Analisis Puisi:
Puisi "Jamuan Istimewa" karya Joshua Igho merupakan sebuah kritik sosial terhadap elite politik dan kemewahan yang mereka nikmati sementara rakyat menderita akibat korupsi dan ketidaksetaraan. Penyair menggunakan gaya ironi dan sindiran untuk menggambarkan ketidakadilan sosial dalam masyarakat.
Metafora Melalui Hidangan: Puisi ini menggunakan hidangan mewah sebagai metafora untuk menggambarkan kehidupan mewah yang dinikmati oleh elite politik. Hidangan-hidangan tersebut adalah simbol kemewahan dan kesenangan yang mereka nikmati, seperti anggur Perancis, steak dari Australia, dan makanan eksklusif lainnya.
Hubungan dengan Sejarah Indonesia: Penyair menyisipkan sejarah politik Indonesia dalam puisi ini, termasuk proklamasi kemerdekaan pada tahun 1945 dan peristiwa-peristiwa penting lainnya. Ini menyoroti keterkaitan antara elite politik dan momen-momen bersejarah, menekankan bahwa mereka telah meraih keuntungan dari perjuangan rakyat.
Ironi dan Sindiran: Puisi ini penuh dengan ironi dan sindiran yang mengkritik ketidaksetaraan sosial. Penyair menyindir hubungan makanan dengan hubungan diplomatik, menyoroti betapa makanan bisa menjadi semacam jalur komunikasi dan pertukaran meskipun hubungan politik terbatas.
Kontras Antara Elite dan Rakyat: Melalui penyajian hidangan mewah dan makanan diet, puisi ini memperlihatkan kontras yang tajam antara kehidupan mewah elite politik dan penderitaan rakyat yang mungkin sulit mendapatkan makanan yang cukup. Ini adalah kritik terhadap ketidaksetaraan dalam distribusi sumber daya dan kebijakan politik yang merugikan rakyat.
Sarkasme: Puisi ini berakhir dengan nada sarkasme ketika penyair menyarankan bahwa tuan dan nyonya dapat mencicipi "oleh-oleh iwak peyek" setelah jamuan mewah mereka. Ini adalah kritik terhadap kemewahan yang tidak sesuai dengan kondisi rakyat yang menderita.
Puisi "Jamuan Istimewa" karya Joshua Igho adalah sebuah puisi satir yang menggambarkan ketidaksetaraan sosial dan ketidakadilan yang ada dalam masyarakat. Dengan menggunakan hidangan mewah sebagai metafora, penyair mengkritik elite politik yang menikmati kekayaan sementara rakyat menderita. Puisi ini membangkitkan kesadaran tentang ketidaksetaraan dalam masyarakat dan mengekspos perilaku koruptif elite politik.
Karya: Joshua Igho