Puisi: Surat-Surat tidak Bertanda (Karya Harijadi S. Hartowardojo)

Puisi "Surat-Surat tidak Bertanda" bukan hanya mengeksplorasi pergulatan remaja, tetapi juga meresapi nuansa sejarah dan perubahan sosial.
Surat-Surat tidak Bertanda
(Dari Soem)

Remaja yang selalu sengsara
diam dalam bilik remang
Cahya lilin bergerak gelisah diam
Di tangan lembaran sejarah mengucurkan darah
Dua bintang indah menangis di dekat pagi

Pensil lagi tidak lincah menggaris
Keindahan terletak di punggung
Dari bibirmu beri aku berita
Ibukota yang dulu kita tinggal pergi
dipagari sangkur orang kulit putih
dan kirimkan tiang dari kitab lama tersimpan
untuk guru mengembara bergerilya

- Batu demi batu diletakkan tangan halus kecil mungil
dan pabila rumah akan dapat selesai?
Angin biar lalu menempuh kelam
Tak tentu arah
Bawakan abu dan debu untuk kelam
semakin hitam - jangan coba tanya
Aku tidak beri tanda
Lihat, benih ini sudah hampa
mengapung dalam air bening penyaringan.
(Aku cuma tahu:
Ada sosok tubuh mengejar bayang
Muslim yang sudah berganti sejak bulan Mei
Serigala muda sudah jadi janda
Tidak ada lagi yang setia!
Tidak ada lagi yang setia!
Bibir bergerak, kausebut satu nama
Engkau menanti, rindu tersia-sia)

Mahkota kaisar diletakkan kembali di singgasana,
dibukakan pintu penjara bagi diri sendiri
sepanjang salju tak kenal belas.

Sumber: Zenith (Juli, 1951)

Analisis Puisi:
Puisi "Surat-Surat tidak Bertanda" karya Harijadi S. Hartowardojo adalah perwakilan sastra yang memadukan pemikiran tentang pergulatan remaja dan alam sejarah. Puisi ini menawarkan gambaran mendalam tentang kompleksitas perasaan dan tantangan yang dihadapi oleh remaja, sementara juga membawa nuansa sejarah yang mengajak pembaca merenung.

Pergulatan Remaja: Puisi dibuka dengan gambaran seorang remaja yang "selalu sengsara" dan "diam dalam bilik remang." Ini menciptakan suasana misterius dan melankolis, memberikan sentuhan realitas ke dalam perasaan remaja yang seringkali kompleks dan sulit dipahami.

Imaji Lilin dan Cahaya: Imaji lilin yang "bergerak gelisah" menggambarkan ketidakstabilan dan ketidakpastian dalam pikiran remaja. Cahaya lilin yang bergerak juga mencerminkan gelombang emosi dan pertanyaan yang terus-menerus bergejolak di dalam hati mereka.

Simbolisme Dua Bintang: Penyair memasukkan elemen simbolis dengan dua bintang yang menangis "di dekat pagi." Ini bisa diartikan sebagai simbol cinta yang terhempas atau harapan yang pudar, merujuk pada perasaan kehilangan atau kekecewaan dalam hubungan.

Kritik Sosial: Puisi menyelipkan kritik sosial terhadap perubahan di ibukota yang mengarah pada pergulatan sejarah. Pembangunan oleh "orang kulit putih" yang dipagari oleh "sangkur" memberikan gambaran tentang perubahan yang terkadang disertai oleh ketidakadilan dan pertikaian.

Tantangan Pembangunan: Puisi menyajikan gambaran pembangunan rumah sebagai simbol tantangan dan pertanyaan akan sejauh mana proyek tersebut dapat terselesaikan. Ini bisa diartikan sebagai analogi terhadap pembangunan dan perubahan dalam hidup manusia.

Puisi Tidak Bertanda: Judul "Surat-Surat tidak Bertanda" memberikan kesan misterius. Tidak adanya tandatangan atau petunjuk yang jelas menciptakan aura misteri dan membiarkan pembaca membuka interpretasi mereka sendiri terhadap pesan puisi.

Penggunaan Bahasa dan Irama: Harijadi S. Hartowardojo menggunakan bahasa yang padu dan irama yang khas, menambah kekuatan dan keindahan puisi. Penggunaan metafora dan simbolisme memperkaya lapisan makna dalam karya ini.

Puisi "Surat-Surat tidak Bertanda" bukan hanya mengeksplorasi pergulatan remaja, tetapi juga meresapi nuansa sejarah dan perubahan sosial. Dengan menggunakan gambaran dan imaji yang kaya, puisi ini mengajak pembaca untuk merenungkan kompleksitas dan dinamika kehidupan, serta menyisipkan pertanyaan tentang perasaan dan tantangan yang mungkin dialami oleh setiap individu.

Harijadi S. Hartowardojo
Puisi: Surat-Surat tidak Bertanda
Karya: Harijadi S. Hartowardojo

Biodata Harijadi S. Hartowardojo:
  • Harijadi S. Hartowardojo (nama lengkap: Harjadi Sulaiman Hartowardojo / EyD: Hariyadi Sulaiman Hartowardoyo) lahir pada tanggal 18 Maret 1930 di Desa Ngankruk Kidul, Prambanan, Klaten, Jawa Tengah, Indonesia.
  • Harijadi S. Hartowardojo meninggal dunia pada tanggal 9 April 1984 di Jakarta, Indonesia (dimakamkan di Boyolali, Jawa Tengah, Indonesia).
  • Harijadi S. Hartowardojo adalah salah satu Sastrawan Angkatan 1950-an.
© Sepenuhnya. All rights reserved.