Ayahku Diambil Penguasa
Penguasa yang berkuasa
Mengambil ayah dari bunda
Mengambil ayah dari ketiga anak perempuannya
Di malam buta
Menutup kedua matanya
Dibawa ke salemba
Ayahku kuli tinta
Di sebuah kantor berita
Dia tak punya partai apa-apa
Dia tak tahu apa-apa
Dia tak buat apa-apa
Ayahku didera dan disiksa
Ayahku mati sia-sia
12 Agustus 2009
Sumber: Constance (2011)
Analisis Puisi:
Puisi "Ayahku Diambil Penguasa" karya Shinta Miranda menciptakan narasi yang penuh emosi dan kepedihan terkait dengan realitas kehilangan ayah akibat kebijakan penguasa.
Kehilangan dan Penderitaan Keluarga: Puisi ini menggambarkan kekejaman penguasa yang merampas ayah dari keluarga. Pencabutan ayah dari kehidupan ketiga anak perempuannya dan meninggalkan bunda menghadapi malam buta menciptakan nuansa kehilangan dan penderitaan yang mendalam. Pilihan kata seperti "menutup kedua matanya" menciptakan gambaran dramatis tentang perpisahan yang tragis.
Identitas Ayah Sebagai Kuli Tinta di Kantor Berita: Ayah dalam puisi ini digambarkan sebagai "kuli tinta" di kantor berita, sosok yang tidak memiliki afiliasi politik atau pengetahuan politik yang mendalam. Hal ini menunjukkan bahwa ayah adalah seorang pekerja biasa yang tidak terlibat dalam urusan politik, tetapi tetap menjadi korban kebijakan penguasa. Penggambaran ini menyiratkan ketidakadilan dan kebrutalan rezim terhadap warga sipil yang tak bersalah.
Tidak Ada Kepastian dan Pengetahuan Ayah Terkait Nasibnya: Puisi mengekspresikan bahwa ayah tidak mengetahui alasan atau dasar hukum yang mendasari pengambilan oleh penguasa. Kata-kata seperti "Dia tak tahu apa-apa" menyoroti ketidakpastian dan ketidakadilan dalam tindakan penguasa. Hal ini memunculkan rasa kebingungan dan keputusasaan yang dialami keluarga yang ditinggalkan.
Kesengsaraan dan Kematian Ayah yang Sia-Sia: Kata-kata "Ayahku didera dan disiksa" menciptakan gambaran kesengsaraan dan kebrutalan yang dialami ayah sebelum akhirnya mati sia-sia. Puisi ini menyampaikan pesan tentang ketidakadilan sistem dan penderitaan yang dialami oleh individu yang tidak bersalah.
Penggunaan Bahasa Sederhana dan Langsung: Penggunaan bahasa sederhana dan langsung dalam puisi menciptakan daya ungkap yang kuat. Kata-kata yang digunakan mencerminkan rasa keputusasaan, kesedihan, dan kemarahan secara langsung, membuat pembaca terhubung secara emosional dengan perasaan keluarga yang ditinggalkan.
Kritik terhadap Kekuasaan dan Kebijakan Penguasa: Puisi ini dapat dianggap sebagai bentuk kritik terhadap penyalahgunaan kekuasaan dan kebijakan yang tidak manusiawi. Penggambaran kehidupan seorang kuli tinta yang tidak terlibat dalam politik tetapi menjadi korban tindakan sewenang-wenang penguasa menciptakan narasi kritis terhadap kebijakan yang tidak memihak rakyat kecil.
Puisi "Ayahku Diambil Penguasa" karya Shinta Miranda menyentuh hati dengan menggambarkan kehilangan dan penderitaan keluarga akibat tindakan sewenang-wenang penguasa. Melalui penggunaan bahasa yang sederhana dan langsung, puisi ini berhasil menyampaikan pesan emosional dan kritis terkait dengan kebijakan yang dapat merenggut kebahagiaan keluarga.
Karya: Shinta Miranda
Biodata Shinta Miranda:
- Shinta Miranda lahir pada tanggal 18 Mei 1955 di Jakarta.