Puisi: Agustus dalam Elegi (Karya Diah Hadaning)

Puisi "Agustus dalam Elegi" karya Diah Hadaning adalah sebuah penggambaran yang menggugah tentang seorang perempuan yang penuh dengan kehilangan ...
Agustus dalam Elegi


Seorang perempuan
dengan bendera di pangkuan
terus menulis kata di udara
dengan jemari mulai gemetaran.

Aku waktu yang tak membaca waktu
aku arus yang tak membaca arus
aku bunga yang tak membaca bunga
aku musim yang tak membaca musim
agustus terus menggerus
jiwa terbakar hangus
tanpa wangi ratus 
aku titah tanpa rajah
aku api tanpa cahaya
aku laut tanpa ombak
aku badik tanpa tajam
agustus jadi arus
minuman jadi darah
trotoar jadi getah.

Seorang perempuan
dengan bendera di pangkuan
terus merasakan kehilangan 
saat jemari mulai gemetaran.

Bogor, Agustus 1998

Analisis Puisi:
Puisi "Agustus dalam Elegi" karya Diah Hadaning adalah sebuah penggambaran yang menggugah tentang seorang perempuan yang penuh dengan kehilangan dan rasa kebingungan. Melalui penggunaan imaji dan metafora yang kuat, penyair berhasil menyampaikan suasana hati yang hampa dan penuh kebingungan pada bulan Agustus.

Simbolisme Bendera: Puisi ini dimulai dengan gambaran seorang perempuan yang memegang bendera di pangkuannya dan menulis kata-kata di udara. Bendera dalam puisi ini mungkin menjadi simbol cita-cita, harapan, atau semangat yang dipegang erat oleh perempuan ini. Namun, ketika jemarinya mulai gemetaran, hal ini menandakan ketidakstabilan dan kecemasan yang dirasakannya.

Waktu dan Arus: Penyair menggunakan kata-kata yang kuat untuk menggambarkan ketidaksadaran dan ketidakberdayaan perempuan ini terhadap waktu dan arus kehidupan. Ia merasa seperti arus yang tidak dapat membaca arahnya sendiri, musim yang tidak mengenali musim, dan waktu yang tidak dapat membaca waktunya. Hal ini mencerminkan kehampaan dan perasaan terombang-ambing dalam kehidupannya.

Kehilangan dan Kehampaan: Perempuan dalam puisi ini merasakan kehilangan dan kehampaan yang mendalam. Ketika jemarinya gemetaran, itu menunjukkan ketidakmampuannya untuk mengatasi kesedihan dan kekosongan yang dirasakannya. Ia merasakan bahwa jiwa terbakar hangus tanpa meninggalkan wangi atau ratus. Ia merasa seperti titah tanpa rajah, api tanpa cahaya, laut tanpa ombak, dan badik tanpa tajam, yang semuanya mencerminkan kekosongan dan ketidakberdayaannya.

Agustus sebagai Metafora: Agustus dalam puisi ini tidak hanya mewakili bulan secara harfiah, tetapi juga menjadi metafora bagi situasi perempuan tersebut. Agustus di sini digunakan sebagai lambang kesedihan, kehampaan, dan kekosongan yang ia rasakan.

Puisi "Agustus dalam Elegi" karya Diah Hadaning menggambarkan perempuan yang penuh dengan kehilangan, kebingungan, dan kekosongan. Melalui simbolisme bendera, waktu, dan Agustus, penyair berhasil menghadirkan gambaran perasaan yang mendalam dari perempuan tersebut. Puisi ini menggugah perasaan dan pemikiran pembaca tentang ketidakberdayaan dan kehampaan yang mungkin dialami oleh seseorang dalam kehidupan yang sulit.

Puisi: Agustus dalam Elegi
Puisi: Agustus dalam Elegi
Karya: Diah Hadaning
© Sepenuhnya. All rights reserved.