Puisi: Lelaki Mabuk dan Rembulan (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Lelaki Mabuk dan Rembulan" karya Diah Hadaning menggambarkan perjalanan emosional seorang lelaki yang terperangkap dalam kehausan, ....
Lelaki Mabuk dan Rembulan (1)

Berapa laut telah kau teguk
tak juga sirna dahaga
berapa selat kau hisap hari ini
semakin haus, menyiksa jiwa yang bara
sebenarnya
tak raga yang bicara dan menuntut
tapi kerontang jiwa
yang hilang ruh kearifan
jadi belenggu abadi bagi diri.

Makin gering kemarau bulan Agustus
makin liar sulur-sulur hasrat purbamu
menarikan bias rembulan pesisirku
jangan usik biarkan semesta terus menari
biarkan kata-kata bernyanyi sendiri
lagu yang bukan lagumu
tapi tembang pesisiran 
yang kugubah sepanjang windu.

Lelaki Mabuk dan Rembulan (2)

Kenapa kau biarkan kendali
dicuri matahari petang tadi.

Sementara sungai selat dan laut
kau biarkan mabuk langit
menolak pigura dan tepis sentuhmu
ketika orang-orang di lapangan
turunkan bendera menimang unggun
kau biarkan bumi memaku tubuhmu
kau mabuk debu mabuk batu
rembulan pun tak lagi menapa
meski kau puji warna emasnya.

Kenapa kau biarkan kendali
dicuri matahari petang tadi.

Jepara, Agustus 2003

Analisis Puisi:

Puisi "Lelaki Mabuk dan Rembulan" karya Diah Hadaning adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan perjalanan emosional seorang lelaki yang terperangkap dalam kehausan, kehilangan kendali, dan kebingungan tentang arah hidupnya. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan imaji yang mendalam, penyair menghadirkan gambaran yang kompleks tentang keadaan batin sang lelaki.

Metafora tentang Dahaga dan Kehausan: Penyair menggunakan metafora laut sebagai simbol dari dahaga yang tak kunjung sirna. Lelaki dalam puisi ini digambarkan seperti seorang yang mabuk, mencoba untuk memuaskan kehausannya dengan mencari pengalaman yang mungkin tidak memberikan kepuasan yang sebenarnya. Selat dan laut yang dihisap adalah gambaran dari usaha sang lelaki untuk menemukan pemenuhan, tetapi semakin dia mencoba, semakin haus dan menyiksa jiwanya.

Konflik Antara Keinginan dan Realitas: Penyair menunjukkan konflik antara keinginan dan realitas dalam kehidupan sang lelaki. Meskipun dia mungkin menginginkan pemenuhan dan kepuasan, realitas yang dia hadapi membuatnya semakin terperangkap dalam kebingungan dan kehilangan kendali. Rembulan di pantai menjadi simbol dari keinginan yang tak tercapai dan kehampaan yang terus menghantuinya.

Kehilangan Kendali dan Kehampaan: Penyair menyoroti kehilangan kendali sang lelaki atas hidupnya sendiri. Dia tampaknya kehilangan kendali atas dirinya sendiri, seperti yang terlihat ketika dia membiarkan kendali dicuri oleh matahari petang. Keadaan emosionalnya yang terombang-ambing tergambar dalam gambaran mabuk langit dan kehilangan kendali atas dirinya sendiri.

Ketidakpastian dan Kebingungan: Puisi ini mencerminkan ketidakpastian dan kebingungan sang lelaki dalam mencari makna dan tujuan hidupnya. Meskipun dia mencoba untuk menemukan pemenuhan, dia terjebak dalam lingkaran kehausan dan kebingungan yang semakin memperumit situasinya.

Dalam puisi "Lelaki Mabuk dan Rembulan", Diah Hadaning menghadirkan gambaran yang kuat tentang keadaan emosional seorang lelaki yang terperangkap dalam kehausan, kehilangan kendali, dan kebingungan tentang arah hidupnya. Melalui penggunaan bahasa yang kuat dan imaji yang mendalam, penyair berhasil menciptakan sebuah karya sastra yang memikat dan menggugah pembaca untuk merenungkan tentang kehidupan dan keadaan batin manusia.

"Puisi: Lelaki Mabuk dan Rembulan (Karya Diah Hadaning)"
Puisi: Lelaki Mabuk dan Rembulan
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.