Puisi: Jendela Ibu (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Jendela Ibu" karya Joko Pinurbo menggambarkan perjalanan emosional dan spiritual seorang individu yang merenungkan kehadiran ibu melalui ...
Jendela Ibu

Waktu itu saya sedang mencari taksi untuk pulang.
Entah dari arah mana munculnya, seorang sopir taksi
tahu-tahu sudah memegang tangan saya,
meminta saya segera masuk ke dalam taksinya.

Saya duduk di jok belakang membelakangi kenangan.
Harum rindu membuat saya ingin lekas tiba di rumah,
minum kopi bersama senja di depan jendela.

Ia sopir yang periang. Saat taksi dihajar kemacetan,
ia bernyanyi-nyanyi sambil menggoyang-goyangkan
kepalanya yang gundul. Tambah parah macetnya
tambah lantang nyanyinya, tambah goyang kepalanya.

Sopir taksi tentu tak tahu, saya tak punya jendela
yang layak dipersembahkan kepada senja. Jendela saya
seperti hati saya: dingin, muram, ringkih, takut
melihat senja tersungkur dan terkubur di cakrawala.

Lama-lama saya mengantuk, kemudian tertidur.
Taksi memasuki jalanan mulus dan lengang, melintasi
deretan bangunan tua dengan jendela-jendela
yang tertawa. Di tepi jalan berjajar pohon cemara.
Di ranting-ranting cemara bertengger burung gereja.

Laju taksi tiba-tiba melambat. Taksi berhenti
di depan kedai kopi. "Mari ngopi dulu, Penumpang,"
ujar sopir taksi. "Baiklah, Sopir," saya menyahut,
"aku berserah diri menuruti panggilan kopi."

Di kedai kopi telah berkumpul beberapa sopir taksi
beserta penumpang masing-masing. Mereka dilayani
seorang perempuan tua yang keramahannya membuat
orang ingin datang lagi ke kedainya. "Urip iki mung
mampir ngopi," ucapnya seraya menghidangkan
secangkir kopi di hadapan saya, lalu menepuk-nepuk
pundak saya. Wajahnya yang damai dan matanya
yang hangat segera mengingatkan saya pada ibu.

Saya terbangun setelah sopir taksi menepuk-nepuk
pundak saya. Ah, taksi sudah sampai di depan rumah.
Setelah saya membayar ongkos dan mengucapkan
terima kasih, Sopir tersenyum dan berkata, "Selamat
bertemu senja di depan jendela, Penumpang."

Saya berterima kasih kepada ibu yang diam-diam
telah mengirimkan sebuah jendela kecil untuk saya.
Paket jendela saya temukan di beranda. Saya tidak
pangling dengan jendela itu. Jendela tercinta
yang kacanya bisa memancarkan beragam warna.

Ibu suka duduk di depan jendela itu malam-malam.
Cahaya langit memantul biru pada kaca jendela.
Ketika malam makin mekar dan sunyi kian semerbak,
ibu melantunkan tembang Asmaradana dan mata ibu
sesekali terpejam. Ibu menyanyikan tembang itu
berulang-ulang sampai anak-anaknya tertidur lelap.

Saya pasang jendela kiriman ibu di dinding kamar.
Cahaya hitam pekat membalut kaca jendela. Perlahan
muncullah cahaya remang diiringi suara burung
dan gemercik air sungai. Jendela saya buka, lalu saya
duduk tenang ditemani secangkir kopi. Saya dan kopi
terperangah ketika cahaya berubah terang. Tampaklah
di seberang sana sungai kecil yang mengalir jernih
di bawah langit senja. Di tepi sungai ada batu besar.
Saya lihat sopir taksi saya sedang duduk bersila di atas
batu besar itu, mengidungkan tembang Asmaradana
kesukaan ibu. Kepalanya yang gundul berkilauan.

2016

Sumber: Buku Latihan Tidur (2017)

Analisis Puisi:
Puisi "Jendela Ibu" karya Joko Pinurbo menggambarkan perjalanan emosional dan spiritual seorang individu yang merenungkan kehadiran ibu melalui pengalaman naik taksi. Dengan menggabungkan elemen perjalanan fisik dan batin, puisi ini mengajak pembaca merenung tentang kehadiran ibu, kenangan, dan simbol-simbol yang mewakili hubungan antara seorang anak dan ibunya.

Perjalanan Fisik dan Spiritual dalam Taksi

Motif Perjalanan dan Pencarian Identitas: Puisi dimulai dengan gambaran seorang penumpang taksi yang sedang mencari taksi untuk pulang. Motif perjalanan ini menciptakan latar belakang bagi perjalanan fisik dan spiritual sang penumpang. Pencarian taksi bisa diartikan sebagai pencarian identitas atau makna dalam hidup.

Sopir Taksi sebagai Pendamping Perjalanan Hidup: Sopir taksi menjadi karakter yang kuat dalam puisi ini. Kesopanan dan keramahan sopir tersebut membentuk ikatan emosional dengan penumpang. Sopir tak hanya menjadi pengemudi, tetapi juga figur yang membawa kehangatan dan keceriaan, menciptakan nuansa yang kontras dengan kegelapan dan ketakutan dalam hati sang penumpang.

Kedai Kopi sebagai Tempat Berkumpul dan Berkisah: Kedai kopi menjadi tempat berkumpul dan berkisah, di mana penumpang taksi diajak untuk menikmati secangkir kopi dan berbagi cerita. Kehangatan tempat ini menciptakan momen sosial yang membantu sang penumpang untuk melepaskan ketegangan dan menemukan kenyamanan dalam berbagi.

Kehadiran Ibu dalam Metafora dan Simbolisme

Jendela sebagai Metafora Hati dan Perasaan Ibu: Ibu dihadirkan melalui metafora jendela. Jendela menjadi simbol hati dan perasaan ibu yang begitu dalam dan kompleks. Pemilihan kata seperti "dingin, muram, ringkih, takut" menjelaskan perasaan ibu, menciptakan gambaran yang penuh warna tentang kehidupan ibu yang penuh dengan nuansa.

Tembang Asmaradana sebagai Simbol Cinta Ibu: Tembang Asmaradana yang dinyanyikan oleh ibu menjadi simbol cinta dan kehadiran ibu dalam kehidupan sang penumpang. Tembang ini tidak hanya sebagai lagu, tetapi juga sebagai pengantar tidur yang membawa kedamaian dan kenangan.

Jendela sebagai Medium Komunikasi Spiritual: Jendela menjadi medium komunikasi spiritual antara ibu dan anak, walaupun terpisah oleh jarak fisik. Cahaya langit yang memantul biru pada kaca jendela menciptakan gambaran spiritual yang indah dan membuka ruang bagi kehadiran ibu yang tak terhingga.

Puisi "Jendela Ibu" menciptakan pengalaman pembaca yang mendalam tentang kehadiran ibu, perjalanan hidup, dan momen-momen emosional. Melalui penggunaan simbolisme yang kaya dan gambaran yang indah, Joko Pinurbo mampu merangkai kata-kata sehingga mengundang pembaca untuk merenung dan merasakan kehangatan hubungan anak dan ibu.

Puisi: Jendela Ibu
Puisi: Jendela Ibu
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.