Puisi: Mendaki Bukit Doa (Karya Acep Zamzam Noor)

Puisi "Mendaki Bukit Doa" karya Acep Zamzam Noor memperlihatkan pemikiran yang mendalam tentang cinta, waktu, kenangan, dan agama.
Mendaki Bukit Doa


Cinta adalah palang kayu
Yang kupanggul dari lembah
Ke puncak bukit. Ada tetesan darah
Jejak pengusiran yang terukir
Sepanjang retakan tanah
Dan pecahan gamping

Tapi kenangan lewat dari pikiran
Dan perasaan letih. Waktu seakan mengendap
Ingatan tak ada lagi dan doa yang kuseret
Tersangkut pada baris-baris nubuat
Lalu aku membayangkan sorga
Yang penuh parodi

Cinta adalah sejumlah luka
Yang nyerinya masih kutampung
Di dada dan lambung. Tak ada yang berubah
Hanya malam yang bersekutu dengan sepi
Lalu kau dan aku tercipta kembali
Dilepas mengembara ke bumi

Tapi sejarahnya hanya mencatat adegan
Yang terjadi di luar kita. Dawat telah kering
Pena sudah patah dan doa yang kugelindingkan
Tersandung bongkahan-bongkahan batu
Yang tengah ditatah seorang rahib
Menyerupai anatomiku.


2015

Sumber: Kompas (Sabtu, 9 Juli 2016)

Analisis Puisi:
Puisi "Mendaki Bukit Doa" karya Acep Zamzam Noor adalah sebuah karya sastra yang memperlihatkan pemikiran yang mendalam tentang cinta, waktu, kenangan, dan agama. Puisi ini menciptakan gambaran yang kuat tentang perjalanan hidup dan perasaan yang rumit.

Cinta yang Menguji: Puisi ini menggambarkan cinta sebagai sesuatu yang seperti "palang kayu" yang harus "dipanggul" atau diangkat dan dijalani sepanjang perjalanan kehidupan. Cinta tidak hanya membawa kebahagiaan, tetapi juga luka dan kesulitan.

Jejak Pengusiran: Ada referensi tersembunyi tentang jejak pengusiran dalam puisi ini, yang mengacu pada kisah perjanjian Eden dalam Alkitab. Pengusiran ini bisa diartikan sebagai perpisahan, kehilangan, atau konsekuensi dari cinta.

Kenangan dan Waktu: Puisi ini menyoroti bagaimana kenangan dan waktu berdampak pada perasaan dan pemahaman kita tentang cinta. Kenangan bisa menjadi sesuatu yang mengikat kita pada masa lalu dan mempengaruhi cara kita melihat hubungan kita.

Doa dan Agama: Doa menjadi elemen penting dalam puisi ini, dengan penggunaan kata "doa" yang merujuk pada hal-hal yang penuh misteri dan keagungan. Namun, dalam puisi ini, doa juga bisa menjadi sesuatu yang kering dan terhambat oleh keterbatasan manusia.

Sorga yang Penuh Parodi: Puisi ini menghadirkan gambaran sorga yang ironis atau parodis. Hal ini mungkin merujuk pada ketidakpastian manusia tentang apa yang akan terjadi setelah kematian, atau bagaimana harapan kita mungkin tidak selalu sesuai dengan kenyataan.

Luka dan Keberlanjutan: Puisi ini menggambarkan bahwa meskipun cinta membawa luka, perasaan itu tetap ada dan berlanjut. Ada keteguhan dalam perasaan cinta yang bertahan meskipun waktu dan kehidupan yang sulit.

Puisi "Mendaki Bukit Doa" adalah puisi yang memperlihatkan pemikiran yang dalam tentang perasaan cinta, kenangan, waktu, dan aspek-aspek keagamaan. Puisi ini mengundang pembaca untuk merenungkan tentang kompleksitas hubungan manusia dengan cinta dan spiritualitas.

Acep Zamzam Noor
Puisi: Mendaki Bukit Doa
Karya: Acep Zamzam Noor

Biodata Acep Zamzam Noor:
  • Acep Zamzam Noor (Muhammad Zamzam Noor Ilyas) lahir pada tanggal 28 Februari 1960 di Tasikmalaya, Jawa Barat, Indonesia.
  • Ia adalah salah satu sastrawan yang juga aktif melukis dan berpameran.
© Sepenuhnya. All rights reserved.