Puisi: Rasanya Baru Kemarin (Karya Mustofa Bisri)

Puisi "Rasanya Baru Kemarin" menyoroti ambivalensi, perasaan kekecewaan, dan harapan yang terkadang terpatahkan dalam perjalanan Indonesia sejak ...
Rasanya Baru Kemarin


Rasanya
baru kemarin Bung Karno dan Bung Hatta
atas nama kita menyiarkan dengan seksama
kemerdekaan kita di hadapan dunia.

Rasanya
gaung pekik merdeka kita
masih memantul-mantul,
tidak hanya dari mulut-mulut Jurkam PDI saja.

Rasanya
baru kemarin,
padahal sudah lima puluh tiga tahun lamanya.

Pelaku-pelaku sejarah yang nista dan yang mulia
sudah banyak yang tiada.
Penerus-penerusnya sudah banyak yang berkuasa
atau berusaha.
Tokoh-tokoh pujaan maupun cercaan bangsa,
taruna-taruna sudah banyak yang jadi
petinggi negeri.
Mahasiswa-mahasiswa yang dulu suka berdemonstrasi
sudah banyak yang jadi menteri.

Rasanya
baru kemarin,
padahal sudah lebih setengah abad lamanya.
Negara sudah semakin kuat,
rakyat sudah semakin terdaulat.

Pembangunan ekonomi kita sudah sedemikian laju
semakin jauh meninggalkan pembangunan akhlak
yang tak kunjung maju.
Anak-anak kita sudah semakin mekar tubuhnya,
bapak-bapak kita sudah semakin besar perutnya.

Rasanya baru kemarin,
padahal sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka.
Kemajuan sudah menyeret dan mengurai
pelukan kasih banyak ibu-bapa
dari anak-anak kandung mereka.
Kemakmuran duniawi sudah menutup mata
banyak saudara terhadap saudaranya

Daging sudah lebih tinggi harganya
dibanding ruh dan jiwa.
Tanda gambar sudah lebih besar pengaruhnya
dari bendera merah putih dan lambang garuda.
Pejuang Marsinah sudah berkali-kali
kuburnya digali tanpa perkaranya terbongkar.
Preman-preman sejati sudah berkali-kali
diselidiki dan berkas-berkasnya selalu terbakar.

Rasanya
baru kemarin,
padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka.
Pahlawan-pahlawan idola bangsa
seperti Diponegoro,
Imam Bonjol dan Sisingamangaraja,
sudah dikalahkan oleh Ksatria Baja Hitam,
dan Kura-kura Ninja.

Banyak orang pandai sudah semakin linglung.
Banyak orang bodoh sudah semakin bingung.
Banyak orang kaya sudah semakin kekurangan.
Banyak orang miskin sudah semakin kecurangan.

Rasanya
baru kemarin.

Banyak ulama sudah semakin dekat kepada pejabat.
Banyak pejabat sudah semakin erat dengan konglomerat.
Banyak wakil rakyat sudah semakin jauh dari umat.
Banyak nurani dan akal budi sudah semakin sekarat.

(Hari ini ingin rasanya
aku bertanya kepada mereka semua
sudahkah kalian
benar-benar merdeka?)

Rasanya
baru kemarin.

Tokoh-tokoh angkatan 45 sudah banyak yang koma.
Tokoh-tokoh angkatan 66 sudah banyak yang terbenam.

Rasanya
baru kemarin.

Negeri zamrud katulistiwaku yang manis
sudah terbakar habis
dilalap krisis demi krisis.
Mereka yang kemarin menikmati pembangunan
sudah banyak yang bersembunyi meninggalkan beban.
Mereka yang kemarin mencuri kekayaan negeri
sudah meninggalkan utang dan lari mencari selamat sendiri.

Rasanya baru kemarin,
padahal sudah lebih setengah abad kita merdeka.

Mahasiswa-mahasiswa penjaga nurani
sudah kembali mendobrak tirani.
Para oportunis pun mulai bertampilan
berebut menjadi pahlawan.
Politisi-politisi pensiunan
sudah bangkit kembali.
Partai-partai politik sudah bermunculan
dalam reinkarnasi.

Rasanya
baru kemarin.

Tokoh-tokoh orde lama sudah banyak yang mulai menjelma.
Tokoh-tokoh orde baru sudah banyak yang mulai menyaru.

Rasanya
baru kemarin.

