Puisi: Pernahkah Kita Percaya (Karya Darius Umari)

Puisi "Pernahkah Kita Percaya" karya Darius Umari menawarkan sebuah renungan mendalam tentang berbagai aspek kehidupan sehari-hari dan bagaimana ....
Pernahkah Kita Percaya

Pernahkah kita percaya
pada tiang-tiang listrik, lampu-lampu
yang berderet di pinggir simpang siur lalu lintas
angin pasang surut. Pernahkah kita
percaya pada bumi di bawah telapak kaki
gelindingan ban-ban mobil, roda-roda beca laju
di atas aspal basah, karena
musim hujan yang panjang melanda seluruh kota

Pernahkah kita percaya pada kemarau,
keringat yang sirami pekarangan, ruang tamu
hingga kamar tidur. Dan
dengan mesra kita pun tertidur
dalam keringat. Pernahkah
kita percaya pada mereka
burung-burung gagak, kerbau-kerbau pedati
yang 'ngajak kita beramah dalam persahabatan
yang lahir dari kelesuan dan curiga
kemanusiaan yang diklasifikasikan
jabatan dan pangkat, kebenaran
yang pencilkan nilai-nilai
martabat

Pernahkah kita percaya pada lelaki angker
yang mengacung-acungkan otot bagi pertahankan dendam
dalam diri kita
agar rasa takut pada bocah-bocah senantiasa berkuasa

Pernahkah kita percaya
pada orang-orang lumpuh
yang menyeret-nyeret tubuhnya, sambil
mendorong-dorong kaleng bekas mentega
dan memandang orang-orang yang dilintasinya
tanpa bicara apa-apa
cairan hangat dan keruh sirami tubuhnya mengkilat

Pernahkah kita percaya itu semua
kemerdekaan kita?

1969

Sumber: Horison (September, 1969)

Analisis Puisi:

Puisi "Pernahkah Kita Percaya" karya Darius Umari menawarkan sebuah renungan mendalam tentang berbagai aspek kehidupan sehari-hari dan bagaimana kita memaknai keberadaan dan peristiwa di sekitar kita. Dengan menggunakan berbagai elemen alam dan kehidupan urban, Umari mengeksplorasi konsep kepercayaan, kemanusiaan, dan kemerdekaan dalam konteks kehidupan modern yang seringkali diwarnai oleh kesenjangan sosial dan ketidakadilan.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini terdiri dari lima bait yang panjang, masing-masing mengandung pertanyaan retoris yang mendalam dan penuh makna. Penggunaan pertanyaan retoris "Pernahkah kita percaya" yang berulang di setiap bait menekankan keintiman refleksi yang diinginkan oleh penyair. Gaya bahasa yang digunakan oleh Umari adalah deskriptif dan simbolis, dengan banyak penggunaan metafora untuk menggambarkan realitas sosial dan psikologis yang kompleks.

