Puisi: Para Pengungsi dalam Tenda yang Terlalu Terang (Karya Afrizal Malna)

Puisi "Para Pengungsi dalam Tenda yang Terlalu Terang" menggambarkan kebingungan, kehilangan, dan pencarian identitas dalam kondisi sulit yang ...
Para Pengungsi dalam Tenda yang Terlalu Terang

Aku ingin bercerita padamu
suara rendah dan hati-hati di lantai goyah
wajahku tak berani menatapmu
agar kau tidak berada dalam lampu sorot siaran berita
atau sebuah titik sunyi dari sejarah yang patah
mencari bentuk akhir dari pelarian yang terus pecah
goyah, lalu setiap berita sibuk
membersihkan lantai yang berantakan

Aku ingin bercerita tanpa lampu
dalam kegelapan yang terus membantah suara yang sibuk
mencari bentuk – dan tanah yang dijarah
selimut yang basah oleh air laut – angin dingin
dan bintang-bintang sirna dalam cahayanya

Lampu aku matikan. hanya suara
apakah bahasa ikut padam. aku berbaring
mata aku pejamkan. apakah kau telah padam

Suara mobil melintas datang lagi dan pergi lagi
kenangan tanah ibu di bawah mesin perampokan masa kini
suara serangga terdengar dalam gelombang konstan
telinga membuat struktur dari keributan di luar
menjadi di dalam keributan
aku buka mataku
cahaya bulan mengabaikan bingkai jendela terakhir
membuat batas gelap dan terang
gerombolan-gerombolan di luar dan di dalam kematian

Lampu aku nyalakan. udara mengirim kenangan
lampu aku matikan. apakah cerita bisa padam
aku berbaring. mata aku pejamkan

Tetapi bisik-bisik terus menyala
gerombolan bertopeng terus merampokku
penunggang kuda dengan pedang menikam bahasa
bahkan merampok kebisuanku
apakan ruang ketika angin berhembus – (tetapi tak terlihat)
ketika waktu terus bergerak maju – (entah kemana)

Aku ingin bercerita padamu, persis seperti email yang kau tulis
untuk kami: "sebuah tempat untuk berhenti telah hilang
malam ini. dan kita siapa waktu tidur."

Sumber: Buka Pintu Kiri (2018)

Analisis Puisi:
Puisi "Para Pengungsi dalam Tenda yang Terlalu Terang" karya Afrizal Malna adalah sebuah karya yang penuh dengan kegelapan, kehilangan, dan keheningan di tengah kegaduhan yang melanda para pengungsi. Malna membawa pembaca ke dalam pengalaman para pengungsi yang hidup dalam kondisi yang sulit dan gelap, sementara dunia di sekitar mereka terus berputar dengan kehidupan yang sibuk.

Struktur dan Metafora: Puisi ini memanfaatkan metafora gelap dan terang untuk menyampaikan kontras antara ketidakterlihatan dan eksistensi yang terang-benderang dalam kehidupan sehari-hari. Penutupan dan pembukaan lampu merepresentasikan penutupan dan pembukaan ruang, kehilangan dan kehadiran, serta pertanyaan tentang kebenaran dan keheningan.

Metafora lampu yang dinyalakan dan dimatikan menggambarkan perubahan suasana hati serta upaya untuk menemukan kedamaian di tengah kekacauan. Lampu yang dinyalakan menciptakan keterang-benderangan yang memaksakan perhatian pada kehidupan sehari-hari, seakan-akan memunculkan "sejarah yang patah" yang terus dicari bentuk akhirnya.

Pengalaman Pengungsi: Pengalaman para pengungsi direpresentasikan melalui penggunaan kata-kata seperti "lantai goyah", "pelarian yang terus pecah", dan "selimut yang basah oleh air laut". Hal ini menggambarkan kehancuran dan ketidakpastian yang mereka hadapi, serta upaya untuk menemukan tempat berlindung di tengah terpaan keadaan yang keras.

Kegelapan dan Keheningan: Pada bagian "Aku ingin bercerita tanpa lampu / dalam kegelapan yang terus membantah suara yang sibuk", Malna menyoroti keheningan yang diinginkan, di mana kegelapan memungkinkan suara-suara yang tidak terdengar dalam kebisingan sehari-hari.

Kesan dan Pesan: Puisi ini membawa kesan bahwa keheningan dan kegelapan juga memiliki kehadiran yang penting dalam mengartikan pengalaman hidup. Bahasa puisi yang digunakan menciptakan gambaran kehidupan yang penuh konflik, kehilangan, dan pencarian identitas di tengah kekacauan.

Puisi "Para Pengungsi dalam Tenda yang Terlalu Terang" bukan hanya sekadar sekumpulan kata, tetapi sebuah perwujudan dari realitas pahit kehidupan para pengungsi yang terperangkap dalam kegelapan dan terangnya kehidupan. Afrizal Malna menggunakan bahasa metaforis dan imajinatif untuk menggambarkan kebingungan, kehilangan, dan pencarian identitas dalam kondisi sulit yang dihadapi oleh para pengungsi.

Puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan betapa pentingnya pengalaman manusia di tengah keadaan sulit, dan bagaimana keheningan dan kegelapan juga memiliki makna yang mendalam dalam menyuarakan kehidupan yang terpinggirkan.

Puisi Afrizal Malna
Puisi: Para Pengungsi dalam Tenda yang Terlalu Terang
Karya: Afrizal Malna

Biodata Afrizal Malna:
  • Afrizal Malna lahir pada tanggal 7 Juni 1957 di Jakarta.
© Sepenuhnya. All rights reserved.