Puisi: Sajak Suara (Karya Wiji Thukul)

Puisi "Sajak Suara" karya Wiji Thukul mengeksplorasi tema kebebasan berbicara, pemberontakan terhadap ketidakadilan, dan pentingnya suara.
Sajak Suara

Sesungguhnya suara itu tak bisa
diredam
mulut bisa dibungkam
namun siapa mampu menghentikan
nyanyian bimbang
dan pertanyaan-pertanyaan dari lidah
jiwaku

Suara-suara itu tak bisa dipenjarakan
di sana bersemayam kemerdekaan
apabila engkau memaksa diam
aku siapkan untukmu:
pemberontakan!

Sesungguhnya suara itu bukan
perampok
yang ingin merayah hartamu
ia ingin bicara
mengapa kau kokang senjata
dan gemetar ketika suara-suara itu
menuntut keadilan?

Sesungguhnya suara itu akan
menjadi kata
ialah yang mengajari aku bertanya
dan pada akhirnya tidak bisa tidak
engkau harus menjawabnya
apabila engkau tetap bertahan
aku akan memburumu seperti
kutukan!

Sumber: Aku Ingin Jadi Peluru (2000)

Analisis Puisi:
Puisi "Sajak Suara" karya Wiji Thukul adalah karya sastra yang kuat dan penuh makna. Dalam puisi ini, penyair mengeksplorasi tema kebebasan berbicara, pemberontakan terhadap ketidakadilan, dan pentingnya suara individu dalam masyarakat.

Kekuatan Suara: Puisi ini dibuka dengan pernyataan bahwa suara tidak dapat diredam dan bahwa meskipun mulut bisa dibungkam, suara bimbang dan pertanyaan dalam jiwa seseorang tidak dapat dihentikan. Ini adalah panggilan kepada kekuatan suara sebagai alat ekspresi yang kuat dalam mengungkapkan perasaan, pikiran, dan aspirasi individu.

Kemerdekaan Berbicara: Puisi ini menekankan bahwa suara-suara tersebut tidak bisa dipenjarakan karena di situlah kemerdekaan bersemayam. Penyair menolak pemaksaan diam dan menyarankan bahwa jika ada yang mencoba menghentikan suara-suara ini, maka akan muncul pemberontakan. Ini menggambarkan tekad untuk melawan penindasan dan menegaskan hak untuk berbicara dan berpendapat.

Suara sebagai Pembela Keadilan: Penyair menekankan bahwa suara bukanlah perampok yang ingin meraih harta, tetapi suara ingin bicara tentang ketidakadilan yang ada. Pertanyaan mengapa seseorang harus mengangkat senjata dan gemetar ketika suara-suara itu menuntut keadilan adalah sebuah tantangan terhadap mereka yang berkuasa. Ini adalah seruan untuk mendengarkan suara-suara ini dan meresponsnya dengan adil.

Suara sebagai Tantangan: Puisi ini mengatakan bahwa suara akan menjadi kata dan mengajari untuk bertanya. Ini mencerminkan kekuatan suara sebagai agen perubahan sosial yang mendorong pertanyaan kritis. Penyair menekankan bahwa suara-suara ini akan memaksa orang untuk memberikan jawaban atas pertanyaan-pertanyaan tersebut. Ini adalah panggilan untuk bertanggung jawab atas tindakan dan kebijakan yang mungkin bertentangan dengan keadilan.

Ancaman dan Kutukan: Puisi ini berakhir dengan ancaman bahwa jika suara-suara ini tidak dihargai dan dijawab, maka penyair akan memburu seperti kutukan. Ini adalah peringatan tentang potensi konsekuensi jika keadilan dan kebebasan berbicara diabaikan.

Puisi "Sajak Suara" oleh Wiji Thukul adalah suatu pernyataan kuat tentang pentingnya suara individu dalam masyarakat, keberanian untuk melawan ketidakadilan, dan kemampuan suara untuk mendorong perubahan. Puisi ini menantang pembaca untuk merenungkan arti pentingnya kebebasan berbicara dan bagaimana suara individu dapat menjadi alat perubahan yang kuat dalam mencapai keadilan dan perubahan sosial.

Wiji Thukul
Puisi: Sajak Suara
Karya: Wiji Thukul

Biodata Wiji Thukul:
  • Wiji Thukul (nama asli Wiji Widodo) lahir pada tanggal 26 Agustus 1963 di Solo, Jawa Tengah.
  • Wiji Thukul menghilang sejak tahun 1998 dan sampai sekarang tidak diketahui keberadaannya (dinyatakan hilang dengan dugaan diculik oleh militer).
© Sepenuhnya. All rights reserved.