Puisi: Bunga dan Tembok (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Bunga dan Tembok" karya Wiji Thukul menggambarkan perlawanan dan keyakinan terhadap penguasa yang sewenang-wenang dan tindakan penindasan.
Bunga dan Tembok


seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak
kaukehendaki tumbuh
engkau lebih suka membangun
rumah dan merampas tanah

seumpama bunga
kami adalah bunga yang tak
kaukehendaki adanya
engkau lebih suka membangun
jalan raya dan pagar besi

seumpama bunga
kami adalah bunga yang
dirontokkan di bumi kami sendiri

jika kami bunga
engkau adalah tembok
tapi di tubuh tembok itu
telah kami sebar biji-biji
suatu saat kami akan tumbuh bersama
dengan keyakinan: engkau harus hancur!

dalam keyakinan kami
di mana pun - tirani harus tumbang!


Solo, 1987-1988

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Bunga dan Tembok" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya sastra yang menggambarkan perlawanan dan keyakinan terhadap penguasa yang sewenang-wenang dan tindakan penindasan. Melalui metafora bunga dan tembok, puisi ini mengilustrasikan konflik antara keinginan untuk tumbuh dan berkembang dengan hambatan yang diberikan oleh penguasa.

Metafora Bunga dan Tembok: Puisi ini menggunakan metafora bunga dan tembok untuk mewakili dua kelompok yang berbeda: kaum penguasa (tembok) dan rakyat yang ditekan (bunga). Bunga melambangkan kehidupan, pertumbuhan, dan keindahan, sementara tembok melambangkan pembatasan, penindasan, dan kekuatan yang menghalangi. Metafora ini memvisualisasikan konflik antara dua kepentingan yang bertentangan.

Penindasan dan Kekuasaan: Puisi ini menggambarkan bagaimana penguasa memprioritaskan kepentingan mereka sendiri, seperti membangun rumah, jalan raya, dan pagar besi, bahkan jika itu berarti merampas tanah dan ruang hidup kaum bawah. Dalam hal ini, tembok melambangkan simbol kekuasaan yang dibangun oleh penguasa untuk mengendalikan dan menindas rakyat.

Perlawanan dan Ketahanan: Puisi ini menunjukkan bahwa, walaupun bunga-bunga (rakyat) ditekan dan "dirontokkan di bumi kami sendiri," semangat perlawanan dan keyakinan tetap ada. Biji-biji yang ditanamkan oleh bunga-bunga tersebut mewakili semangat perlawanan yang terus tumbuh dan berkembang di tengah penindasan, dengan tujuan menghancurkan tembok penindasan yang dibangun oleh penguasa.

Keyakinan akan Kehancuran Tirani: Puisi ini mengutip keyakinan rakyat bahwa penguasa yang berkuasa dengan tirani harus tumbang. Metafora tembok yang harus hancur menggambarkan harapan akan akhir dari penindasan dan kekuasaan yang sewenang-wenang. Semangat perlawanan muncul dengan keyakinan bahwa pada akhirnya kekuatan tirani akan runtuh dan rakyat akan mendapatkan kebebasan dan keadilan.

Puisi "Bunga dan Tembok" karya Wiji Thukul adalah sebuah pernyataan perlawanan dan semangat melawan penindasan. Dengan menggunakan metafora bunga dan tembok, puisi ini menyampaikan pesan bahwa walaupun penguasa membangun tembok untuk menindas dan membatasi, semangat perlawanan dan keinginan untuk kebebasan akan tetap tumbuh dan berkembang di antara rakyat yang tertindas. Puisi ini mengajak untuk menghancurkan tembok tirani dan memperjuangkan keadilan dan kebebasan.

Puisi: Bunga dan Tembok
Puisi: Bunga dan Tembok
Karya: Wiji Thukul


Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
  • Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.