Senja Kuning Pantai Ikan
Senja kuning pantai ikan
Terapung sampan anak nelayan
Didayung luka lautan
Sulingnya sedih merintih-rintih
Lengking gelepar napas-napas ikan
Senja kuning memanggil-manggil
Perempuan tua bergegas menggigil-gigil
Turun dari bukit berlubang
Dengan tenang rambut uban
Jala dilempar tanpa amarah lautan
Gemetar hati anak nelayan:
Sudah kaulempar jalamu berulang-ulang
Kenapa tak kaudapatkan ikan-ikan?
Ikanku mati jadi tangis sulingmu
Ibu, kuberikan ikanku padamu
Aku bukan ibumu
Ibumu dalam sulingmu
Terjerat dalam jalamu
Sampan anak nelayan
Jadi permadani wangi
Terbang bersayapkan angin harapan
Mengheningkan gemuruh
Pasar nelayan yang menawarkan
Hidup dengan ikan:
Nak, kenapa kaujual jalamu
Dan bukan ikan-ikanmu
Jalaku
dan bukan ikan-ikanku
adalah hatiku
kujual kegembiraanku
kujual kesedihanku
kujual kerinduanku
pada lautan
pada ikan-ikan
pada-Mu Tuhan
sebelum senjaku ditelan malam-Mu
sebelum pantaiku dihempas amarah pasang
gelombang-Mu
1994
Sumber: Air Kata-Kata (2004)
Analisis Puisi:
Puisi "Senja Kuning Pantai Ikan" karya Sindhunata menggambarkan pemandangan senja di sebuah pantai yang dipenuhi dengan elemen kehidupan nelayan dan alam. Puisi ini tidak hanya menggambarkan gambaran fisik pantai dan aktivitas nelayan, tetapi juga menyelipkan pesan-pesan tentang kehidupan, harapan, dan kesedihan.
Gambaran Alam dan Kehidupan Nelayan: Puisi ini membawa pembaca ke sebuah pantai yang tenang di saat senja kuning menghampiri. Gambaran sampan anak nelayan yang terapung, didayung di atas luka lautan, serta suara sedih suling yang merintih menciptakan gambaran yang mendalam tentang kehidupan nelayan dan hubungannya dengan alam.
Sentuhan Emosi dan Kehidupan Manusia: Melalui penggambaran perempuan tua yang gemetar menggigil saat turun dari bukit berlubang dan melemparkan jala tanpa amarah, puisi ini menyentuh sisi emosional dan kemanusiaan. Pertanyaan yang diajukan oleh anak nelayan tentang mengapa jala dilempar berulang-ulang tanpa hasil mencerminkan keputusasaan dan kesedihan.
Simbolisme Jala dan Ikan: Jala yang terus dilemparkan tanpa hasil menjadi simbol dari upaya manusia untuk mencari nafkah dan bertahan hidup. Kemudian, saat anak nelayan memutuskan untuk menjual jala sebagai ekspresi dari kegembiraan, kesedihan, dan kerinduan pada lautan, ikan, dan Tuhan, menjadikan jala sebagai representasi dari hati dan perasaan manusia.
Pesan tentang Harapan dan Kehidupan: Meskipun penuh dengan kesedihan dan keputusasaan, puisi ini juga membawa pesan tentang harapan dan keberanian untuk terus melangkah. Sampan anak nelayan yang terbang bersayapkan angin harapan mencerminkan semangat untuk tidak menyerah meskipun menghadapi kesulitan.
Kesan Akhir tentang Alam dan Kehidupan: Puisi ini berakhir dengan gambaran senja yang menyentuh dan penuh dengan rasa haru. Pantai yang akan ditelan malam dan dihempas amarah pasang gelombang mengingatkan pembaca tentang siklus alam dan kehidupan yang terus berjalan.
Puisi "Senja Kuning Pantai Ikan" adalah sebuah puisi yang menggambarkan pemandangan alam dan kehidupan nelayan dengan gaya bahasa yang indah dan mendalam. Melalui penggambaran yang kuat dan pesan-pesan yang tersirat, puisi ini membangkitkan perasaan dan pemikiran pembaca tentang kehidupan, harapan, kesedihan, dan keindahan alam.
Puisi: Senja Kuning Pantai Ikan
Karya: Sindhunata
Biodata Sindhunata:
- Nama lengkap Dr. Gabriel Possenti Sindhunata, S.J.
- Sindhunata (juga dikenal dengan panggilan Rama Sindhu) lahir di Kota Batu, Jawa Timur, Indonesia, pada tanggal 12 Mei 1952.
- Sindhunata adalah salah satu sastrawan angkatan 1980-1990an.
