tidak Klik Maka Aku Paceklik (Yogyakarta: Moya Zam Zam, 2022).
  • Saat ini ia tinggal di Madrid, Spanyol.
© Sepenuhnya. All rights reserved.