Puisi: Pada Airmata (Karya Nanang Suryadi)

Puisi "Pada Airmata" karya Nanang Suryadi mengajak kita untuk mempertimbangkan arti sejati dari kehidupan dan makna keberadaan dalam dunia yang ....
Pada Airmata

(kau ingin rasakan keheningan ini, seperti cucuran airmata, beterjunan kanak-kanakmu, dalam segala moyak harapan)

sudah lama aku kehilangan air mata, tangisku menjadi api menyala, jangan, jangan membuatku menangis, karena kota-kota sudah menjadi puing, kanak-kanak sudah demikian damai dalam lubang besar pemakaman,

(kau ingin rasakan kesunyian ini, seperti cucuran airmata, beterjunan aku, mencari cintamu)

sudah lama aku kehilangan cinta, tak ada yang tersisa, mungkin pada pecahan granat atau bau bensin dan pecahan botol, tiada, tiada lagi yang tersisa, kau lihat sepatuku, perhatikan, di ujungnya, ya merah dan putih, darah dan sedikit cairan otak, eh ada berhelai rambut juga

(kau ingin rasakan keindahan ini seperti cucuran airmata, beterjunan mereka, mencari cahaya)

sudah lama aku tak ada cahaya, di sini, dalam hatiku...

Cilegon, 1999

Analisis Puisi:
Puisi "Pada Airmata" karya Nanang Suryadi adalah sebuah karya yang penuh dengan gambaran-gambaran emosional dan refleksi mendalam tentang kehilangan, keheningan, dan kehampaan.

Simbolisme Airmata: Airmata menjadi simbol utama dalam puisi ini, melambangkan kesedihan, keheningan, dan kehilangan yang mendalam. Penggunaan airmata sebagai metafora menyoroti derita dan penderitaan yang dialami oleh karakter dalam puisi ini.

Kehilangan dan Kehampaan: Puisi ini menggambarkan pengalaman kehilangan yang mendalam, baik kehilangan air mata, cinta, maupun cahaya. Setiap bagian puisi mencerminkan perasaan kekosongan dan kehampaan yang dirasakan oleh karakter, serta kesulitan untuk menemukan makna dan keindahan dalam kehidupan yang penuh dengan kekerasan dan kehancuran.

Kesaksian tentang Kekerasan dan Kematian: Penggambaran kota-kota yang menjadi puing dan kanak-kanak yang damai dalam lubang pemakaman menciptakan gambaran tentang kekerasan dan kematian yang melanda masyarakat. Puisi ini menjadi sebuah kesaksian terhadap tragedi dan kekejaman yang sering kali terjadi di dunia ini.

Keputusasaan dan Keterasingan: Kehilangan air mata, cinta, dan cahaya menciptakan suasana keputusasaan dan keterasingan yang mendalam. Karakter dalam puisi ini merasa terasing dan terpencil dalam kegelapan dan kesunyian, tanpa adanya harapan atau cahaya yang menyinari jalan mereka.

Gaya Bahasa yang Menggugah: Nanang Suryadi menggunakan bahasa yang puitis namun lugas, menciptakan atmosfer yang intens dan menggugah. Penggunaan kata-kata yang padat dan gambaran-gambaran yang kuat mengundang pembaca untuk merenungkan makna yang tersembunyi di balik setiap baris puisi.

Melalui penggunaan simbolisme yang kuat dan bahasa yang menggugah, "Pada Airmata" menjadi sebuah puisi yang menggetarkan hati dan mengundang pembaca untuk merenungkan tentang penderitaan dan kehampaan dalam kehidupan manusia. Puisi ini mengajak kita untuk mempertimbangkan arti sejati dari kehidupan dan makna keberadaan dalam dunia yang sering kali penuh dengan penderitaan dan kegelapan.

Puisi
Puisi: Pada Airmata
Karya: Nanang Suryadi
© Sepenuhnya. All rights reserved.