Puisi: Mendoakan Khatib Jumat Agar Mendoakan (Karya Taufiq Ismail)

Puisi "Mendoakan Khatib Jumat Agar Mendoakan" karya Taufiq Ismail mengkritik kurangnya perhatian dalam doa dan khutbah Jumat terhadap berbagai ...
Mendoakan Khatib Jumat
Agar Mendoakan


Berminggu-minggu debu Galunggun menyusupi kota-kota
Beratus-ribu saudara kita jatuh sengsara
Di Kalimantan berjuta hektar hutan terbakar
Asapnya menutup Asia Tenggara, apinya berbulan menjalar-jalar
Aku masuk sebuah masjid suatu Jum’at tengah hari
Tak kudengar khatib mendoakan mereka

Ada perang panjang di Palestina, Kashmir, Afghanistan dan Filipina Selatan
Beratus-ratus perempuan, lelaki dan kanak-kanak digilas penderitaan
Di atas Baghdad pesawat pembom menderu berminggu-minggu
Membuat puing dan kawah di tengah kota, mencecerkan bahan mesiu
Aku masuk sebuah masjid suatu Jum’at tengah hari
Tak kudengar khatib mendoakan mereka
Tak kudengar qunut nazilah dibacakan imam pada raka’at kedua

Banjir besar melanda Jawa Tengah, pesisir sebelah utara
Banjir paling dahsyat Bangla Desh melanda desa-desa yang papa
Gempa bumi menggoyang Flores, Liwa dan Gamalama
Beratus dan beribu orang tercabut nyawa, punah dalam nafkah
Aku masuk sebuah mesjid suatu Jum'at tengah hari
Tak kudengar khatib mendoakan mereka

Berjuta penduduk yang miskin dicekik permainan judi
Beribu warung menderetkan beratus-ratus botol alkohol
Saudara kita yang tak berpunya semakin tertelungkup miskin
Mereka bukannya pemalas, cuma sempit dalam rezeki
Aku masuk sebuah masjid suatu Jum’at tengah hari
Tak kudengar khatib mendoakan mereka

Marsinah dibunuh, masuk kubur, keluar kubur dan lagi masuk kubur
Siapa itu yang digusur, digusur dan lagi-lagi digusur
Upah kerja yang sangat rendah, tebing tergelincir kufur
Saudara kita yang melarat tergelepar, makin tertelungkup miskin
Aku masuk sebuah masjid suatu Jum’at tengah hari
Mengapa tak kudengar khatib mendoakan mereka
Mengapa khatibku tak pernah mendoakan ummat yang miskin tertindas itu?

Dua tahun derita Bosnia, dua puluh ribu perempuan diperkosa
Dua ratus mati, dua juta manusia mengungsi
Dan seminggu Bihac dihancur-luluhkan sementara dunia bisu
Gunung Merapi meletus, lahar mengalir, awan panas menjalar-jalar
Badai api menggeletar, mayat-mayat saudara kita hangus terbakar
Aku masuk sebuah masjid suatu Jum'at tengah hari
Tak kudengar khatib mendoakan mereka
Mana itu qunut nazilah pada raka'at kedua

Berbulan ekonomi ambruk, lima belas juta kehilangan kerja
Tangan-tangan menggapai harga, menggantung di awan sana
Lapar dan sengsara tak pulih dibarut dengan kata-kata
Ibu-ibu berdemo susu bayi di depan hutan yang terbakar kembali
Aku masuk sebuah masjid suatu Jum'at tengah hari
Tak kudengar qunut nazilah dibaca, penolak bala penyeka air mata
Tak kudengar khatib menghibur
Berjuta-juta umat yang menganggur

Aku mencoba menarik nafas dalam-dalam
Dadakku nyeri, paru-paruku sesak dijepit tulang-dada
Sumpek, mampat, di ruang sempit hampa ukhuwah
Begini sajalah
Aku ingin kita sama-sama berdoa
Mendoakan khatib-khatib setiap sebelum shalat Jum'at
Agar mereka tidak lupa mendoakan penderitaan umat manusia
Ummat yang jauh, terutama umat yang dekat
Supaya kita bisa
Supaya aku bisa
Ikut
Mengaminkannya.


