Puisi: Kami Pergi Malam-Malam (Karya W.S. Rendra)

Puisi "Kami Pergi Malam-Malam" mengundang pembaca untuk merenungkan kondisi sosial, moralitas, dan spiritualitas dalam masyarakat.
Kami Pergi Malam-Malam

Malaikat penjagaku mengetuk jendela
dari sorga sehati dengan daku
berdua satu tempaan.

Kami sama-sama menuruni malam
bulan terpancang kedinginan.

Malam dibungkam kabut tipis
sepinya seperti topeng yang gaib.
Dan di sini terpancar suara-suara yang paling murni
keras dan tajam seperti dinginnya tiang listrik.

Dunia, sorga, neraka
semua bicara di sini.

Kami sama-sama menuruni malam
sampai di satu lorong dibungai perempuan.
Perempuan-perempuan susu layu dirapikan
mata kuyu dibinarkan pulasan.

Mereka kuda-kuda yang dihalau dari padang subur
menerjunkan diri ke rimba-rimba
yang makin menggila oleh kegelapan.

Mereka yang dikutuki wanita gereja
dipalingkan dari harapan surga.
Dosa apa pada mereka?
Hai, nyonya-nyonya, dosa apa?
mereka mendapat kehitaman itu
waktu dipingsankan mata mereka.

Kita mulyakan almarhum bunga bangsa
dan mereka bunga-bunga hitam yang masih ada nyawa
begitu rendahkah mereka
di bawah tulang-belulang bunga bangsa?

Mereka bicara dalam kuyu mata mereka
mereka bicara dalam dusta lemah mereka
tapi wanita-wanita terhormat tidak tahu
mereka dijauhi harapan surga
dan timbul nafsu lelaki.

Malaikat penjaga merangkul daku
kami berlutut dan berkata: Haleluya!
karena kami lihat Tuhan menciumi kening mereka
kuda-kuda yang dihalau dari padang subur.

Sumber: Mimbar Indonesia (November, 1955)

Analisis Puisi:
Puisi "Kami Pergi Malam-Malam" karya W.S. Rendra adalah sebuah karya yang penuh dengan gambaran-gambaran yang kuat dan simbolisme yang mendalam. Dalam puisi ini, Rendra membawa pembaca melalui perjalanan malam yang gelap dan melibatkan pertanyaan-pertanyaan tentang keadilan, moralitas, dan kemanusiaan.

Gambaran Malam yang Gelap: Dengan menggambarkan malam yang ditutupi oleh kabut tipis dan dinginnya bulan, Rendra menciptakan suasana yang misterius dan suram. Kabut dan kegelapan malam menjadi latar bagi perjalanan spiritual dan moral yang digambarkan dalam puisi ini.

Malaikat Penjaga dan Pertemuan Spiritual: Malaikat penjaga yang mengetuk jendela pembicara menjadi simbol perlindungan dan kehadiran spiritual. Pertemuan antara pembicara dan malaikat ini menandakan sebuah perjalanan spiritual atau kesadaran akan keadilan dan kebenaran.

Perempuan-perempuan Susu Layu: Rendra menggambarkan gambaran perempuan-perempuan yang tersisihkan dan terpinggirkan dalam masyarakat. Mereka dianggap sebagai "bunga-bunga hitam" yang tidak diakui oleh bangsa atau masyarakat mereka, dan bahkan dijauhi dari harapan surga.

Tema Keadilan Sosial dan Moralitas: Puisi ini menyentuh tema keadilan sosial dan moralitas yang kuat. Rendra menyoroti ketidakadilan yang dialami oleh perempuan-perempuan yang tersisihkan dan pertanyaan tentang moralitas manusia dalam memperlakukan sesama.

Harapan dan Kesadaran Spiritual: Meskipun gambaran kegelapan dan ketidakadilan, puisi ini menawarkan harapan dan kesadaran akan kehadiran spiritual yang melindungi dan menyatukan semua makhluk. Malaikat penjaga yang merangkul pembicara menggambarkan harapan akan keadilan dan belas kasihan.

Puisi "Kami Pergi Malam-Malam" mengundang pembaca untuk merenungkan kondisi sosial, moralitas, dan spiritualitas dalam masyarakat. Dengan penggunaan gambaran yang kuat dan simbolisme yang mendalam, W.S. Rendra menyoroti kompleksitas kehidupan manusia dan tantangan yang dihadapi dalam menegakkan keadilan dan martabat kemanusiaan.

Puisi W.S. Rendra
Puisi: Kami Pergi Malam-Malam
Karya: W.S. Rendra

Biodata W.S. Rendra:
  • W.S. Rendra lahir pada tanggal 7 November 1935 di Surakarta (Solo), Jawa Tengah.
  • W.S. Rendra meninggal dunia pada tanggal 6 Agustus 2009 (pada usia 73 tahun) di Depok, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.