Puisi: Pangeran Pengungsi (Karya Sosiawan Leak)

Puisi "Pangeran Pengungsi" karya Sosiawan Leak adalah sebuah ungkapan yang kuat tentang konflik, penderitaan, dan ketidaksetaraan dalam masyarakat.
Pangeran Pengungsi

Wajah siapakah terselip di antara pengungsi?
Apakah itu kamu yang menghindari ledakan cinta
dan terpuruk dalam kebimbangan masa?
Sejak Mei; Timtim, Bali, Aceh, Ambon, Papua, Jakarta, dan entah nanti
bom ditanam sembarangan
tanpa mengindahkan rambu-rambu jalan.

Sedang kamu masih asyik dengan catatan harian
tentang kenangan, kota bunga, dan impian pelaminan
atau tentang istana pasir di mana tertawan seorang pangeran
nyatanya, pangeran itu terjebak di barak pengungsian
miskin dan tersia
tanpa selimut, air, makanan apalagi mahkota.

Wajah siapakah terselip di antara pengungsi?
Sementara koran-koran hari ini mencetak darah
yang tumpah di tanah tumpah darah,
di halaman tengah
puisi cintamu nampang dengan gagah
tanpa busana!
Sedang sang pangeran
berebut jatah makanan dengan seorang bocah
yang tersesat di gambar iklan
di halaman belakang.

Wajah siapakah terselip di antara pengungsi?
Kapan giliran kita terperangkap di sana?

Solo, 19 Januari 2000

Sumber: Dunia Bogambola (2007)

Analisis Puisi:
Puisi "Pangeran Pengungsi" karya Sosiawan Leak adalah sebuah ungkapan yang kuat tentang konflik, penderitaan, dan ketidaksetaraan dalam masyarakat. Puisi ini menggambarkan dua sisi yang berlawanan: kehidupan yang terasa jauh dari realitas dan penderitaan nyata yang dialami oleh para pengungsi.

Kontras Realitas dan Fantasi: Puisi ini menunjukkan kontras tajam antara kehidupan yang terasa seperti fantasi (kenangan, impian, pelaminan, istana pasir) dan kenyataan pahit para pengungsi (barak pengungsian, miskin, tanpa selimut, air, dan makanan). Ini menciptakan gambaran yang kuat tentang ketidaksetaraan dan konflik antara dua dunia yang berbeda.

Kegelisahan dan Kebimbangan: Puisi ini mengekspresikan kegelisahan dan kebimbangan seseorang dalam menghadapi konflik dan kekerasan yang melanda tempat-tempat seperti Timor Timur (Timtim), Bali, Aceh, Ambon, Papua, dan Jakarta. Penyair merasa bingung dan terjebak dalam pertanyaan tentang keadaan dan nasib para pengungsi.

Ketidakpedulian Terhadap Penderitaan: Puisi ini menggambarkan ketidakpedulian terhadap penderitaan para pengungsi. Meskipun darah tumpah di halaman koran sebagai simbol kekerasan dan konflik, puisi cinta masih dianggap sebagai hal yang lebih menonjol. Hal ini menggambarkan ironi bahwa saat penderitaan dan konflik terjadi, perhatian masyarakat masih sering tertuju pada hal-hal yang dianggap lebih ringan.

Pertanyaan yang Menggugah: Puisi ini mengakhiri dengan pertanyaan yang kuat: "Kapan giliran kita terperangkap di sana?" Ini mengundang pembaca untuk merenung tentang kenyataan bahwa situasi konflik dan pengungsi bisa menimpa siapa saja, dan mengajak untuk lebih peka terhadap penderitaan orang lain.

Bahasa Simbolis: Bahasa dalam puisi ini mengandung banyak simbol dan metafora, seperti "pangeran" yang menggambarkan seseorang yang seharusnya memiliki kehidupan yang mulia, tetapi malah berakhir di barak pengungsian. Ini menciptakan kedalaman dalam interpretasi dan merangsang pemikiran kritis.

Puisi "Pangeran Pengungsi" karya Sosiawan Leak adalah sebuah karya yang memprovokasi pemikiran tentang penderitaan, ketidaksetaraan, dan konflik dalam masyarakat. Dengan menggunakan kontras antara dunia fantasi dan realitas, puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang perbedaan yang tajam antara kehidupan yang sering kita alami dan kenyataan pahit yang dihadapi oleh para pengungsi. Puisi ini mengundang empati dan pemikiran tentang bagaimana kita dapat lebih peka terhadap penderitaan sesama.

Sosiawan Leak
Puisi: Pangeran Pengungsi
Karya: Sosiawan Leak

Biodata Sosiawan Leak:
  • Sosiawan Leak (nama asli Sosiawan Budi Sulistyo) lahir pada tanggal 23 September 1967 di Kampung Somadilagan, Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia.
© Sepenuhnya. All rights reserved.