Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Yang Dilumpuhkan (Karya Wing Kardjo)

Puisi "Yang Dilumpuhkan" karya Wing Kardjo bercerita tentang seseorang—mungkin seorang penulis, pemikir, atau tokoh—yang karyanya dihapus oleh ...
Yang Dilumpuhkan

Tulisanmu dihapusnya
seperti menghapus nyawa.
Siapa kamu sekarang?
Tak seorang pun tahu.
Tak seorang pun
membaca buku. Baris-baris yang
mengusir orang asing
puitih, kuning.
Sayang. Tulisanmu hangus
seperti dirimu —
lampus.

Sumber: Horison (November, 1977)

Analisis Puisi:

Puisi "Yang Dilumpuhkan" karya Wing Kardjo adalah salah satu teks puitik yang padat, tajam, dan sarat kritik. Di balik baris-baris yang pendek dan sederhana, puisi ini menyimpan ketegangan besar tentang suara yang dibungkam dan identitas yang terhapus. Dengan gaya khas Wing Kardjo yang ironis dan lugas, puisi ini memotret bagaimana kekuasaan dapat melumpuhkan keberadaan seseorang hanya dengan menghapus tulisannya.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pembungkaman suara dan hilangnya identitas. Tema ini diperluas menjadi gagasan tentang:
  • censorship atau penyensoran,
  • penghapusan jejak sejarah,
  • kerapuhan manusia di bawah kekuasaan,
  • keterhubungan antara karya dan eksistensi diri.
Wing Kardjo menghadirkan tema ini secara lugas namun menohok, sehingga pembaca dapat merasakan betapa mengerikannya kekuatan yang mampu “menghapus” seseorang hanya dengan melenyapkan tulisannya.

Puisi ini bercerita tentang seseorang—mungkin seorang penulis, pemikir, atau tokoh—yang karyanya dihapus oleh pihak tertentu. Tindak penghapusan itu diibaratkan sama seperti menghapus nyawanya. Ketika tulisannya hilang, identitasnya pun lenyap: “Siapa kamu sekarang? Tak seorang pun tahu.”

Puisi ini menggambarkan bagaimana buku-buku yang seharusnya menjembatani suara kepada pembaca tidak lagi diindahkan. Baris-baris tulisan yang sebelumnya mengusir “orang asing puitih, kuning”—mungkin metafora bagi pemikiran kolonial atau dominasi budaya lain—kini hangus dan musnah. Pengarangnya pun menjadi “lampus”, padam seperti nyalanya yang dipadamkan secara sengaja.

Makna Tersirat

Puisi ini memiliki banyak lapisan makna tersirat:
  1. Tulisan adalah perpanjangan nyawa seseorang. Ketika tulisan itu dihancurkan, maka warisan, gagasan, dan identitas penulis ikut hilang.
  2. Ada kritik terhadap kekuasaan yang dapat dengan mudah membungkam suara dengan menghapus, bukan dengan berdialog.
  3. “Tak seorang pun membaca buku” menyiratkan kondisi budaya yang anti-intelektual, di mana masyarakat tidak lagi menghargai pengetahuan.
  4. “Baris-baris yang mengusir orang asing puitih, kuning” dapat ditafsirkan sebagai semangat perlawanan yang pernah ditulis sang tokoh—semangat yang kini juga dipadamkan.
  5. Puisi ini mengingatkan bahwa sejarah mudah sekali dipelintir ketika tulisan—sumber kebenaran dan ingatan kolektif—dihancurkan.
  6. Pada akhirnya, puisi ini mengungkapkan kekhawatiran tentang hilangnya jejak diri dalam dunia yang begitu mudah menghapus.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini sangat kuat:
  • kelam,
  • tragis,
  • hening,
  • pahit,
  • mencekam.
Kesan musnah, hangus, dan padam membungkus puisi ini dengan atmosfer kehilangan yang tidak dapat dipulihkan.

Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi

Pesan yang dapat ditangkap dari puisi ini adalah:
  1. Jagalah tulisan, gagasan, dan suara—karena di sanalah identitas manusia hidup.
  2. Bungkamnya tulisan berarti bungkamnya sejarah.
  3. Puisi ini mengingatkan pembaca agar tidak mengabaikan karya, buku, atau suara pemikiran yang kritis.
  4. Ada dorongan moral agar kita waspada terhadap kekuatan yang berusaha “melumpuhkan” seseorang dengan cara menghapus jejak karyanya.

Imaji

Meskipun singkat, puisi ini menghadirkan imaji yang sangat kuat:

Imaji pemusnahan
  • “Tulisanmu dihapusnya”
  • “Tulisanmu hangus”
  • “Seperti menghapus nyawa”
  • “Lampus”
Imaji anonim dan kekosongan identitas
  • “Siapa kamu sekarang? Tak seorang pun tahu.”
Imaji tentang buku dan baris-baris perlawanan
  • “Baris-baris yang mengusir orang asing puitih, kuning.”
Seluruh imaji ini memberikan kesan dramatis dan tragis tentang hilangnya suara penting.

Majas

Beberapa majas yang muncul dalam puisi ini meliputi:

Metafora
  • “Seperti menghapus nyawa” → penghapusan tulisan diibaratkan sebagai penghilangan kehidupan.
  • “Lampus” → metafora untuk padam, hilang, atau tiada.
Hiperbola
  • Penghapusan tulisan digambarkan setara dengan membunuh seseorang.
Simbolisme
  • “Tulisan” → simbol suara, identitas, dan perlawanan.
  • “Buku” → simbol pengetahuan dan sejarah.
  • “Orang asing puitih, kuning” → simbol dominasi atau pengaruh eksternal yang dilawan.
Ironi
  • “Tak seorang pun membaca buku” → ironi tentang perjuangan yang sia-sia karena masyarakat tak peduli.
Puisi "Yang Dilumpuhkan" karya Wing Kardjo adalah seruan tajam tentang pentingnya tulisan sebagai bukti keberadaan dan identitas manusia. Melalui bahasa yang padat, gelap, dan penuh simbol, Wing Kardjo mengungkapkan tragedi ketika suara dibungkam dan sejarah dilenyapkan. Puisi ini tidak hanya berbicara tentang satu sosok, tetapi tentang siapa pun yang suaranya pernah berusaha dipadamkan.

Puisi Wing Kardjo
Puisi: Yang Dilumpuhkan
Karya: Wing Kardjo

Biodata Wing Kardjo:
  • Wing Kardjo Wangsaatmadja lahir pada tanggal 23 April 1937 di Garut, Jawa Barat.
  • Wing Kardjo Wangsaatmadja meninggal dunia pada tanggal 19 Maret 2002 di Jepang.
© Sepenuhnya. All rights reserved.