Ode
Selamat pagi tanah air
Selamat pagi
Cakrawala
Laut
Batas jauh mata
Garis putih ungu
Nyanyian-nyanyian merdu
Merpati
Cintaku, selamat pagi
Dari puncak menara ini
Meluncur puisi-puisi dunia
Bisik-bisik tanah retak
Kerinduan para kekasih
Pagi ini
Ada jerat terpasang
Jaring lawa-lawa, kucing-kucing rumah
: kita curiga
Cintaku
Segala yang menunggu
Selamat pagi!
1969
Sumber: Horison (Januari, 1971)
Analisis Puisi:
Tema utama puisi ini adalah cinta tanah air dan refleksi atas kehidupan sehari-hari. Melalui sapaan pagi yang hangat, puisi ini menghadirkan nuansa kecintaan pada negeri, kesadaran sosial, dan perasaan resah akan realitas yang tersembunyi di balik keindahan pagi.
Makna Tersirat
Di balik sapaan ceria "selamat pagi", puisi ini menyiratkan keresahan tentang kondisi negeri dan kehidupan manusia di dalamnya. Ada konflik batin antara mencintai tanah air dengan kesadaran tentang masalah-masalah sosial yang mengintai. Pagi yang seharusnya penuh harapan malah diwarnai kecurigaan, ketakutan, dan ketidakpastian.
Melalui metafora jerat, jaring lawa-lawa, dan kucing-kucing rumah, penyair ingin menunjukkan bahwa ada ancaman tersembunyi di balik kedamaian pagi. Ini bisa diartikan sebagai simbol tekanan sosial, konflik, atau bahkan ketidakjujuran yang menyelimuti kehidupan di tanah air.
Puisi ini bercerita tentang sapaan pagi seorang penyair kepada tanah air dan cintanya. Dari puncak menara, sang penyair menyaksikan pemandangan indah cakrawala, laut, hingga batas pandang yang jauh. Namun, di balik semua keindahan itu, terselip bisik-bisik tanah retak dan kerinduan para kekasih, yang mencerminkan kerapuhan dan kesedihan yang tersembunyi di negeri ini.
Puisi ini juga menyiratkan rasa curiga dan waspada terhadap apa yang mengintai di balik keseharian, yang digambarkan melalui jerat, jaring laba-laba, dan kucing-kucing rumah. Pada akhirnya, sapaan "selamat pagi" yang diulang berkali-kali seolah menjadi ironi, menegaskan bahwa pagi di tanah air bukan hanya soal keindahan alam, tetapi juga penuh persoalan kompleks yang menanti dihadapi.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini campuran antara kehangatan, kerinduan, dan keresahan. Ada cinta dan kebanggaan pada tanah air, tetapi di sisi lain juga terasa kecemasan dan kewaspadaan terhadap realitas sosial yang menghantui.
Amanat / Pesan yang Disampaikan
Pesan yang ingin disampaikan dalam puisi ini adalah bahwa mencintai tanah air bukan sekadar mengagumi keindahan alamnya, tetapi juga harus peka terhadap persoalan sosial yang melingkupinya. Penyair mengajak pembaca untuk tidak terlena oleh keindahan permukaan, tetapi juga berani melihat dan menghadapi kenyataan yang pahit di baliknya.
Imaji
Puisi ini menghadirkan beragam imaji yang memperkaya makna, di antaranya:
- Imaji visual: "cakrawala, laut, batas jauh mata" menggambarkan luasnya panorama pagi.
- Imaji auditif: "nyanyian-nyanyian merdu merpati" menghadirkan suara yang indah dan damai.
- Imaji taktil: "bisik-bisik tanah retak" menciptakan kesan rapuh dan getir yang bisa dirasakan.
- Imaji rasa: "kerinduan para kekasih" menghadirkan sensasi perasaan kehilangan dan rindu.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Apostrof: Penyair menyapa langsung tanah air dan cinta, seolah-olah mereka adalah sosok nyata yang bisa diajak bicara.
- Metafora: "bisik-bisik tanah retak" sebagai simbol suara penderitaan atau krisis yang terjadi di negeri ini.
- Personifikasi: "meluncur puisi-puisi dunia" menggambarkan puisi seolah-olah punya nyawa yang bisa bergerak sendiri.
- Repetisi: Pengulangan frasa "selamat pagi" yang menegaskan makna sapaan sekaligus ironi tentang kondisi tanah air.
Puisi "Ode" karya Darius Umari adalah sebuah sapaan cinta pada tanah air yang sarat makna ganda. Di balik keindahan pagi, tersimpan realitas getir yang mengancam. Dengan bahasa sederhana tetapi puitis, Darius Umari mengajak pembaca merenungkan makna cinta tanah air yang sejati: bukan hanya mengagumi alamnya, tetapi juga menyadari dan peduli terhadap persoalan yang menggerogotinya.
Puisi ini relevan sepanjang masa, karena cinta sejati kepada negeri bukanlah cinta buta, melainkan cinta yang sadar dan berani memperjuangkan perbaikan.