Puisi: Kucing, Ikan Asin dan Aku (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Kucing, Ikan Asin, dan Aku" karya Wiji Thukul bukan hanya sekadar cerita tentang pertarungan fisik, tetapi juga cerminan dari perjalanan ...
Kucing, Ikan Asin dan Aku

Seekor kucing kurus
menggondol ikan asin
laukku untuk siang ini

Aku meloncat
kuraih pisau
biar kubacok dia
biar mampus!

Ia tak lari
tapi mendongak
menatapku
tajam

Mendadak
lunglai tanganku
aku melihat diriku sendiri

Lalu kami berbagi
kuberi ia kepalanya
(batal nyawa melayang)
aku hidup
ia hidup
kami sama-sama makan.

14 Oktober 1996

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:

Puisi "Kucing, Ikan Asin, dan Aku" karya Wiji Thukul adalah sebuah karya yang menggambarkan kehidupan dalam konteks sederhana namun sarat makna.

Pertarungan Hidup dan Kemanusiaan: Puisi ini menggambarkan pertarungan hidup antara manusia, kucing, dan ikan asin. Ketika kucing mencuri ikan asin, sang penyair, atau "aku," bereaksi dengan kemarahan yang memuncak. Namun, saat dia siap membunuh kucing, dia terpaku oleh tatapan tajam kucing yang membuatnya merenung.

Empati dan Kemanusiaan: Meskipun awalnya penuh kemarahan dan keinginan untuk membunuh, penyair akhirnya menyadari kehadiran empati dan kemanusiaan. Tatapan tajam kucing membuatnya memahami esensi kehidupan dan penderitaan bersama, yang mengubah sudut pandangnya.

Pengorbanan dan Kebersamaan: Saat penyair memutuskan untuk berbagi ikan asin dengan kucing, itu menunjukkan pengorbanan dan kebersamaan. Meskipun awalnya berada dalam situasi konflik, tindakan ini mencerminkan pemahaman yang lebih dalam akan keterkaitan semua makhluk hidup dan kebutuhan dasar untuk bertahan hidup.

Simbolisme Kucing dan Ikan Asin: Kucing dan ikan asin menjadi simbol kehidupan dan kebutuhan dasar. Kehadiran kucing yang kurus menggambarkan kehidupan yang keras dan perjuangan untuk bertahan hidup, sementara ikan asin adalah lambang sumber makanan yang diinginkan.

Gaya Bahasa: Wiji Thukul menggunakan bahasa yang sederhana namun kuat dalam puisi ini. Deskripsi yang singkat namun padat menggambarkan momen-momen intens dalam kisah ini, menangkap perubahan emosional dan pemahaman yang dialami oleh penyair.

Pesan Kemanusiaan: Puisi ini mengajak pembaca untuk merenung tentang makna kemanusiaan, empati, dan pengorbanan. Pesan yang disampaikan menyoroti pentingnya saling pengertian dan solidaritas dalam menghadapi tantangan kehidupan.

Dengan demikian, puisi "Kucing, Ikan Asin, dan Aku" bukan hanya sekadar cerita tentang pertarungan fisik, tetapi juga cerminan dari perjalanan emosional dan pemahaman yang mendalam tentang kemanusiaan dan kehidupan.

Puisi Kucing, Ikan Asin dan Aku
Puisi: Kucing, Ikan Asin dan Aku
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul lahir di Solo, Jawa Tengah, pada tanggal 26 Agustus 1963.
  • Nama asli Wiji Thukul adalah Wiji Widodo.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.