Puisi: Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Magdalena Pariyem (Karya Joko Pinurbo)

Puisi "Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Magdalena Pariyem" karya Joko Pinurbo menghadirkan pertemuan antara dua perempuan, seorang tokoh .....
Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Magdalena Pariyem
untuk Linus Suryadi AG


Raden Ajeng Kartini terbatuk-batuk
di bawah cahaya lampu remang-remang.
Demam mulai merambat ke leher,
encok menyayat-nyayat punggung dan pinggang.
Dan angin pantai Jepara yang kering
berjingkat pelan di alis yang tenang;
di pelupuknya anak-anak kesunyian
ingin lelap berbaring, ingin teduh dan tenteram.

"Terimalah salam damaiku
lewat angin laut yang kencang, dinda.
Resah tengah kucoba.
Sepi kuasah dengan pena.
Kaudengarkah suara gamelan
tak putus-putusnya dilantunkan
di pendapa agung yang dijaga
tiang-tiang perkasa
hanya untuk mengalunkan
tembang-tembang lara?
Kaudengarkah juga
derap kereta di jauhan
datang melaju ke arah jantungku."

Kereta api hitam berderap membelah malam,
melintasi hamparan kelabu perkebunan tebu.
Kesedihan diangkut ke pabrik-pabrik gula,
di belakangnya perempuan-perempuan pemberani
berduyun-duyun mengusung matahari.

"Perahu-perahu kembara, dinda,
telah kulepas dari pantai Jepara.
Berlayarlah tahun-tahunku, mimpi-mimpiku
ke gugusan hijau pulau-pulau Nusantara.
Berlayarlah ke negeri-negeri jauh,
ke Nederland sana.
Seperti kukatakan pada Ny. Abendanon
dan Stella: ingin rasanya aku
menembus gerbang cakrawala."

Raden Ajeng Kartini terbatuk-batuk
di bawah cahaya lampu remang-remang.
Tangan masih menyurat di atas kertas.
Hati melemas pada berkas-berkas cemas.
Angin merambat lewat kain dan kebaya.
Dingin merayap hingga sanggulnya.
Dan anak-anak kesunyian bergelayutan
pada bulu matanya yang sayup,
yang mengungkai cahaya redup.

"Sering kubayangkan, dinda,
perempuan-perempuan perkasa
berbondong-bondong menyunggi matahari,
menggendong bukit-bukit tandus
di gugusan pegunungan seribu
menuju hingar-bingar pasar palawija
di keheningan langit Jogja.
Kubayangkan pula
ladang-ladang karang
dirambah, disiangi
kaki-kaki telanjang
dengan darah sepanjang zaman."

Kereta api hitam berderap membelah malam,
membangunkan si lelap dari tidur panjang.
Jari masih menulis bersama gerimis,
bersama angin dan kenangan.
Di telapak tangannya perahu-perahu dilayarkan
ke daratan-daratan hijau, negeri-negeri jauh
tak terjangkau.

"Badai, dinda,
badai menyerbu ke atas ranjang.
Kaudengarkah kini biduk mimpiku
sebentar lagi karam
di laut Rembang?"

Raden Ajeng Kartini terkantuk-kantuk
di bawah cahaya lampu remang-remang.
Demam membara, encok meruyak pula.
Dan sepasang alap-alap melesat
dari ujung pena yang luka.

1997

Sumber: Celana (1999)

Analisis Puisi:
Puisi "Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Magdalena Pariyem" karya Joko Pinurbo menghadirkan pertemuan antara dua perempuan, seorang tokoh sejarah yang terkenal, Raden Ajeng Kartini, dan seorang tokoh fiksi modern, Maria Magdalena Pariyem. Melalui penggunaan bahasa dan imaji yang mendalam, puisi ini menggambarkan perjumpaan mereka dalam waktu dan tempat yang tidak terbatas. Puisi ini mengungkapkan emosi, pengalaman, dan harapan yang menghubungkan dua jiwa perempuan ini.

Penggambaran Emosi dan Kondisi Fisik: Puisi dimulai dengan gambaran tentang Raden Ajeng Kartini yang sedang sakit dan merasa terbatuk-batuk di bawah cahaya lampu remang-remang. Demam, encok, dan rasa sakit fisik menciptakan suasana penuh ketidaknyamanan dan kelemahan. Ini juga menggambarkan kerentanannya sebagai manusia, seolah menghilangkan mitos dan mengekspos sisi manusiawi dari tokoh sejarah tersebut.

Hubungan dengan Maria Magdalena Pariyem: Pada bait-bait selanjutnya, puisi beralih untuk mengungkapkan pertemuan emosional antara Raden Ajeng Kartini dan Maria Magdalena Pariyem. Meskipun hidup dalam waktu yang berbeda, mereka terhubung melalui perasaan, mimpi, dan pengalaman. Penulis menciptakan gambaran tentang perjumpaan mereka yang membentang di sepanjang waktu dan ruang, menciptakan hubungan spiritual dan emosional.

Perempuan Perkasa dan Pengorbanan: Puisi ini menggambarkan kedua perempuan sebagai "perempuan-perempuan perkasa" yang memiliki kekuatan untuk menghadapi tantangan dan kesulitan dalam hidup mereka. Mereka digambarkan dengan kokoh dan penuh semangat, menggenggam matahari dan menggendong bukit tandus sebagai simbol pengorbanan dan ketahanan perempuan.

Impian dan Harapan: Puisi ini mengeksplorasi impian dan harapan Raden Ajeng Kartini melalui imajinasi. Dia merindukan suara gamelan yang terus mengalunkan tembang-tembang lara, serta melihat kereta api yang datang melaju ke arah hatinya. Ini menciptakan gambaran tentang kerinduan akan masa lalu dan aspirasi yang belum tercapai.

Waktu yang Melampaui Batas: Melalui penggambaran perahu-perahu yang diterbangkan dari telapak tangannya, puisi ini menciptakan gambaran tentang bagaimana waktu dan ruang melampaui batas, menghubungkan dua perempuan ini dalam pengalaman mereka yang berbeda. Waktu dan tempat menjadi bahan pembentuk hubungan yang dalam.

Keterhubungan Emosional dan Spiritual: Puisi ini menyoroti keterhubungan emosional dan spiritual yang melintasi batas waktu dan tempat. Pertemuan mereka dalam puisi menciptakan ikatan yang lebih dalam daripada hanya penampilan fisik. Ini mencerminkan kekuatan pengalaman perempuan yang serupa, bahkan di tengah perbedaan sejarah dan budaya.

Puisi "Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Magdalena Pariyem" menggambarkan pertemuan dua perempuan kuat melalui penggunaan gambaran fisik, emosi, dan imaji yang kuat. Puisi ini menggambarkan keterhubungan yang mendalam antara dua jiwa perempuan dari zaman yang berbeda, mengungkapkan perasaan, pengalaman, dan harapan yang mengikat mereka bersama dalam ikatan spiritual dan emosional.

"Puisi: Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Magdalena Pariyem (Karya Joko Pinurbo)"
Puisi: Dari Raden Ajeng Kartini untuk Maria Magdalena Pariyem
Karya: Joko Pinurbo
© Sepenuhnya. All rights reserved.