Puisi: Kucing Berwarna Biru (Karya Afrizal Malna)

Puisi: Kucing Berwarna Biru Karya: Afrizal Malna
Kucing Berwarna Biru


Sudah tiga malam ini seekor kucing sakit, selalu tidur 
di depan pintu rumah saya. Ia mengeluh dan mengerang.
 
Suaranya seperti keluar dari rumpun gelap di halaman
 
rumah. Kadang seperti makhluk halus yang sedang
 
membuat perjanjian dengan pohon nangka di halaman
 
rumah saya. Orang bilang kucing itu kena teluh. Saya
 
mencoba mengusirnya. Tetapi kucing itu menatap saya
 
seperti mata ibu saya. Katanya, dirinya adalah roh saya
 
sendiri yang sedang sakit. Ia mohon agar bisa tidur
 
dalam kamar saya. Saya tak tega mengusir kucing itu.

Bulu-bulunya seperti kenangan saya pada kasih sayang.

Malam berikutnya saya mulai terganggu. Keluhnya 
berbau darah. Ia mulai menginap dalam pikiran saya.
 
Setiap malam, seperti ada rumpun gelap dalam diri saya,
 
menyerupai kucing yang sakit itu. Suara gaib di depan
 
pintu. Setiap malam, seperti ada pohon nangka yang
 
berjalan-jalan dalam tubuh saya, menyerupai kucing
 
yang mengaku sebagai roh saya yang sedang sakit itu.
 
Akhirnya saya membunuh kucing itu. Menjerat lehernya
 
dengan tali plastik. Matanya seperti kematian yang
 
mengetuk kaca jendela.

Besok pagi saya temukan mulut, telinga dan lubang
 hidung kucing itu telah mengeluarkan tanah, berwarna
 
merah. Rumput-rumput tumbuh di atasnya. Saya lihat
 
ikan-ikan juga telah berenang dalam perut dan tengkorak
 
kepalanya. Dan seperti seluruh surat kabar, matahari
 
tidak terbit pagi itu.


1997

Sumber: Kalung dari Teman (1999)

Analisis Puisi:
Yang menarik dari puisi "Kucing Berwarna Biru" karya Afrizal Malna adalah atmosfer yang gelap dan misterius yang diciptakan melalui penggambaran kucing yang sakit dan keadaannya yang semakin mempengaruhi penyair.

Pertama, puisi ini menggunakan gambaran tentang kucing yang sakit untuk menciptakan suasana yang menekan dan menyeramkan. Kucing tersebut tidur di depan pintu rumah penyair dan mengeluh dengan suara yang terdengar seperti keluar dari rumpun gelap. Hal ini menciptakan gambaran yang gelap dan misterius, menggambarkan suasana yang tidak nyaman dan tidak stabil.

Kemudian, puisi ini juga menggambarkan keterkaitan antara kucing yang sakit dengan penyair. Kucing tersebut mengaku sebagai roh penyair yang sedang sakit dan memohon untuk tidur dalam kamar penyair. Ini menciptakan perasaan ketidakpastian dan kebingungan, serta menggambarkan konflik internal yang dialami penyair terhadap keberadaan kucing tersebut.

Selanjutnya, puisi ini mencapai puncak ketegangan ketika penyair memutuskan untuk membunuh kucing tersebut. Tindakan ini menambahkan elemen kekerasan dan tragedi dalam cerita. Kematian kucing tersebut digambarkan dengan gambaran yang intens, seperti matanya yang seperti kematian yang mengetuk kaca jendela. Ini menciptakan atmosfer yang suram dan penuh dengan konsekuensi yang menghantui penyair.

Akhir puisi menggambarkan efek yang menyeramkan dari kematian kucing tersebut. Mulut, telinga, dan hidung kucing mengeluarkan tanah berwarna merah, dan tumbuhan dan ikan tumbuh di dalamnya. Gambaran ini menciptakan perasaan tidak nyaman dan mengganggu, menekankan dampak yang mengerikan dari tindakan yang diambil oleh penyair.

Secara keseluruhan, puisi "Kucing Berwarna Biru" karya Afrizal Malna menarik karena mampu menciptakan atmosfer yang gelap, misterius, dan menyeramkan melalui penggambaran kucing yang sakit dan perasaan penyair yang terpengaruh oleh keberadaannya. Puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan tentang kegelapan dan konsekuensi yang mungkin timbul dari tindakan yang kita ambil.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Kucing Berwarna Biru
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.