Sajak-Sajak, Wesel untuk Ummi (1)
Sebelum awan luruh jadi duri, aku harus pergi.
Entah kemana, memang,
ya kalau pun aku tetap disini, begini dan selalu saja begini:
awan tetap tidak bias dihalang, ya Ummi.
Tinggal atau pergi, awan begitu pasti
(cepat atau lambat)
'kan membanjiri luka kekang ini,
o luka kekang ini, ya Ummi.
Maka lepaslah bujang-pincangmu ini, o Ummi, lepaslah.
Bukan mengelupas kecintaan ini, ya Ummi,
bukan itu soalnya. Ada yang harus segera dijelang: sawah
dan persemaian terlunta-lunta, menunggu dan resah.
(Kita sama-sama maklum lumbung di depan anjung
berbulan berbilang tahun mengandung
duka: ada arang di dinding dan kelam terkaca,
racun menuba, ah Ummi, kita punya rona!)
Ummi, lepaslah anakmu meneruka kembali jalan kembali
dengan ikhlas, ya Ummi, bekalkan anakmu
dengan doamu khusyuk di kalbu: merambah menyemai
tumbuh memberi arti, ya Ummi.
(Dan bila rindu Ummi tidak tertahankan, sebut hamid
pelan-pelan dalam doa Ummi pelan-pelan
hingga padaku rindu itu pun tidak tertahankan, ah Ummi
bagaimana caranya memendam kecengengan..)
Sajak-Sajak, Wesel untuk Ummi (2)
Seperti kisah-kisah zaman dahulu, "Karatau madang di hulu,
berbuah berguna belum. Merantau
bujang dahulu, di rumah berguna belum." Dan lindap terasa
matahari di ubun-ubunku. Harapan menderu.
Seperti kisah-kisah zaman dahulu, nasihat-nasihat Ummi
berpantun bersati-sati, suara bunda
sepanjang masa, sederhana tanpaknya, namun gemanya
sampai kelekuk luka-luka kembaraku ...
"Dengan Bismillah Ummi mulai
semoga dibuka Ilahi Rabbi
hati anakku yang terkunci
mengamalkan yang berarti"
Manusia makhluk tertinggi
diberi akal diberi hati
Sehala sesuatu harus dipikiri
pikir itu pelita hati Teliti
sebelum memulai buruk baik 'kan
mengikuti. Lihatlah segala segi
agar tak menyesal nanti.
Sedetik tak disadar-hayati
berjuta tangis amat nyeri
"Pikir renungi semua ini
jadi pedoman sepanjang hari
Camkan nak, camkan buah
hati
Agar selamat dilindungi
Ilahi"
Sembahlah Allah, sembah
lah. Hanya Allah, pada-Nya
lah berpulang segala
sembah. Jangan duakan,
jangan tigakan biar dipaksa
biar ditekan: Itulah dosa tak
kenal ampunan. Dunia tak
lama 'kan dihuni nikmatilah
rahmad Ilahi. Selagi hidup
dibumi ini haruslah kita
kasih mengasihi"
"Jauhkan benci membenci
karena benci adalah duri.
Camkan nak, camkan buah hati
camkan segala nasihat ibu"
Sajak-Sajak, Wesel untuk Ummi (3)
Duh Ummi,
terbayang engkau du jenjang Rumah Gadang, sendiri
saat petang tertatih dating, berputih mata, sendiri
dalam genangan mengaca, gelisah menua dalam derita.
Duh Ummi,
aku masih saja berjalan dan kehilangan jalan dalam sekian
jalan,
menggapai tak sampai, meratap nyaris kehilangan derap.
Laut sakti!
rantau bertuah,
mimpi terpuruk.
Samar membenam,
tangkap melepas
iman melapuk.
Duh Ummi,
akulah "bujang gadang karengkang" yang terlelap: mengerang.
Duh Ummi,
akulah pendekar kehilangan medan dan kena tembakan:
luka-luka dalam lakuku.
Duh Ummi,
akulah sang penggigil gugup merangkum kata dan makna:
ganjil dan kerdil.
Duh Ummi,
akulah anakmu yang menuliskan tangis tentangmu, ya Ummi:
Berjuta menggelembung dalam rahimmu
Antara sayapnya kelam dan berjuta mimpi
Darah mengalir nanah membarah denyut nyeri
Keluh membanjir, membanjir dan membanjir
Dan desah
Al-Fatihah ..
