Puisi: Nenek Kebayan (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Nenek Kebayan" karya W.S. Rendra menghadirkan gambaran tentang seorang nenek yang mencerminkan kondisi penuaan, kesepian, dan kehilangan.
Nenek Kebayan


Nenek Kebayan! Nenek yang tua!
matanya sumur kering tanpa kerinduan
terlupa kenangan lampau, disepikan
dan kejemuan ada pada yang datang.

Nenek Kebayan! Nenek yang tua!
mukanya berkerut adalah malam
tiada warna damba dan harapan
kecuali sepi tiada lagi dirasakannya.

Nenek Kebayan! Nenek yang tua!
menghitung butir-butir tasbih dengan separoh hati
bulan putih berlabuh di hatinya
angin kemarau menyatu pada napasnya.

Duhai! Hidup yang tinggal diisi tidur dan bubur
sudah itu sepi pada dada terbujur,
laba-laba di pojok kamarnya
bunga-bunga tidak lagi tertawa.

Nenek Kebayan! Nenek yang tua!
terdengar langkah gaib depan kamarnya
sudah terasa dilihatnya sabit dan orang hitam
terdengar ketukan di pintu - atau dadanya.
berkata ia dan senyuman sepi di mulut tanpa gigi:
"Masuklah, ya, Tuan, tamu budiman!"

Nenek Kebayan! Nenek yang tua!
sudah hilang esok harinya.


Sumber: Empat Kumpulan Sajak (1961)

Analisis Puisi:
Puisi "Nenek Kebayan" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya sastra yang menghadirkan gambaran tentang seorang nenek yang mencerminkan kondisi penuaan, kesepian, dan kehilangan dalam kehidupan.

Gambarkan Nenek yang Tua: Puisi ini menggambarkan sosok nenek yang sangat tua. Bahasa yang digunakan, seperti "matanya sumur kering" dan "mukanya berkerut," memberikan citra visual tentang usia lanjut yang dihadapi oleh nenek ini.

Kekurangan Memori: Puisi ini mengindikasikan bahwa nenek Kebayan telah kehilangan kenangan dan pengingatannya ("terlupa kenangan lampau"). Ini adalah ciri umum penuaan, di mana seseorang mulai melupakan masa lalu dan pengalaman hidupnya.

Ketidakberdayaan dan Kesepian: Penyair menggambarkan perasaan kesepian dan ketidakberdayaan nenek ini. Nenek Kebayan telah kehilangan hasrat dan harapannya, dan dia tampaknya hidup dalam kehampaan dan kesunyian yang melanda dirinya.

Simbol-Simbol dan Metafora: Dalam puisi ini, ada penggunaan simbol-simbol dan metafora yang kuat. Misalnya, "matanya sumur kering" adalah simbol dari ketidakmampuan untuk merasakan atau mengekspresikan kerinduan, dan "bulan putih berlabuh di hatinya" bisa diartikan sebagai pelambangan tentang ketenangan atau ketenangan yang dihadapinya.

Kehilangan Kehidupan: Puisi ini menggambarkan nenek Kebayan sebagai sosok yang hidup terisolasi dan kehilangan vitalitas. Ia tampak menantikan ajal dengan ketenangan, yang tercermin dalam penggambaran ketika ia berkata kepada "orang hitam" dan "sabit," yang mungkin merepresentasikan kematian, untuk masuk.

Siklus Kehidupan: Puisi ini menyoroti perjalanan hidup dari kehidupan yang aktif hingga penuaan dan akhirnya kematian. Ini adalah refleksi tentang siklus alamiah kehidupan manusia.

Puisi "Nenek Kebayan" menciptakan gambaran yang kuat tentang seorang nenek yang telah mencapai penuaan dan hidup dalam kesepian dan kehilangan. Ini adalah penggambaran yang mendalam tentang keadaan seorang individu yang telah melalui perjalanan panjang kehidupan dan menunggu dengan tenang akhir dari perjalanan itu.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Nenek Kebayan
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.