Puisi: Selat Bali (Karya Linus Suryadi AG)

Puisi "Selat Bali" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah perenungan yang indah tentang perjalanan
Selat Bali
(di atas Ferry Kintamani)

Dari Ketapang ke Gilimanuk
Matahari menyibak langit fajar
Kita berdiri di atas ferry
Mengunjungi pulau yang kawentar

Gundukan-gundukan bukit Bali
Rapat berselimut kabut tebal
Putih transparan di kejauhan
Tapi kita tahu, sebentar juga pudar

Sunyi dan kantuk masih terbawa
Bergayut di lengan-lengan kita
Dan selat tetap saja bergelora
Bagaikan hati tersimpan di balik dada

Di celah-celah bukit dan lembah
Bersemayam sisa kegelapan malam
Dinda, pernahkah kau berdiri – guyah –
Kapan sangsi hadir tanpa kawan?

Kadisobo, 25 Maret 1987

Sumber: Rumah Panggung (1988)

Analisis Puisi:

Puisi "Selat Bali" karya Linus Suryadi AG adalah sebuah perenungan yang indah tentang perjalanan fisik dan emosional melalui Selat Bali. Dengan menggunakan gambaran alam yang kuat dan penelusuran emosi yang mendalam, penyair membawa pembaca dalam perjalanan yang berarti dan merenungkan.

Perjalanan Fisik dan Metafora Kehidupan: Puisi ini dimulai dengan deskripsi perjalanan fisik dari Ketapang ke Gilimanuk, tetapi segera menyelinap ke dalam alam batin yang lebih dalam. Perjalanan fisik melintasi Selat Bali menjadi metafora bagi perjalanan kehidupan yang penuh dengan ketidakpastian dan kejutan.

Gambaran Alam yang Kuat: Penyair menggunakan gambaran alam yang kuat untuk mengekspresikan suasana dan perasaan yang terjadi selama perjalanan. Matahari yang menyibak langit fajar, bukit-bukit yang tertutup kabut, dan Selat Bali yang bergelora menjadi gambaran visual yang kuat dalam puisi ini.

Kesadaran akan Keterbatasan Waktu: Penyair menyinggung tentang ketidaktentuan dalam hidup dengan menyatakan bahwa kabut putih transparan di kejauhan akan pudar sebentar lagi. Ini mencerminkan kesadaran akan keterbatasan waktu dan perubahan yang terus-menerus terjadi dalam kehidupan.

Emosi dalam Kesunyian: Meskipun ada keindahan alam yang mempesona, puisi ini juga merenungkan keheningan dan kesunyian yang ada dalam diri. Sunyi dan kantuk yang masih terbawa dari perjalanan menjadi simbol dari ketenangan batin yang mungkin terabaikan dalam kehidupan sehari-hari.

Pertanyaan yang Menyentuh: Puisi ini mengakhiri dengan sebuah pertanyaan yang menyentuh tentang pengalaman hidup. Pertanyaan apakah pernah merasakan kesepian yang mendalam tanpa kehadiran sahabat menunjukkan kedalaman emosi dan pemikiran yang tersembunyi di dalam puisi ini.

Dengan kata-kata yang sederhana namun bermakna, puisi "Selat Bali" mempersembahkan sebuah pengalaman yang menggugah dan mendalam bagi pembaca. Melalui perjalanan fisik dan metafora kehidupan, puisi ini mengajak kita untuk merenungkan arti hidup, keindahan alam, dan kompleksitas emosi manusia yang mengiringi setiap langkah perjalanan kita.


Linus Suryadi AG
Puisi: Selat Bali
Karya: Linus Suryadi AG

Biodata Linus Suryadi AG:
  • Linus Suryadi AG lahir pada tanggal 3 Maret 1951 di dusun Kadisobo, Sleman, Yogyakarta.
  • Linus Suryadi AG meninggal dunia pada tanggal 30 Juli 1999 (pada usia 48 tahun) di Yogyakarta.
  • AG (Agustinus) adalah nama baptis Linus Suryadi sebagai pemeluk agama Katolik.
© Sepenuhnya. All rights reserved.