Puisi: Tak Sepadan (Karya Chairil Anwar)

Puisi "Tak Sepadan" karya Chairil Anwar menggambarkan perasaan kehampaan, ketidakadilan, dan kesendirian yang dialami oleh seseorang yang merasa ...
Tak Sepadan

Aku kira:
Beginilah nanti jadinya
Kau kawin, beranak dan berbahagia
Sedang aku mengembara serupa Ahasvéros.

Dikutuk-sumpahi Eros
Aku merangkaki dinding buta
Tak satu juga pintu terbuka.

Jadi baik juga kita padami
Unggunan api ini
Karena kau tidak 'kan apa-apa
Aku terpanggang tinggal rangka.

Februari, 1943

Sumber: Kerikil Tajam dan Yang Terampas dan Yang Putus (1949)

Analisis Puisi:
Puisi "Tak Sepadan" karya Chairil Anwar adalah karya sastra yang penuh dengan kesedihan dan ketidakmampuan untuk mencapai kebahagiaan yang diharapkan. Dalam puisi ini, Chairil Anwar menggambarkan perasaan terpanggangnya seseorang yang merasa tidak sebanding dengan kehidupan yang diimpikan atau yang dialami oleh orang lain.

Impian yang Terlupakan: Di bait pertama, Chairil Anwar menggambarkan perasaan terjebaknya seseorang dalam kehidupan yang tidak sesuai dengan harapannya. Ia mengira bahwa kehidupan akan membawanya pada kebahagiaan seperti yang diimpikannya, tetapi ternyata tidak.

Ketidakcocokan dengan Harapan: Penyair menyatakan bahwa dirinya dan orang lain memiliki takdir yang berbeda. Sementara orang lain dapat menikmati kebahagiaan keluarga dan kehidupan yang mapan, dirinya terombang-ambing seperti Ahasvéros, tokoh dalam mitologi Yahudi yang terhukum untuk hidup abadi dan merana.

Eros: Ungkapan "Dikutuk-sumpahi Eros" menunjukkan bahwa penyair merasa terasing dan tersisih dalam urusan cinta. Dihantui oleh kutukan cinta, ia merasa terjebak dan terhempas oleh kekuatan yang tak terelakkan.

Terpanggang di Dinding Buta: Metafora ini mencerminkan perasaan terjebak dan tidak memiliki arah dalam hidup. Seseorang mencoba untuk mencari jalan keluar, tetapi tidak ada pintu yang terbuka baginya.

Pemerkosaan oleh Takdir: Chairil Anwar menggambarkan situasi di mana seseorang merasa terpinggirkan oleh takdir atau nasibnya sendiri. Ia merasa bahwa kehidupannya adalah sebuah penderitaan dan kesengsaraan.

Perasaan Tidak Sepadan: Penyair menyatakan bahwa dirinya tidak sebanding dengan kehidupan yang diimpikan atau dialami oleh orang lain. Ia merasa terpanggang dan tersisih, sementara orang lain dapat menikmati kebahagiaan dan kepuasan.

Simbolisme Api dan Rangka: Metafora "Unggunan api ini" dan "Aku terpanggang tinggal rangka" menunjukkan kehancuran dan keputusasaan. Api dapat melambangkan kehancuran atau kegagalan, sedangkan rangka mencerminkan kekosongan atau kehampaan dalam kehidupan.

Melalui puisi "Tak Sepadan", Chairil Anwar menggambarkan perasaan kehampaan, ketidakadilan, dan kesendirian yang dialami oleh seseorang yang merasa tidak sebanding dengan kehidupan yang diimpikan atau yang dialami oleh orang lain. Puisi ini menyiratkan sebuah pesan tentang penderitaan dan ketidakmampuan untuk mencapai kebahagiaan yang diharapkan.

Chairil Anwar
Puisi: Tak Sepadan
Karya: Chairil Anwar

Biodata Chairil Anwar:
  • Chairil Anwar lahir di Medan, pada tanggal 26 Juli 1922.
  • Chairil Anwar meninggal dunia di Jakarta, pada tanggal 28 April 1949 (pada usia 26 tahun).
  • Chairil Anwar adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45.
© Sepenuhnya. All rights reserved.