Puisi: Penagih Utang (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Penagih Utang" karya Joko Pinurbo menggambarkan pertemuan satir antara seorang penagih utang yang miskin dengan seorang peminjam uang yang kaya
Penagih Utang


Penagih utang itu datang tengah malam.
Ia duduk dengan sopan, kedua tangan ditangkupkan,
baju batiknya yang murahan tampak terlalu kedodoran
untuk tubuhnya yang kurus dan kusam.

“Langsung saja, ada perlu apa?” aku menghentak.
Ia terperangah, badannya mengkerut, dan kopiahnya
yang longgar seakan bergeser dari letaknya.
“Maaf, kalau tidak salah ini sudah jadwalnya.”
“Jadwal bayar utang, maksudnya? Sabarlah, saya sedang
banyak keperluan. Bapak lihat sendiri brankas saya
sedang ludas, kolam renang belum selesai saya perbaiki,
toilet baru akan saya lapisi emas, isteri belum sempat
saya tambah lagi. Mohon pengertian sedikitlah!”

Tamu itu berkali-kali minta maaf, kemudian permisi.
Sebelum meninggalkan pintu, ia sempat berbisik
di telingaku: “Tidak bikin keranda emas sekalian Pak?”
“Dasar rakyat!” dalam hati aku mengumpat.

Entah mengapa, setiap kali melayat orang meninggal
aku selalu melihat penagih utang itu menyelinap
di tengah kerumunan. Ia suka mengangguk, tersenyum,
namun saat akan kutemui sudah tak ada di tempatnya.
Tahu-tahu ia muncul di kuburan, melambaikan tangan,
dan ketika kudatangi tiba-tiba raib entah ke mana.

Dan orang kaya yang banyak utang itu akhirnya
mati mendadak persis saat sedang mencoba keranda emas
yang baru saja selesai dibuat oleh ahlinya.
Mewakili para pelayat, bapak tua berbaju batik itu tampil
menyampaikan kata-kata belasungkawa.
Dalam sambutan singkatnya antara lain ia mengatakan
bahwa kematian tragis almarhum tetap tidak dapat
menebus utang-utangnya. Namun ia mengajak hadirin
untuk mendoakan arwahnya, memaafkan segala salahnya,
syukur-syukur bersedia ikut menanggung utang-utangnya.


2001

Sumber: Celana Pacarkecilku di Bawah Kibaran Sarung (2007)

Analisis Puisi:
Puisi "Penagih Utang" karya Joko Pinurbo adalah sebuah kritik sosial yang tajam terhadap kesenjangan sosial dan moralitas dalam masyarakat. Dalam puisi ini, penyair menggambarkan pertemuan satir antara seorang penagih utang yang miskin dengan seorang peminjam uang yang kaya.

Konflik Sosial: Puisi ini membawa pembaca ke dalam konflik sosial antara yang kaya dan yang miskin. Penagih utang, yang mewakili kelas pekerja atau masyarakat miskin, datang menagih utang dari peminjam uang yang kaya. Pertemuan ini menciptakan ketegangan sosial yang diungkapkan dalam pertukaran kata-kata dan ekspresi penagih utang.

Kritik Terhadap Kekayaan dan Keangkuhan: Peminjam uang dalam puisi ini digambarkan sebagai individu yang sangat kaya dan sombong. Dia memiliki brankas emas, kolam renang, toilet mewah, dan isteri yang banyak. Gambaran ini menciptakan kesan bahwa peminjam uang hidup dalam kemewahan yang berlebihan dan keangkuhan. Puisi ini secara tajam mengkritik perilaku seperti itu, menggambarkan ketidakpedulian terhadap utang yang belum dibayar.

Ironi dalam Kepergian Penagih Utang: Ironi dalam puisi ini terletak pada fakta bahwa penagih utang, yang seharusnya mewakili keadilan sosial, malah menerima penolakan dan ejekan dari peminjam uang yang kaya. Peminjam uang bahkan menyindirnya dengan pertanyaan tentang pembuatan keranda emas. Namun, pada akhirnya, penagih utang memiliki pengaruh yang lebih besar daripada yang mungkin terlihat.

Ketidakadilan Sosial: Puisi ini juga mencerminkan ketidakadilan sosial dalam masyarakat. Orang kaya, meskipun memiliki kekayaan yang berlimpah, masih memiliki utang yang belum terbayar. Hal ini menunjukkan bahwa kekayaan tidak selalu sejalan dengan moralitas, dan ketidakadilan sosial dapat ditemukan di mana-mana.

Puisi "Penagih Utang" adalah karya satir yang mengkritik ketidakadilan sosial, kekayaan yang berlebihan, dan keangkuhan. Dalam kisah singkat ini, penyair memperlihatkan bagaimana konflik antara kaya dan miskin bisa menghasilkan ironi dan menggambarkan ketidakadilan dalam masyarakat. Ini adalah pengingat tentang pentingnya keadilan sosial dan moralitas dalam kehidupan kita.

Puisi: Penagih Utang
Puisi: Penagih Utang
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.