Puisi: Masa Lalu (Karya Putu Oka Sukanta)

Puisi "Masa Lalu" karya Putu Oka Sukanta mengungkapkan pemikiran mendalam mengenai hubungan antara individu dengan masa lalu.
Masa Lalu


Bukanlah duka, ia juga bukan getir yang keruh
Bukan rindu, sesekali ya, rumah jauh yang kian menjauh
Bukan hanya album mengusang tapi tulang belakang.

Masa lalu
Pohon yang merontokkan daun-daun dendam
menguning, kering diserap serabut bumi.

Jika engkau bertanya: siapakah aku?
Kujawab singkat, tetapi kuharap engkau tidak kecewa
: Harapan.
Aku bukan Gautama yang membuang rakit setelah tak terpakai
Aku adalah Gautama yang membangun nirbana sambil mencari.

November, 2003

Sumber: Surat Bunga dari Ubud (2008)

Analisis Puisi:
Puisi "Masa Lalu" karya Putu Oka Sukanta adalah karya yang mengungkapkan pemikiran mendalam mengenai hubungan antara individu dengan masa lalu. Penyair mencoba untuk menyampaikan perasaannya tentang masa lalu melalui metafora dan bahasa yang kreatif.

Masa Lalu yang Kompleks: Puisi ini menggambarkan masa lalu sebagai sesuatu yang kompleks dan tidak selalu terkait dengan perasaan duka atau getir. Hal ini menggambarkan bahwa pengalaman masa lalu seseorang bisa mencakup beragam emosi dan pengalaman, dan tidak selalu hanya mengandung kenangan yang menyedihkan atau sakit hati.

Simbolisme Daun-Daun Dendam: Penyair menggunakan simbolisme daun-daun dendam yang merontokkan sebagai cara untuk menggambarkan perasaan individu terhadap masa lalu. Ini menciptakan gambaran visual tentang bagaimana beberapa aspek masa lalu bisa seperti daun yang gugur dan kering, yang akhirnya menjadi sebagian dari bumi.

Pertanyaan Identitas: Puisi ini menciptakan pertanyaan identitas dengan baris "Jika engkau bertanya: siapakah aku?" Hal ini menunjukkan bahwa hubungan individu dengan masa lalu seringkali berkaitan dengan pertanyaan tentang siapa diri mereka. Penyair mengekspresikan bahwa ia adalah "Harapan," yang bisa diartikan sebagai upaya untuk terus mencari pemahaman dan makna dalam pengalaman masa lalu.

Perbandingan dengan Gautama: Penyair menggunakan perbandingan dengan Gautama untuk menyampaikan perbedaan pendekatan terhadap masa lalu. Gautama Buddha dikenal karena mencari pencerahan, dan dalam puisi ini, penyair mengatakan bahwa ia adalah "Gautama yang membangun nirbana sambil mencari." Ini bisa diartikan sebagai upaya untuk membangun pemahaman yang lebih dalam tentang diri dan masa lalu sambil terus menjalani perjalanan pencarian.

Gaya Bahasa Kreatif: Penyair menggunakan gaya bahasa yang kreatif, termasuk metafora dan simbolisme, untuk mengungkapkan perasaannya tentang masa lalu. Ini menciptakan lapisan makna dalam puisi dan memungkinkan pembaca untuk merenungkan perasaan kompleks yang diungkapkan oleh penyair.

Puisi "Masa Lalu" adalah karya yang mengajak pembaca untuk merenungkan perasaan dan hubungan dengan masa lalu. Ini menciptakan gambaran yang kuat tentang bagaimana masa lalu bisa menjadi bagian integral dari identitas seseorang dan bagaimana individu dapat terus mencari pemahaman dalam pengalaman masa lalu.

"Puisi Putu Oka Sukanta"
Puisi: Masa Lalu
Karya: Putu Oka Sukanta
© Sepenuhnya. All rights reserved.