Puisi: Berpikir tentang Maut (Karya Kriapur)

Puisi "Berpikir tentang Maut" menggambarkan perjalanan manusia melalui kehidupan dan kematian dengan bahasa yang kaya dan simbolisme yang mendalam.
Berpikir tentang Maut


Hanya sebuah jendela, sewaktu selalu dipermainkan angin
Dan kau tak bisa lagi memberi warna gerimis
Serigala bersarang dalam darahku, di kepala ada sebuah kota
Yang hancur oleh tatapan mata bulan
Perempuan dan kanak-kanak berteriak di sepanjang jalan
Minta kesunyian dan air dari mimpiku yang mawar

Ini rumah penjara, kata matahari
Yang mulai membusuk di tengah-tengah onggokan sampah
Lalu burung membuat hujan di sudut malam
Bulan tak lagi bergantung di langit pengembaraannya

Dan hanya sebuah jendela, waktu mencuat, nafas memberat
dari penjuru tidur, tanah terpampang gambar-gambar
Antara ada dan tiada.

Solo, 1983

Sumber: Horison (Agustus, 1984)

Analisis Puisi:
Puisi "Berpikir tentang Maut" karya Kriapur adalah karya sastra yang menyajikan gambaran tentang pemikiran manusia terhadap kematian dan kehidupan. Puisi ini penuh dengan imaji dan bahasa yang mendalam, mengajak pembaca untuk merenung tentang eksistensi dan perjalanan hidup.

Jendela sebagai Simbol Keterbatasan: Pembukaan puisi dengan "Hanya sebuah jendela" mungkin merujuk pada keterbatasan manusia untuk melihat dan memahami realitas yang sebenarnya. Jendela dapat menjadi simbol batasan penglihatan atau pemahaman terhadap kehidupan dan kematian.

Permainan Angin dan Warna Gerimis: "Selalu dipermainkan angin" menciptakan gambaran tentang permainan alam yang tidak bisa diatur manusia. "Warna gerimis" bisa menggambarkan suasana dan perasaan, tetapi manusia tidak dapat mengontrolnya. Ini menciptakan nuansa ketidakpastian dan keterbatasan kontrol manusia terhadap kehidupan.

Serigala dalam Darah dan Kota yang Hancur: Serigala dalam darah dan kota yang hancur melibatkan elemen kebinasaan dan kehancuran. Simbol serigala dapat merujuk pada kekuatan alam atau kekuatan kegelapan yang ada dalam diri manusia. Kota yang hancur menciptakan citra kehancuran oleh kekuatan alam atau bencana.

Tatapan Mata Bulan: Tatapan mata bulan menciptakan gambaran atmosfer misterius dan magis. Bulan sering kali dianggap sebagai simbol kehidupan dan kematian, serta pengamat yang tak berwujud. Tatapan mata bulan mungkin merujuk pada pandangan ilahi atau takdir yang mengawasi manusia.

Teriakan Perempuan dan Kanak-Kanak: Teriakan perempuan dan kanak-kanak menambahkan dimensi emosional pada puisi. Mereka meminta kesunyian dan air dari mimpiku yang mawar, menciptakan suasana kepedihan dan keinginan untuk ketenangan.

Rumah Penjara dan Matahari yang Membusuk: Rumah penjara dapat diartikan sebagai keterbatasan atau hambatan dalam kehidupan. "Matahari yang membusuk" menciptakan citra kemunduran atau kematian, menggambarkan siklus alamiah dan kehancuran.

Burung dan Bulan yang Tak Lagi Bergantung: Burung yang membuat hujan dan bulan yang tak lagi bergantung menciptakan gambaran perubahan dan ketidakpastian. Mungkin merujuk pada siklus alam dan perubahan dalam hidup manusia.

Nafas dari Penjuru Tidur dan Tanah Terpampang Gambar-Gambar: "Tanah terpampang gambar-gambar" menciptakan citra visual yang kaya. Nafas dari penjuru tidur menciptakan gambaran tentang kehidupan yang menghembuskan energi dan imajinasi ke dalam realitas.

Antara Ada dan Tiada: Pernyataan "Antara ada dan tiada" menciptakan ambivalensi dan perasaan ketidakpastian. Ini dapat merujuk pada batas antara kehidupan dan kematian, materi dan spiritualitas, atau antara eksistensi dan ketidak-eksistensi.

Puisi "Berpikir tentang Maut" menggambarkan perjalanan manusia melalui kehidupan dan kematian dengan bahasa yang kaya dan simbolisme yang mendalam. Kriapur menciptakan suasana misterius dan reflektif yang mengajak pembaca untuk merenungkan makna kehidupan dan kematian.

Puisi: Berpikir tentang Maut
Puisi: Berpikir tentang Maut
Karya: Kriapur

Biodata Kriapur:
  • Kriapur (akronim dari Kristianto Agus Purnomo) lahir pada tahun 1959 di Solo.
  • Kriapur meninggal dunia pada tanggal 17 Februari 1987 dalam sebuah kecelakaan lalu lintas yang terjadi di Batang, Pekalongan, Jawa tengah.
© Sepenuhnya. All rights reserved.