1991, 1995, 1997

Sumber: Malu (Aku) Jadi Orang Indonesia (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Mendoakan Khatib Jumat Agar Mendoakan" karya Taufiq Ismail adalah sebuah karya sastra yang mengajak pembaca untuk merenungkan ketidaksensitifan terhadap penderitaan umat manusia yang terjadi di berbagai belahan dunia. Puisi ini secara tajam mengkritik kurangnya perhatian dalam doa dan khutbah Jumat terhadap berbagai penderitaan yang terjadi di dunia.

Penggambaran Penderitaan di Seluruh Dunia: Puisi ini mencatat berbagai penderitaan yang terjadi di berbagai tempat di dunia, termasuk bencana alam, konflik, kemiskinan, dan penggusuran. Penyair dengan jelas menggambarkan berbagai kejadian tragis ini, seperti kebakaran hutan di Kalimantan, perang di berbagai wilayah, bencana alam, dan kesulitan ekonomi yang melanda banyak orang.

Kritik Terhadap Ketidakpedulian: Puisi ini mengungkapkan ketidakpedulian terhadap penderitaan umat manusia di dunia. Penyair menyoroti bahwa dalam khutbah Jumat dan doa yang dilakukan di masjid-masjid, seringkali penderitaan ini tidak mendapat perhatian yang seharusnya. Hal ini menciptakan gambaran tentang ketidakpedulian dan keterasingan dari masalah-masalah sosial yang penting.

Pemanggilan untuk Perubahan: Puisi ini mengajak pembaca untuk berpikir dan bertindak. Penyair mengusulkan agar khatib-khatib Jumat mendoakan umat manusia yang menderita di seluruh dunia, termasuk yang jauh maupun yang dekat. Ini merupakan panggilan untuk meningkatkan kesadaran dan kepedulian terhadap penderitaan manusia dan untuk mengingatkan bahwa sebagai umat manusia, kita semua berkewajiban untuk merespons penderitaan tersebut.

Simbolisme dalam Kata-Kata: Puisi ini menggunakan simbolisme dalam kata-katanya. Misalnya, kata "qunut nazilah" merujuk pada doa yang dibaca ketika umat Islam menghadapi bencana atau musibah. Penggunaan kata ini menyiratkan bahwa doa semacam itu sering kali absen dalam khutbah Jumat dan doa di masjid-masjid.

Pesan Kesetaraan dan Kemanusiaan: Puisi ini menekankan kesetaraan dan kemanusiaan yang harus diperjuangkan oleh semua umat manusia. Penyair menyoroti berbagai penderitaan tanpa memandang asal usul atau kepercayaan agama, menekankan bahwa kita semua berbagi tanggung jawab untuk mengatasi penderitaan tersebut.

Bahasa yang Kuat dan Emosional: Taufiq Ismail menggunakan bahasa yang kuat dan emosional dalam puisi ini untuk menyampaikan pesannya. Kata-katanya menyiratkan rasa frustasi dan kekecewaan terhadap ketidakpedulian terhadap penderitaan umat manusia.

Dengan puisi "Mendoakan Khatib Jumat Agar Mendoakan," Taufiq Ismail mengingatkan kita akan pentingnya peduli terhadap penderitaan manusia di seluruh dunia dan mengajak kita untuk berdoa dan bertindak bersama-sama untuk mengatasi masalah tersebut. Puisi ini merangsang perasaan kemanusiaan dan kesadaran akan peran kita dalam meringankan penderitaan sesama manusia.

Puisi Taufiq Ismail
Puisi: Mendoakan Khatib Jumat Agar Mendoakan
Karya: Taufiq Ismail

Biodata Taufiq Ismail:
  • Taufiq Ismail lahir pada tanggal 25 Juni 1935 di Bukittinggi, Sumatera Barat.
  • Taufiq Ismail adalah salah satu Sastrawan Angkatan '66.
© Sepenuhnya. All rights reserved.