Yang Pergi
Hujan perlahan reda
Hembusan angin menembus relung terdalam
Ada kerinduan yang menghujam
Ada rasa sepi yang belum terobati
Sepi itu kian menjadi
Ketika alam beranjak gelap
Ada sosok wajah menari-nari
Di kelopak mata sipemuja hati
Tak dibiarkan dia pergi
Seakan ingin Kembali ke masa itu
Masa penuh untaian kebahagiaan
Yang kini pergi karna tersakiti
Sumber: Gemuruh Palung Hati (Penerbit Adab, 2024)
Analisis Puisi:
Puisi “Yang Pergi” karya Ai Lundeng adalah ungkapan batin seseorang yang merasakan kehilangan, kerinduan, dan kesepian setelah kepergian sosok yang dicintai. Dalam bahasa yang lembut namun emosional, penyair berhasil menghadirkan suasana sendu dan reflektif, menggambarkan perjuangan batin antara menerima kenyataan dan keinginan untuk kembali pada masa-masa bahagia yang telah berlalu.
Tema
Tema utama dalam puisi ini adalah kerinduan dan kehilangan. Ai Lundeng menyoroti sisi emosional manusia ketika harus merelakan seseorang yang pernah menjadi bagian penting dalam hidupnya. Tema ini sering muncul dalam karya-karya bertema cinta dan perpisahan, namun dalam puisi ini, penyair membungkusnya dengan nuansa alam dan perasaan yang halus, sehingga kesedihan terasa lebih intim dan natural.
Puisi ini bercerita tentang seseorang yang sedang mengenang sosok yang telah meninggalkannya. Di awal puisi, suasana digambarkan dengan metafora alam — “Hujan perlahan reda” dan “Hembusan angin menembus relung terdalam” — menggambarkan kesedihan yang mulai menurun, tetapi belum benar-benar hilang.
Ada kerinduan yang “menghujam” dan sepi yang “belum terobati”, menandakan bahwa luka hati masih terasa dalam. Ketika malam tiba dan “alam beranjak gelap”, kenangan justru semakin kuat. Sosok yang pergi seakan hidup kembali dalam ingatan, “menari-nari di kelopak mata sipemuja hati.”
Pada bagian akhir, penyair menunjukkan keinginan untuk kembali ke masa lalu — “Seakan ingin kembali ke masa itu / Masa penuh untaian kebahagiaan” — tetapi diakhiri dengan kesadaran pahit bahwa masa itu telah berakhir “karna tersakiti.”
Dengan demikian, puisi ini menggambarkan perjalanan emosional seseorang yang masih berjuang berdamai dengan perpisahan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dalam puisi ini adalah tentang kesulitan manusia untuk benar-benar melepaskan masa lalu dan menerima kehilangan. Kerinduan yang menghujam dan bayangan wajah yang terus muncul menggambarkan bahwa cinta yang dalam seringkali menyisakan luka yang tak mudah sembuh.
Selain itu, penyair juga menyiratkan bahwa setiap perpisahan menyimpan pelajaran emosional. Meskipun menyakitkan, kehilangan membuat seseorang belajar tentang keikhlasan dan arti kebahagiaan yang sesungguhnya — bahwa tidak semua yang kita cintai bisa terus bersama kita.
Ada pula lapisan makna spiritual: kepergian seseorang bisa diartikan bukan hanya kehilangan secara fisik, tetapi juga kehilangan kedamaian batin, semangat, atau fase kehidupan yang telah berlalu.
Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan bahwa waktu tidak bisa diputar, namun kenangan akan selalu hidup dalam hati.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang tercipta dalam puisi ini adalah melankolis, hening, dan penuh kerinduan. Dari awal hingga akhir, penyair menggunakan citra alam seperti hujan, angin, dan kegelapan untuk memperkuat kesan kesepian dan kehilangan.
Suasana berubah dari tenang menjadi semakin dalam dan sendu, terutama ketika penyair menyebut “Ada sosok wajah menari-nari / di kelopak mata sipemuja hati.” Gambaran tersebut membuat pembaca ikut merasakan keheningan yang menyakitkan, seolah terjebak dalam kenangan yang enggan pergi.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Amanat yang dapat dipetik dari puisi “Yang Pergi” adalah bahwa kehilangan adalah bagian tak terpisahkan dari kehidupan dan cinta. Penyair ingin menyampaikan bahwa betapapun beratnya merelakan, kita harus belajar menerima kenyataan. Masa lalu tidak bisa diulang, namun dapat dijadikan pengingat bahwa kebahagiaan dan kesedihan berjalan berdampingan dalam perjalanan hidup manusia.
Selain itu, puisi ini juga mengajarkan tentang keikhlasan.
Meskipun perasaan ingin kembali ke masa lalu begitu kuat, penyair menyadarkan pembaca bahwa masa itu telah “pergi karena tersakiti.” Artinya, ada hal-hal yang memang harus dilepaskan demi menemukan kedamaian baru.
Imaji
Puisi ini sangat kuat dalam imaji alam dan emosional.
- Imaji visual muncul dalam baris “Hujan perlahan reda” dan “Ketika alam beranjak gelap,” yang menghadirkan gambaran nyata tentang perubahan waktu yang selaras dengan perubahan perasaan.
- Imaji perasaan (emosional) sangat menonjol dalam baris “Ada kerinduan yang menghujam” dan “Ada rasa sepi yang belum terobati.” Kata “menghujam” memberi efek tajam dan dalam, seolah-olah rasa rindu itu benar-benar menusuk hati pembicara.
- Imaji visual-emosional juga tampak dalam “Ada sosok wajah menari-nari di kelopak mata sipemuja hati,” menggambarkan bagaimana kenangan masih hidup dan hadir secara nyata di benak orang yang merindu.
Kekuatan imaji dalam puisi ini membuat pembaca dapat merasakan suasana batin penyair tanpa perlu penjelasan panjang.
Majas
Puisi ini memanfaatkan beberapa majas yang memperkuat keindahan dan maknanya, antara lain:
- Personifikasi – “Hembusan angin menembus relung terdalam” menggambarkan angin seolah memiliki kekuatan untuk menyentuh perasaan manusia.
- Metafora – “Ada kerinduan yang menghujam” dan “rasa sepi yang belum terobati” menggambarkan perasaan sedih yang dalam seperti luka fisik yang belum sembuh.
- Hiperbola – “Ada sosok wajah menari-nari di kelopak mata” adalah penggambaran berlebihan untuk menunjukkan betapa kuatnya kenangan tentang seseorang yang telah pergi.
Puisi “Yang Pergi” karya Ai Lundeng merupakan karya yang menggugah perasaan, menggambarkan kesedihan, kerinduan, dan perjuangan untuk melepaskan seseorang yang telah meninggalkan jejak mendalam dalam hidup.
Ai Lundeng seolah ingin menyampaikan pesan bahwa: Setiap kepergian meninggalkan ruang kosong, tetapi juga memberi ruang baru bagi jiwa untuk belajar ikhlas dan tumbuh.
Karya: Ai Lundeng
Biodata Ai Lundeng:
- Ai Lundeng (nama pena dari Ai Pipih, S.Pd.I.) lahir pada tanggal 19 April 1972 di Purwakarta.