Puisi: Guru yang Tak Mengerti Bumbu Dapur (Karya Acep Syahril)

Puisi "Guru yang Tak Mengerti Bumbu Dapur" menyoroti ketidaksesuaian antara harapan masyarakat terhadap pendidikan dan kenyataan ketidakmengertian ...
Guru yang Tak Mengerti Bumbu Dapur


guru kami ada karena dibutuhkan negara karena negara menginginkan
rasa aman lalu guru kami belajar memahami dan menyelesaikan tiap
persoalan tapi kadang mereka lupa bumbu dapur seperti kemiri buah pala
bunga lawang laos dan kapol mereka tau kembang gula tapi tak faham logika
padahal kami lebih menginginkan daun mengkudu karena sejak dulu
kami cuma minta dikirim keadilan tapi selalu saja mereka paketkan kecemasan
akhirnya kami marah pada negara tapi anehnya negara malah mengirim kami
ke penjara sungguh sebenarnya kami bingung karena guru kami kenyataannya
tak pernah mengajarkan kami untuk memiliki rasa aman dan sejak itu
kami tak mau celaka seperti guru.


Indramayu, 2011

Analisis Puisi:
Puisi "Guru yang Tak Mengerti Bumbu Dapur" karya Acep Syahril menyoroti paradoks dalam hubungan antara guru, negara, dan masyarakat. Dengan memanfaatkan metafora bumbu dapur, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan peran guru dalam mendidik dan menjaga keadilan.

Metafora Bumbu Dapur: Metafora bumbu dapur digunakan sebagai simbol untuk mengekspresikan kekurangan dalam pendidikan yang diberikan oleh guru. Kemiri, buah pala, bunga lawang, laos, dan kapol mewakili elemen-elemen penting yang seringkali diabaikan atau terlupakan dalam proses pendidikan.

Kritik terhadap Sistem Pendidikan: Puisi ini menciptakan gambaran kritis terhadap sistem pendidikan yang terkadang fokus pada keamanan dan penyelesaian persoalan tanpa memahami esensi keadilan. Ketidakpahaman guru terhadap "logika" dan harapan masyarakat menggambarkan kesenjangan dalam tujuan pendidikan.

Ironi dan Paradoks: Ironi muncul melalui kontras antara keinginan masyarakat untuk keadilan dengan penyaluran kecemasan yang diberikan oleh negara dalam bentuk penjara. Paradoks ini menyoroti ketidaksesuaian antara harapan dan realitas dalam pendidikan dan keamanan yang diberikan oleh negara.

Ketidakmengertian Guru: Puisi ini mengeksplorasi ketidakmengertian guru terhadap kebutuhan mendasar masyarakat. Penekanan pada daun mengkudu sebagai permintaan sederhana yang diinginkan oleh masyarakat menggambarkan ketidaktahuan guru terhadap kebutuhan esensial yang diharapkan.

Penolakan terhadap Celaka: Penolakan terhadap "celaka seperti guru" menciptakan refleksi bahwa masyarakat tidak ingin mengalami nasib yang sama dengan guru yang, meskipun memiliki pengetahuan, tidak mampu memahami kebutuhan sebenarnya.

Keluh Kesah dan Kritik Sosial: Puisi ini bukan hanya keluh kesah, tetapi juga merupakan bentuk kritik sosial terhadap paradigma pendidikan dan sistem keamanan yang tidak selalu sesuai dengan kebutuhan masyarakat.

Bahasa Sederhana dan Langsung: Acep Syahril menggunakan bahasa yang sederhana dan langsung, memperkuat kesan kejujuran dan ketulusan dalam menyampaikan kritiknya. Pemilihan kata yang tegas memberikan dampak yang lebih kuat pada pembaca.

Secara keseluruhan, puisi "Guru yang Tak Mengerti Bumbu Dapur" menyoroti ketidaksesuaian antara harapan masyarakat terhadap pendidikan dan kenyataan ketidakmengertian guru terhadap kebutuhan esensial. Puisi ini mengundang pembaca untuk merenung tentang peran pendidikan dalam menciptakan keadilan sosial.

"Puisi: Guru yang Tak Mengerti Bumbu Dapur (Karya Acep Syahril)"
Puisi: Guru yang Tak Mengerti Bumbu Dapur
Karya: Acep Syahril
© Sepenuhnya. All rights reserved.