Pak Harto sudah tidak menjadi tuhan lagi
bayang-bayangnya sudah berani persi sendiri
Mester Habibie sudah memberanikan diri
menjadi presiden transisi.
Bung Harmoko sudah tak lagi
mengikuti petunjuk dan mendominasi televisi.
Gus Dur mulai siap madeg pandhita
Ustadz Amin Rais sudah siap jadi sang nata
Mbak Mega sudah mulai agak lega
Mas Surjadi sudah mulai jaga-jaga.

(Hari ini rasanya
aku bertanya kepada mereka semua
bagaimana rasanya merdeka?)

Rasanya baru kemarin,
padahal sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka.

Para jendral dan pejabat sudah saling mengadili.
Para reformis dan masyarakat sudah nyaris tak terkendali.

Mereka kemarin yang dijarah
sudah mulai pandai meniru menjarah.
Mereka yang perlu direformasi
sudah mulai fasih meneriakkan reformasi.
Mereka yang kemarin dipaksa-paksa
sudah mulai berani mencoba memaksa,
Mereka yang kemarin dipojokkan
sudah mulai belajar memojokkan.

Rasanya baru kemarin,
orang tuaku sudah lama pergi bertapa.
Anak-anakku sudah pergi berkelana.
Kakakku sudah menjadi politikus.
Aku sendiri sudah menjadi tikus.

(Hari ini
setelah lima puluh tiga tahun kita merdeka
ingin rasanya aku mengajak kembali
mereka semua yang 'ku cinta
untuk mensyukuri lebih dalam lagi
rahmat kemerdekaan ini
dengan mereformasi dan meretas belenggu tirani
diri sendiri
bagi merahmati sesama)

Rasanya baru kemarin
ternyata sudah lima puluh tiga tahun kita merdeka.

(Ingin rasanya
aku sekali lagi menguak angkasa
dengan pekik yang lebih perkasa:
Merdeka!)


8 Agustus 1998

Sumber: Negeri Daging (2002)

Analisis Puisi:
Puisi "Rasanya Baru Kemarin" Karya Mustofa Bisri adalah sebuah refleksi mendalam tentang perjalanan Indonesia sejak kemerdekaannya hingga saat ini. Penulis menggambarkan perasaan keheranan dan kekecewaan akan perubahan yang terjadi di negara sejak masa kemerdekaan hingga saat ini. Beberapa poin penting dalam puisi ini termasuk:

Ekspektasi dan Kenyataan: Penulis merujuk pada masa lalu yang idealis, di mana semangat kemerdekaan masih terasa kuat. Namun, dalam realitasnya, perubahan yang diharapkan tidak sepenuhnya terjadi.

Penggambaran Kehidupan: Penulis menggambarkan perubahan dalam berbagai aspek kehidupan, termasuk politikus, mahasiswa, anak muda, orang tua, dan tokoh-tokoh sejarah.

Satire dan Kritik: Puisi ini juga mengandung elemen satire dan kritik terhadap berbagai aspek dalam masyarakat, politik, dan perilaku manusia. Hal ini tercermin dari keluhan atas kurangnya perubahan positif yang diharapkan, serta pandangan kritis terhadap berbagai figur publik.

Tanya dan Ajakan: Penutup puisi ini berisi pertanyaan dan ajakan kepada semua pihak, termasuk generasi masa kini dan masa lalu, untuk merenung dan bertindak dalam rangka meraih kesadaran yang lebih dalam akan makna kemerdekaan.

Puisi "Rasanya Baru Kemarin" menyoroti ambivalensi, perasaan kekecewaan, dan harapan yang terkadang terpatahkan dalam perjalanan Indonesia sejak merdeka. Dalam bait-bait puisi ini, tergambar pandangan kritis terhadap perkembangan sosial, politik, dan moral dalam masyarakat. Selain itu, puisi ini juga berfungsi sebagai ajakan untuk merenung dan bertindak demi perubahan yang lebih baik.

Mustofa Bisri
Puisi: Rasanya Baru Kemarin
Karya: Mustofa Bisri (Gus Mus)

Biodata Mustofa Bisri:
  • Dr. (H.C.) K.H. Ahmad Mustofa Bisri (sering disapa Gus Mus) lahir pada anggal 10 Agustus 1944 di Rembang. Ia adalah seorang penyair yang cukup produktif yang sudah menerbitkan banyak buku.
  • Selain menulis puisi, Gus Mus juga menulis cerpen dan esai-esai keagamaan. Budayawan yang satu ini juga merupakan seorang penerjemah yang handal.
  • Gus Mus adalah seorang kiai yang memiliki banyak profesi, termasuk pelukis kaligrafi dan bahkan terlibat dalam dunia politik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.