Sajak-Sajak, Wesel untuk Ummi (4)
Demikianlah, ya Ummi, semua ini diam-diam menyelinap dalam
sajak-sajakku. Mereka kutampung dengan rasa tak berdaya serta senyum
luka-luka, ya Ummi. Tetapi kurasa ada yang lebih daripada yang kutahu
dan tak ada kata-kata yang menampung segalanya.
Demikianlah, ya Ummi, kukirim ini diam-diam ke dalam tidur dan
mimpimu, kedalam jaga dan sunyimu, biarlah, ah semoga mereka menjadi
sesuatu yang lebih daripada senyum dan luka-luka kita, ya Ummi.
Padang, 1974-1978
Sumber: Wajah Kita (1981)
Analisis Puisi:
Puisi "Sajak-Sajak, Wesel untuk Ummi" karya Hamid Jabbar adalah sebuah karya yang puitis dan mendalam yang menggambarkan hubungan antara anak dan ibu, serta refleksi tentang kehidupan dan nilai-nilai spiritual.
Tema Utama
- Hubungan Anak dan Ibu: Puisi ini menggambarkan hubungan yang intim antara seorang anak (penyair) dengan ibunya (Ummi). Sentimen kasih sayang, rindu, dan penghargaan kepada ibu tercermin dalam setiap baitnya. Penyair secara emosional terhubung dengan ibunya, meskipun dalam keadaan terpisah.
- Refleksi tentang Kehidupan dan Kematian: Puisi ini juga mengandung elemen refleksi tentang kehidupan dan kematian. Penyair merenungkan keberadaan dan peran ibunya dalam hidupnya, serta bagaimana kehidupan yang dialaminya tercermin dalam perjuangannya.
- Nilai-Nilai Spiritual: Ada penggunaan yang kuat terhadap nilai-nilai spiritual dan petuah dari Ummi dalam puisi ini. Penyair mencerminkan belajar dan menghayati nasihat-nasihat spiritual dari ibunya, yang menambah kedalaman emosi dan makna puisi.
Gaya Bahasa dan Imaji
- Bahasa yang Puitis: Hamid Jabbar menggunakan bahasa yang puitis dan padu dalam menyampaikan perasaan penyair terhadap ibunya. Penggunaan kata-kata seperti "luka kekang ini", "sawah dan persemaian terlunta-lunta", dan "jutaan tangis amat nyeri" memberikan kesan mendalam tentang perasaan yang dirasakan.
- Imaji yang Kuat: Imaji-imaji dalam puisi ini, seperti "awan luruh jadi duri", "matahari di ubun-ubunku", dan "genangan mengaca", memberikan gambaran yang kuat dan emosional tentang perjuangan dan rasa rindu penyair terhadap ibunya.
Emosi dan Nuansa
Puisi ini menimbulkan nuansa rindu, kehilangan, dan refleksi yang dalam. Penyair mengekspresikan perasaan cintanya kepada ibunya dengan cara yang mengharukan, sambil merenungkan perjalanan hidup dan peran spiritual yang dimainkan oleh ibunya dalam membentuk dirinya.
Puisi "Sajak-Sajak, Wesel untuk Ummi" karya Hamid Jabbar adalah sebuah puisi yang menghadirkan gambaran yang mendalam tentang hubungan emosional antara seorang anak dan ibunya. Dengan bahasa yang puitis dan imaji yang kuat, puisi ini tidak hanya menggambarkan perasaan rindu dan kehilangan, tetapi juga mengeksplorasi nilai-nilai spiritual dan refleksi tentang kehidupan. Penyair dengan penuh kasih menggambarkan pengaruh ibunya dalam hidupnya, sehingga mengundang pembaca untuk merenungkan hubungan yang serupa dalam kehidupan mereka sendiri.
Puisi: Sajak-Sajak, Wesel untuk Ummi
Karya: Hamid Jabbar
Biodata Hamid Jabbar:
- Hamid Jabbar (nama lengkap Abdul Hamid bin Zainal Abidin bin Abdul Jabbar) lahir 27 Juli 1949, di Koto Gadang, Bukittinggi, Sumatra Barat.
- Hamid Jabbar meninggal dunia pada tanggal 29 Mei 2004.