Sepi Sekali
Sudah larut sepi sekarang. Ranjang kita pakai untuk berdiam
mengaso dalam mimpi
tidak bergoyang-goyang lagi
Solo, 1996
Sumber: Jentera Terkasa (2018)
Analisis Puisi:
Puisi "Sepi Sekali" karya Sutarno Priyomarsono adalah contoh bagaimana bahasa sederhana dapat mengandung makna mendalam. Meski hanya terdiri dari tiga baris pendek, puisi ini menyimpan emosi kuat dan menciptakan ruang sunyi yang pekat dengan perasaan kehilangan, kenangan, dan perubahan. Dalam sunyi itulah, pembaca diajak menyelami ruang batin si aku lirik yang berhadapan dengan sepi sebagai simbol dari sesuatu yang telah berlalu.
Tema
Tema utama dari puisi ini adalah kesepian dan kehampaan emosional. Dalam konteks relasi manusia, puisi ini mencerminkan perubahan dalam hubungan yang dulu hangat menjadi dingin dan pasif. Ia menyinggung soal waktu, kenangan, dan bagaimana akhirnya segala sesuatu akan diam dan menjadi sunyi, bahkan ranjang yang dahulu menjadi tempat kebersamaan.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini sangat kuat dan puitis. Ia berbicara tentang hilangnya keintiman dalam hubungan, baik secara fisik maupun emosional. Kalimat "tidak bergoyang-goyang lagi" bisa diartikan sebagai metafora untuk hilangnya gairah, dinamika, atau kedekatan dalam suatu hubungan—baik karena perpisahan, kematian, atau sekadar menjauh secara batin.
Selain itu, ada makna bahwa waktu telah membawa kediaman total; segala sesuatu yang dulu hidup kini telah berhenti, dan yang tertinggal hanya sepi yang pekat. Mimpi yang disebutkan dalam baris kedua mungkin bukan hanya tidur biasa, melainkan mimpi sebagai pelarian dari kenyataan atau bahkan simbol dari kematian.
Puisi ini bercerita tentang kesunyian yang datang setelah sesuatu yang berarti telah berakhir. Ranjang yang tidak lagi bergoyang menjadi simbol kuat dari perubahan suasana—mungkin dahulu penuh cinta, gairah, atau kebersamaan, namun kini hanya menjadi tempat diam, tidur, atau kenangan. Puisi ini bisa dibaca sebagai refleksi pasca kepergian seseorang yang dicintai, atau perubahan dalam hubungan yang dulunya hangat menjadi dingin.
Suasana dalam Puisi
Suasana yang dihadirkan dalam puisi ini sangat sunyi, sendu, dan kontemplatif. Ada kesan dingin dan pasrah, seperti seseorang yang menatap langit-langit kamar dalam gelap, mengenang sesuatu yang tak kembali. Penggunaan kata “sudah larut” memperkuat kesan waktu yang beranjak malam, simbol dari akhir, kelelahan, dan mungkin kesendirian.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Pesan yang dapat ditarik dari puisi ini adalah bahwa segala hal dalam hidup memiliki fase: dari hangat menjadi dingin, dari riuh menjadi senyap. Kehidupan berjalan terus, namun kenangan kadang berhenti dan membeku dalam ruang-ruang personal seperti ranjang, tempat tidur, atau mimpi. Puisi ini mengajak pembaca untuk menyadari bahwa dalam hidup, ada momen-momen ketika kita hanya bisa diam dan berdamai dengan kesepian.
Imaji
Meski pendek, puisi ini mengandung imaji kuat yang sangat visual dan emosional:
- “Sudah larut sepi sekarang” menciptakan imaji waktu malam yang dalam, sepi yang tak hanya fisik, tapi juga batin.
- “Ranjang kita pakai untuk berdiam” menggambarkan suasana kamar yang hening, statis, penuh kenangan, namun tidak lagi aktif secara emosional.
- “tidak bergoyang-goyang lagi” memberikan imaji pergerakan yang telah berhenti—baik secara harfiah maupun kiasan.
Majas
Beberapa majas yang digunakan dalam puisi ini antara lain:
- Personifikasi: “Ranjang... tidak bergoyang-goyang lagi” memberi kesan bahwa ranjang memiliki “kehidupan” atau fungsi emosional yang kini telah hilang.
- Metafora: Ranjang sebagai simbol hubungan atau kedekatan emosional antara dua insan. Ketika ranjang tak lagi bergerak, itu berarti hubungan pun telah kehilangan kehidupan atau getarnya.
- Elipsis: Kalimat-kalimat yang pendek dan tak dijelaskan secara rinci memberikan ruang kosong yang justru memperkuat kesan sepi dan kehilangan.
Sunyi yang Tak Terdengar, Tapi Terasa
Puisi "Sepi Sekali" membuktikan bahwa kesunyian bisa menjadi puisi yang paling lantang. Dengan hanya tiga baris, Sutarno Priyomarsono berhasil menghadirkan atmosfer sepi yang dalam dan menyakitkan. Ia tidak perlu menjelaskan siapa yang pergi atau apa yang hilang—karena justru dalam kekosongan itulah perasaan menjadi sangat tajam.
Ini adalah puisi tentang diam yang berbicara, tentang ranjang yang membisu namun sarat makna, dan tentang waktu yang telah membawa segala sesuatu ke dalam hening yang kekal.
Karya: Sutarno Priyomarsono
Biodata Sutarno Priyomarsono:
- Sutarno Priyomarsono lahir pada tanggal 7 Oktober 1943 di Surakarta, Jawa Tengah, Indonesia.
