Analisis Puisi:
Puisi “Hujan di Hari Tua” karya Aspar Paturusi merupakan salah satu karya yang sederhana namun sarat dengan makna reflektif. Dalam bait-baitnya, penyair menggambarkan perjumpaan batin antara masa kini dan masa lalu, antara tubuh yang menua dengan kenangan masa kanak-kanak yang penuh keriangan. Dengan gaya tutur yang lembut dan realistis, Aspar Paturusi membawa pembaca pada perenungan tentang waktu, ingatan, dan perubahan manusia seiring usia.
Tema
Tema utama puisi Hujan di Hari Tua adalah nostalgia dan refleksi kehidupan di masa tua. Melalui gambaran hujan yang turun deras, penyair menghadirkan suasana yang memicu kenangan masa kecil. Tema ini memperlihatkan kontras antara masa lalu yang penuh energi dan masa kini yang diwarnai keterbatasan fisik. Hujan menjadi simbol yang menghubungkan dua masa berbeda dalam perjalanan hidup manusia—masa kanak-kanak yang bebas dan masa tua yang tenang namun sarat kenangan.
Puisi ini bercerita tentang seorang tokoh yang, karena hujan deras dan angin kencang, memilih berdiam diri di rumah. Dalam kesunyian itu, ia mulai mengenang masa kecilnya di kampung—masa ketika hujan bukanlah hambatan, melainkan sumber kegembiraan. Ia teringat betapa gembiranya bermain di tengah hujan, menanggalkan baju, berlari di pematang, dan bergelantung pada batang pisang sambil terbawa arus air.
Kini, di masa tua, hujan hanya menjadi pemantik kenangan. Ia tak lagi bisa berlari seperti dulu, hanya bisa memijat sendi yang ngilu sambil membiarkan ingatan mengalir. Cerita sederhana ini sebenarnya menggambarkan perjalanan hidup manusia dari fase aktif dan bebas menuju fase reflektif dan penuh kesadaran akan waktu yang telah berlalu.
Makna Tersirat
Makna tersirat dari puisi ini adalah perenungan tentang perjalanan waktu dan kenangan yang membekas dalam diri manusia. Aspar Paturusi ingin menunjukkan bahwa setiap manusia akan sampai pada titik ketika tubuh tak lagi sekuat dulu, namun kenangan akan tetap hidup dan memberi makna. Hujan yang dulu identik dengan permainan kini menjadi simbol pengingat usia dan perubahan.
Selain itu, puisi ini juga menyiratkan makna penerimaan terhadap proses menua. Tokoh dalam puisi tidak menyesali keadaan, melainkan menerimanya dengan tenang. Ia menikmati waktu luang, bahkan menjadikan hujan sebagai kesempatan untuk bernostalgia. Sikap ini menunjukkan kedewasaan emosional dan kebijaksanaan dalam menyikapi perjalanan hidup.
Hujan dalam puisi bukan sekadar fenomena alam, melainkan metafora tentang kehidupan: datang, membawa kenangan, lalu pergi meninggalkan kesunyian. Ia menghubungkan masa lalu yang penuh tawa dengan masa kini yang penuh renungan.
Suasana dalam Puisi
Suasana dalam puisi ini terasa tenang, melankolis, dan reflektif. Ada kedamaian dalam keputusan “tak jadi kemana-mana” dan memilih “bermalas-malasan,” namun juga ada kesedihan halus ketika kenangan masa kecil muncul. Suasana nostalgia tercipta melalui perpaduan antara kesunyian hari hujan dan kenangan masa lalu yang hangat.
Pembaca dapat merasakan pergeseran suasana: dari hening masa tua menuju riuhnya masa kanak-kanak yang penuh tawa. Kontras ini justru menambah kekuatan emosional puisi, menghadirkan keindahan dalam kesederhanaan.
Amanat / Pesan yang Disampaikan Puisi
Amanat puisi ini adalah belajarlah menerima setiap fase kehidupan dengan lapang hati. Penyair mengingatkan bahwa masa lalu mungkin penuh kegembiraan, tetapi masa kini juga memiliki keindahan tersendiri jika dijalani dengan kesadaran dan ketenangan.
Puisi ini juga menyampaikan pesan agar manusia tidak melupakan akar kehidupan dan kenangan masa kecilnya. Kenangan itu menjadi bagian dari identitas dan sumber kebahagiaan batin di masa tua. Hujan, yang dulu mengundang keriangan, kini menjadi simbol kenangan yang menenangkan.
Imaji
Puisi ini kaya dengan imaji visual dan kinestetik yang membuat pembaca dapat membayangkan suasana masa lalu dan masa kini.
- Imaji visual muncul dalam larik “seharian berdiri di jalan-jalan / dalam hujan debu / dan asap-asap kendaraan” — oh, maaf, itu dari puisi lain. Untuk puisi ini, imaji visual tampak pada “baju kutanggalkan / bersama teman berkejaran di pematang”, yang menghadirkan gambaran anak-anak yang bermain bebas di tengah hujan.
- Imaji kinestetik terlihat pada “bergantung pada batang pisang / membiarkan diri terbawa arus banjir”, menggambarkan gerak dan keceriaan masa kecil.
- Sedangkan imaji taktil (rasa fisik) muncul dalam larik “memijit sendi yang ngilu”, menggambarkan kondisi tubuh tua yang rapuh namun penuh kesadaran.
Kekuatan imaji dalam puisi ini membuat pembaca bisa “melihat” masa lalu dan “merasakan” masa kini dalam satu tarikan napas puitik.
Majas
Beberapa majas (gaya bahasa) digunakan oleh Aspar Paturusi untuk memperindah dan memperdalam makna puisi, antara lain:
- Metafora — “hujan di hari tua” menjadi simbol kehidupan masa kini yang penuh kenangan dan ketenangan, sementara “hujan di masa kanak” menjadi lambang keceriaan dan kebebasan.
- Repetisi — pengulangan frasa “hujan di hari tua / hujan di masa kanak” di akhir puisi menegaskan kontras dan kesinambungan antara dua fase kehidupan.
- Personifikasi — hujan seolah memiliki kekuatan untuk “menghidupkan kembali” masa lalu, membuat kenangan muncul kembali di benak penyair.
Gaya bahasa yang digunakan sederhana namun efektif, mencerminkan kejujuran emosional dan kedalaman refleksi seorang penyair yang menua dengan penuh kebijaksanaan.
Puisi "Hujan di Hari Tua" karya Aspar Paturusi menghadirkan keindahan yang lembut dan menyentuh. Dengan bahasa sederhana, penyair berhasil mengangkat tema besar tentang waktu, kenangan, dan penerimaan diri. Ia tidak hanya menulis tentang hujan, tetapi juga tentang perjalanan hidup manusia yang tak bisa diulang, hanya bisa dikenang.
Melalui penggunaan imaji yang kuat dan majas yang halus, puisi ini mengajarkan pembaca bahwa setiap fase kehidupan memiliki keindahan tersendiri — masa kecil dengan tawa, masa tua dengan kenangan. Pada akhirnya, “hujan di hari tua” menjadi simbol bahwa kenangan yang tersisa adalah bagian abadi dari kebahagiaan manusia.
Karya: Aspar Paturusi
Biodata Aspar Paturusi:
- Nama asli Aspar Paturusi adalah Andi Sopyan Paturusi.
- Aspar Paturusi lahir pada tanggal 10 April 1943 di Bulukumba, Sulawesi Selatan.
