Puisi: Muara (Karya Sapardi Djoko Damono)

Puisi "Muara" karya Sapardi Djoko Damono mengeksplorasi tema-tema seperti ketidakpastian, komunikasi, dan konsekuensi dari hubungan yang rusak.
Muara

Muara yang tak pernah pasti sifatnya selalu mengajak laut bercakap. Kalau kebetulan dibawanya air dari gunung, katanya, "Inilah lambang cinta sejati, sumber denyut kehidupan". Kalau hanya sampah dan kotoran yang dimuntahkan ia berkata, "Tentu saja bukan maksudku mengotori hubungan kita yang suci, tentu saja aku tak menghendaki sisa-sisa ini untukmu".

Dan ketika pada suatu hari ada bangkai manusia terapung di muara itu, di sana-sini timbul pusaran air, dan tepi-tepi muara itu tiba-tiba bersuara ribut, "Tidak! Bukan aku yang memberinya isarat ketika ia tiba-tiba berhenti di jembatan itu dan, tanpa memejamkan mata, membiarkan dirinya terlempar ke bawah dan, sungguh, aku tak berhak mengusutnya sebab bahkan lubuk-lubukku, dan juga lubuk-lubukmu, tidaklah sedalam..."

1973

Sumber: Hujan Bulan Juni (1994)

Analisis Puisi:
Puisi "Muara" karya Sapardi Djoko Damono adalah karya sastra yang menggambarkan sebuah muara dan dialog figuratif antara muara tersebut dengan laut. Puisi ini mengandung makna dan simbolisme yang dalam.

Judul Puisi: Judul "Muara" menciptakan gambaran tentang lokasi utama dalam puisi ini. Muara sering kali dianggap sebagai tempat bertemunya air sungai dengan laut atau danau. Dalam konteks puisi ini, muara digunakan sebagai simbol hubungan dan komunikasi antara dua pihak.

Muara sebagai Metafora: Muara dalam puisi ini digunakan sebagai metafora untuk hubungan antara dua individu atau dua entitas yang berbeda. Muara adalah tempat di mana air dari gunung (cinta sejati) dan sampah/kotoran (ketidaksempurnaan) bertemu, menciptakan dialog yang menarik.

Dialog Muara dengan Laut: Dialog yang digambarkan dalam puisi ini menyoroti kompleksitas hubungan manusia. Muara menggambarkan dirinya sebagai sesuatu yang tidak pernah pasti sifatnya, seperti hubungan yang selalu berubah dan tidak mudah dipahami. Laut merespons dengan berbagai cara tergantung pada apa yang dibawa oleh muara, menciptakan nuansa kehendak bebas dalam hubungan tersebut.

Simbolisme Air: Air dalam puisi ini menggambarkan berbagai aspek kehidupan dan emosi manusia. Air dari gunung menjadi lambang cinta sejati dan kehidupan, sementara sampah dan kotoran adalah simbol ketidaksempurnaan dan konflik dalam hubungan.

Bangkai Manusia: Kemunculan bangkai manusia yang terapung di muara menciptakan klimaks dalam puisi. Ini menggambarkan konsekuensi buruk dari hubungan yang rusak atau hubungan yang salah dimaknai. Bangkai manusia ini juga dapat diartikan sebagai tindakan bunuh diri, yang mungkin menjadi akibat dari konflik dalam hubungan.

Tema Ketidakpastian: Puisi ini secara keseluruhan menyoroti tema ketidakpastian dalam hubungan manusia. Ketidakpastian ini tercermin dalam muara yang "tak pernah pasti sifatnya" dan dalam reaksi laut yang bervariasi tergantung pada apa yang dibawa oleh muara.

Secara keseluruhan, puisi "Muara" adalah karya yang sarat dengan simbolisme dan makna tentang kompleksitas hubungan manusia. Dengan menggunakan muara sebagai metafora, puisi ini mengeksplorasi tema-tema seperti ketidakpastian, komunikasi, dan konsekuensi dari hubungan yang rusak.

Puisi Sapardi Djoko Damono
Puisi: Muara
Karya: Sapardi Djoko Damono

Biodata Sapardi Djoko Damono:
  • Sapardi Djoko Damono lahir pada tanggal 20 Maret 1940 di Solo, Jawa Tengah.
  • Sapardi Djoko Damono meninggal dunia pada tanggal 19 Juli 2020.
© Sepenuhnya. All rights reserved.