Aceh sedang tidak baik-baik saja.

Puisi: Semacam Surat (Karya Soni Farid Maulana)

Puisi "Semacam Surat" karya Soni Farid Maulana bercerita tentang seorang individu yang sedang berdialog dengan dirinya sendiri atau dengan sosok ...
Semacam Surat

jika itu yang kau maksud: memang
aku punya hubungan baik dengan ikan
di kolam; - juga dengan warna ungu
teratai dalam lukisan Monet.

tapi kucing yang mengeong
dalam aortamu: - rindu daging paling mawar
rindu susu paling zaitun,
yang harum lezatnya semerbak sudah

dari arah al-kautsar. Tapi, seberapa sungguh
kegelapan bisa dihalau: - jika gerhana
membayang di hati? Seberapa alif mekar

di alir darah; - jika setiap tasbih diucap,
yang berdebur di otak hanya ombak syahwat?
dji, tangki airmata selalu bedah di situ

2002

Sumber: Selepas Kata (2004)

Analisis Puisi:

Puisi "Semacam Surat" karya Soni Farid Maulana adalah semacam penghormatan puitik sekaligus perenungan spiritual yang penuh simbol dan nuansa. Disusun dengan diksi yang cermat dan ritme yang mengalir halus, puisi ini menghadirkan sebuah narasi batin yang seolah ditujukan kepada penyair besar Sutardji Calzoum Bachri—seorang maestro kata yang juga dikenal gemar memperlakukan bahasa sebagai makhluk hidup.

Puisi ini menyerupai surat terbuka kepada jiwa yang gelisah, penuh rindu, dan resah dalam pencarian makna. Ia bicara tentang relasi spiritual, godaan duniawi, serta kehendak untuk menautkan diri pada yang Ilahi. Dalam pembacaan lebih dalam, kita diajak menyelami ruang-ruang batin yang dipenuhi dilema antara hasrat dan dzikir, antara kesementaraan dan keabadian.

Tema

Tema utama puisi ini adalah pergulatan batin antara spiritualitas dan hasrat duniawi. Penulis mengangkat relasi manusia dengan Tuhan dalam konteks kontemplasi dan keraguan, dengan latar suasana religius, sensual, sekaligus absurd.

Makna Tersirat

Makna tersirat dari puisi ini adalah pertanyaan eksistensial mengenai kesungguhan ibadah dan kemurnian niat dalam pencarian ketuhanan. Simbol-simbol seperti ikan, teratai, kucing, dan tasbih menandakan kerinduan spiritual yang kompleks, tapi sering kali dibayangi oleh godaan duniawi, baik yang bersifat fisik maupun batin.

Baris:

“jika gerhana membayang di hati?”

dan

“jika setiap tasbih diucap, yang berdebur di otak hanya ombak syahwat?”

menunjukkan bahwa dzikir pun bisa kehilangan makna ketika hati dikuasai oleh nafsu, dan kesalehan luar tidak menjamin kemurnian dalam. Ini adalah sindiran halus terhadap kepalsuan rohani dan kemunafikan yang kerap terjadi dalam spiritualitas semu.

Puisi ini bercerita tentang seorang individu yang sedang berdialog dengan dirinya sendiri atau dengan sosok Sutardji (sebagai simbol kekayaan batin penyair), mengenai kejujuran dalam mencari makna spiritual. Ada semacam dialog puitik yang menggambarkan hubungan dengan makhluk, dengan simbol alam, dan akhirnya dengan Tuhan.

Puisi ini juga menyinggung kerapuhan iman, kerinduan akan kesucian, dan ketegangan antara rasa cinta ilahiah dan tarikan syahwat duniawi.

Suasana dalam Puisi

Suasana dalam puisi ini bisa disebut kontemplatif, spiritual, sekaligus resah. Pembaca dibawa ke suasana perenungan yang dalam, namun tidak tenang. Ada kegelisahan yang menyertai pencarian, dan ada kesadaran bahwa sesuatu telah melenceng dari jalur ilahi.

Amanat / Pesan yang Disampaikan

Pesan puisi ini adalah bahwa kerinduan pada Tuhan tidak bisa hanya diucapkan dengan kata-kata atau simbol-simbol spiritual semata, melainkan harus diikuti dengan ketulusan hati yang jernih. Ritual tanpa rasa bisa kosong, dzikir tanpa makna bisa menjadi rutinitas yang tak menyentuh jiwa.

Puisi ini juga mengajak pembaca untuk jujur terhadap dirinya sendiri dalam pencarian spiritual, karena banyak dari kita yang memuja Tuhan sambil tetap terjebak dalam hasrat dunia.

Imaji

Puisi ini kaya akan imaji visual, rasa, dan religius, antara lain:
  • “ikan di kolam” → menciptakan imaji ketenangan batin atau jiwa yang bening.
  • “warna ungu teratai” → melambangkan kemurnian spiritual dan kontemplasi.
  • “kucing mengeong dalam aorta” → menciptakan imaji biologis yang sensual sekaligus absurd, menghadirkan konflik antara tubuh dan jiwa.
  • “rindu daging paling mawar / rindu susu paling zaitun” → imaji ini sangat sensorial, membentuk sensasi rasa dan aroma, yang menggambarkan keinginan hasrat atau kebutuhan emosional yang dalam.

Majas

Beberapa majas dominan dalam puisi ini antara lain:

Metafora
  • “kucing yang mengeong dalam aortamu” → bisa dimaknai sebagai hasrat atau suara batin yang memanggil, mewakili godaan atau rasa ingin yang intens.
  • “ombak syahwat” → menggambarkan nafsu yang menggelora dan terus berdebur dalam pikiran manusia.
Simbolisme
  • “ikan di kolam”, “teratai Monet”, “al-kautsar” → semua ini adalah simbol ketenangan, surga, atau spiritualitas yang tinggi, namun dipertentangkan dengan bayangan keraguan dan hasrat.
Personifikasi
  • “rindu daging paling mawar”, “susu paling zaitun” → seolah-olah rasa dan benda mati memiliki intensi dan hasrat seperti manusia.
Antitesis
  • Kontras antara tasbih (simbol kesucian) dan ombak syahwat (simbol hasrat duniawi) merupakan bentuk antitesis yang menguatkan makna puisi.
Puisi "Semacam Surat" karya Soni Farid Maulana bukan hanya surat biasa, melainkan sebuah puisi meditatif yang mengungkapkan pergulatan batin manusia dalam mencari Tuhan, sembari terus digoda oleh dunia. Puisi ini ditulis dengan gaya surealis, simbolis, dan mistis yang kental—sebuah bentuk penghormatan yang layak kepada Sutardji Calzoum Bachri, sang penjelajah bahasa dan makna.

Melalui puisi ini, kita diajak menyelam dalam keruh dan jernihnya hati manusia. Kata-kata hanyalah bungkus jika tidak menyentuh kalbu. Dan jika ombak syahwat masih berdebur dalam zikir, mungkin kita sedang berjalan menjauh, bukan mendekat.

Puisi ini bukan sekadar surat, tapi cermin bagi siapa pun yang pernah merasa gelisah dalam doa.

Soni Farid Maulana
Puisi: Semacam Surat
Karya: Soni Farid Maulana

Biodata Soni Farid Maulana:
  • Soni Farid Maulana lahir pada tanggal 19 Februari 1962 di Tasikmalaya, Jawa Barat.
  • Soni Farid Maulana meninggal dunia pada tanggal 27 November 2022 (pada usia 60 tahun) di Ciamis, Jawa Barat.
© Sepenuhnya. All rights reserved.