Puisi: Koran Pagi (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Koran Pagi" menggunakan simbol, ironi, dan gambaran sehari-hari, Joko Pinurbo berhasil menciptakan puisi yang menggugah perasaan dan ....
Koran Pagi


Koran pagi masih mengepul di atas meja.
Wartawan itu belum juga menyantapnya.
Ia masih tertidur di kursi setelah seharian
digesa-gesa berita. Seperti biasa,
untuk melawan pening ia menepuk kening.
Lolos dari deadline, ia terlelap. Capeknya lengkap.

Tahun-tahun memutih pada uban yang letih.
Entah sudah berapa orang peristiwa, berapa ya,
melintasi jalur-jalur waktu di kerut wajah.
Ke suaka ingatan mereka hijrah.

Almarhum bapaknya sebenarnya tak suka ia
susah-susah jadi reporter. Lebih baik jadi artis
yang kerjanya diuber-uber wartawan.
Ibunya berharap ia jadi dokter agar dapat
merawat tubuhnya sendiri yang sakit-sakitan.

Siang itu, bersama teman-teman sekelasnya,
ia sedang berlatih mengarang. Semantara
kawan-kawannya sibuk bermain kata, ia bengong saja
sambil menggigit-gigit pena meskipun bu guru
berkali-kali mengingatkan bahwa cara terbaik
untuk mulai menulis adalah menulis.

Entah bagaimana mulanya, tiba-tiba terjadi
kebakaran. Bu guru dan murid-muridnya segera
berhamburan keluar. Belakangan beredar kabar
bahwa gedung sekolahnya sengaja dibakar
komplotan perusuh berlagak pahlawan. Saat itu
situasi memang sedang rawan, penuh pergolakan.

Tanpa menghiraukan bahaya, bocah bego itu
malah sibuk mencari-cari pena yang terjatuh
dari meja. Bu guru nekad menyusulnya,
sementara api makin berkobar dan semua panik:
jangan-jangan mereka ikut terbakar.

Setelah pensiun, bu guru yang pintar itu sibuk
mengurus kios koran kebanggaannya.
Sedangkan muridnya yang suka bengong kini
sedang lelap di kursi, matanya setengah terbuka.
Koran pagi masih mengepul di atas meja.

2003

Sumber: Selamat Menunaikan Ibadah Puisi (2016)

Analisis Puisi:
Puisi sering kali menjadi medan eksplorasi untuk menyelidiki lapisan emosi, kenangan, dan realitas hidup. Puisi "Koran Pagi" karya Joko Pinurbo bukanlah pengecualian.

Tema Keseharian dan Kegelisahan: Puisi ini membuka dengan gambaran harian seorang wartawan yang terjaga oleh koran pagi di atas meja. Namun, segera terungkap bahwa wartawan tersebut belum menyantap koran itu, terlalu lelah setelah berita seharian. Tema keseharian seorang wartawan membawa pembaca ke dalam kegelisahan dan kepenatan yang dialami oleh individu ini dalam menjalankan tugasnya.

Simbol Koran Pagi: Koran pagi dalam puisi ini bukan hanya sekadar benda fisik, melainkan simbol dari beban tugas dan informasi yang harus dihadapi oleh seorang wartawan. Kegelapan yang disebabkan oleh tidak membaca koran tersebut menciptakan nuansa ironi, di mana seorang yang bekerja untuk menyajikan informasi belum memiliki cukup waktu untuk mengkonsumsinya sendiri.

Tema Penuaan dan Kenangan: Puisi ini menciptakan gambaran penuaan melalui gambar uban yang letih. Wartawan dan orang-orang yang telah melintasi "jalur-jalur waktu di kerut wajah" menjadi saksi bisu dari perjalanan hidup yang panjang. Tema kenangan dan ingatan yang hijrah ke suaka mewarnai suasana puisi dengan keharuan dan keindahan.

Harapan Orang Tua dan Realitas Kehidupan: Puisi ini menyentuh tentang perbedaan antara harapan orang tua dan realitas kehidupan. Almarhum bapak yang tidak ingin anaknya menjadi wartawan, lebih mengharapkan dia menjadi artis. Ibunya, di sisi lain, berharap dia menjadi dokter untuk merawat tubuh yang sakit. Kontras antara harapan orang tua dan realitas pilihan hidup menciptakan kompleksitas karakter dalam puisi ini.

Kehidupan di Sekolah dan Kebijakan Sosial: Puisi ini menyelipkan cerita masa sekolah, di mana seorang murid tengah berlatih mengarang. Kebakaran yang terjadi menggambarkan situasi sosial yang rawan dan penuh pergolakan. Penggambaran seorang bocah yang lebih sibuk mencari pena daripada menyelamatkan diri sendiri memberikan gambaran ironis dan mengajak pembaca untuk merenung tentang nilai-nilai dan prioritas dalam kehidupan.

Puisi "Koran Pagi" bukan sekadar sekumpulan kata-kata, melainkan jendela menuju kompleksitas dan keindahan kehidupan. Dengan menggunakan simbol, ironi, dan gambaran sehari-hari, Joko Pinurbo berhasil menciptakan puisi yang menggugah perasaan dan memotret realitas kehidupan. Puisi ini adalah undangan untuk merenung, mengenang, dan merasakan kedalaman emosi yang tersemat di balik setiap baris kata.

Puisi: Koran Pagi
Puisi: Koran Pagi
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.