Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Mendulang Kerlip Bintang (Karya Dimas Arika Mihardja)

Puisi "Mendulang Kerlip Bintang" bukan hanya sekadar puisi, melainkan sebuah meditasi tentang kehidupan, sejarah, dan perjalanan batin seorang ...
Mendulang Kerlip Bintang
(: beri aku sajak yang paling tuak!)

Batanghari tak lelah mengarus
menimang tongkang dengan ayunan gelombang
biduk-biduk tersuruk pada tumpukan sajak yang sesak:
beri aku sajak paling tuak!

Acep Syahril nggigil mindah nasib sendiri
ketika Indonesia berlari. Ari Setya menatah matahari
mewarnai pelangi di atas sungai rembulan
Dimas dan Thomas membalut perasan dan perasaan
cemas dengan selendang mak inang:
beri aku sajak yang paling tuak!

Sungai memanen riak sajak
di antara semak-semak. Ghazali Burhan Riodja
mendaki lereng kerinci memilih bertapa
dan memanen makna di bawah kamboja
dengan filosofi diam iif rentakersa
membangun oratorium puisi
Budi telah jadi veteran
Iriani duduk di tanggo rajo
menggambar Zulkifli dan Aurduri - pada rambutnya
terselip bunga tulip dan matanya kian sipit:
beri aku sajak yang paling tuak!

Bebintang hanyut ke seberang lalu tersangkut
di jaring-jaring nelayan. Muhammad Husya’iri
menyairkan ayat-ayat
Sang Yogiswara memuja Padma di situs kemingking 
Mang Alloy, Nanang, Kang Didin menyanyikan seloko
diiring nyaring rampak gendang - perkusi - kecapi - seruling
yang melengking-lengking
di tengah pedalaman bukit duabelas
Al-Murtawy menyanyikan lagu bocah kubu
merindu buku-buku:
beri aku sajak yang paling tuak!

28 Januari 2007

Analisis Puisi:

Puisi "Mendulang Kerlip Bintang" karya Dimas Arika Mihardja adalah sebuah karya sastra yang sarat dengan metafora, simbolisme, dan referensi budaya yang mendalam. Puisi ini bukan sekadar rangkaian kata yang berima, tetapi sebuah perjalanan batin yang menggabungkan unsur sejarah, sosial, dan estetika sastra yang khas.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini menggunakan bentuk bebas dengan aliran kata yang mengalun seperti arus sungai yang menjadi salah satu simbol utama dalam karya ini. Dengan gaya repetitif “beri aku sajak paling tuak!”, penyair memperkuat kesan pencarian makna mendalam dalam kehidupan dan sastra.

Banyak penggunaan nama tokoh dalam puisi ini, seperti Acep Syahril, Ari Setya, Dimas, Thomas, dan lain-lain. Hal ini menandakan bahwa puisi ini tidak hanya berbicara tentang subjektivitas penyair, tetapi juga melibatkan pengalaman kolektif dari para sastrawan dan seniman.

Makna Simbolik

Beberapa simbol utama dalam puisi ini antara lain:
  • Batanghari: Sungai ini melambangkan perjalanan waktu dan sejarah yang terus mengalir, tak pernah lelah membawa berbagai peristiwa kehidupan.
  • Tongkang, biduk, gelombang: Simbol dari perjalanan, baik fisik maupun spiritual, yang penuh tantangan.
  • Sajak paling tuak: Ungkapan ini dapat diartikan sebagai pencarian hikmah, kebijaksanaan, atau karya sastra yang paling matang dan mendalam.
  • Bintang, rembulan, pelangi: Lambang harapan, inspirasi, dan pencarian makna dalam keindahan serta kefanaan dunia.

Tema dan Pesan dalam Puisi

Puisi ini membawa beberapa tema utama, antara lain:
  • Perjalanan spiritual dan intelektual: Melalui simbol sungai dan perjalanan para tokohnya, puisi ini mencerminkan pencarian makna hidup dan pemahaman mendalam tentang eksistensi.
  • Kesadaran sosial dan sejarah: Dengan menyebut berbagai tokoh dan peristiwa, puisi ini juga merupakan refleksi terhadap perjalanan bangsa dan dunia sastra Indonesia.
  • Peran seni dan sastra: Ada ajakan untuk terus menggali dan memahami karya sastra sebagai bagian dari warisan budaya dan sejarah yang kaya.
Puisi "Mendulang Kerlip Bintang" bukan hanya sekadar puisi, melainkan sebuah meditasi tentang kehidupan, sejarah, dan perjalanan batin seorang penyair. Dengan gaya bahasa yang penuh metafora dan simbolisme yang kuat, Dimas Arika Mihardja berhasil menciptakan karya yang tak hanya indah, tetapi juga kaya makna.

"Puisi Dimas Arika Mihardja"
Puisi: Mendulang Kerlip Bintang
Karya: Dimas Arika Mihardja
© Sepenuhnya. All rights reserved.