Analisis Tematik

  1. Kepercayaan pada Kehidupan Sehari-hari: Puisi ini dimulai dengan menggambarkan elemen-elemen urban seperti tiang listrik, lampu, dan lalu lintas. Ini adalah simbol dari kehidupan sehari-hari yang sering kita abaikan namun memiliki makna dan fungsi penting. Pertanyaan apakah kita pernah percaya pada bumi di bawah kaki kita dan roda-roda yang bergerak di atas aspal basah memperlihatkan sebuah refleksi tentang kestabilan dan keteraturan yang sering kita anggap remeh.
  2. Musim dan Kehidupan: Umari kemudian berbicara tentang musim hujan dan kemarau, yang melambangkan siklus alam yang tak terhindarkan. Musim hujan yang panjang menciptakan situasi basah dan lembab di kota, sementara kemarau menggambarkan kekeringan dan kelelahan. Keduanya menggambarkan bagaimana kondisi alam mempengaruhi kehidupan manusia secara langsung, dari pekarangan hingga ruang tamu, dan bagaimana kita beradaptasi dengan kenyataan ini.
  3. Kemanusiaan dan Klasifikasi Sosial: Pada bait berikutnya, penyair mengajak kita untuk merenungkan hubungan kita dengan makhluk lain seperti burung gagak dan kerbau pedati. Di sini, ada ajakan untuk melihat persahabatan dan kemanusiaan yang mungkin lahir dari kelesuan dan kecurigaan yang diciptakan oleh klasifikasi sosial berdasarkan jabatan dan pangkat. Pertanyaan ini mengarahkan kita untuk mempertimbangkan apakah kita benar-benar memahami dan menghargai martabat setiap individu di tengah masyarakat yang sering memisahkan orang berdasarkan status.
  4. Dendam dan Ketakutan: Penyair juga menggambarkan lelaki yang mengacungkan otot untuk mempertahankan dendam, sebuah simbol kekerasan dan ketakutan yang diwariskan dari generasi ke generasi. Ini mengkritik bagaimana rasa takut bisa menjadi alat kontrol sosial yang kuat, dan bagaimana dendam pribadi bisa merusak hubungan sosial.
  5. Kemiskinan dan Ketidakadilan: Bait terakhir menghadirkan gambaran orang-orang lumpuh yang menyeret tubuh mereka di jalanan. Ini adalah simbol ketidakadilan dan ketidakberdayaan dalam masyarakat. Orang-orang ini sering diabaikan dan dilihat dengan pandangan yang penuh curiga atau kasihan, tetapi jarang dengan pemahaman yang mendalam atau upaya untuk mengubah keadaan mereka. Pertanyaan apakah kita percaya bahwa semua ini adalah bentuk dari kemerdekaan kita mengajak pembaca untuk mempertimbangkan definisi sejati dari kemerdekaan dan kesejahteraan sosial.

Simbolisme dan Makna

  1. Tiang Listrik dan Lampu Jalan: Simbol ini menunjukkan elemen-elemen yang mempertahankan kehidupan urban, yang sering kita terima begitu saja tanpa refleksi tentang pentingnya mereka.
  2. Bumi dan Roda: Menggambarkan dasar dari segala aktivitas manusia, menunjukkan stabilitas dan gerakan sebagai dua elemen penting dalam kehidupan.
  3. Musim Hujan dan Kemarau: Dua ekstrem alam yang mempengaruhi cara hidup kita, menggambarkan adaptasi dan ketahanan manusia.
  4. Burung Gagak dan Kerbau Pedati: Simbol kehidupan alami dan kerja keras, menekankan persahabatan dan kemanusiaan yang bisa lahir dari kondisi yang keras dan penuh kecurigaan.
  5. Lelaki Angker dan Orang Lumpuh: Simbol kekerasan dan ketidakadilan sosial, mengkritik cara kita menangani rasa takut dan ketidakberdayaan dalam masyarakat.
Puisi "Pernahkah Kita Percaya" karya Darius Umari adalah sebuah karya yang memaksa pembaca untuk merenungkan realitas kehidupan sehari-hari, hubungan sosial, dan makna kemerdekaan. Dengan menggunakan bahasa yang penuh simbol dan pertanyaan retoris yang kuat, Umari mengajak kita untuk melihat lebih dalam pada aspek-aspek kehidupan yang sering kita anggap remeh atau abaikan, serta mempertanyakan kepercayaan kita terhadap nilai-nilai kemanusiaan dan kebebasan yang kita miliki. Puisi ini menantang pembaca untuk mempertimbangkan kembali apa arti sebenarnya dari keberadaan kita dan bagaimana kita bisa menjalani hidup dengan lebih bermakna dan penuh empati.

Puisi Darius Umari
Puisi: Pernahkah Kita Percaya
Karya: Darius Umari

Biodata Darius Umari:
  • Darius Umari lahir pada tanggal 5 November 1942 di Talang, Sumatra Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.