Baiklah Tidak Ada Janji
Di jalan raya intelijen asyik menghafal nama-nama
Barangkali kita di antaranya
Cuma sebentar saja mereka sibuk
Karna lelah di warung kopi mereka duduk merunduk
Di pusat kota kecapi dan tiupan salung telah mati
Tinggal bisik-bisik bagai wabah bawa malapetaka
Barangkali kita korban di antaranya
Kejadian ini pada musim kemarau di tahun-tahun revolusi
Waktu itu langit berkawal bulan merah
Dan negeri disaput kabut dengki
Dan semua orang gemuruh bentuk sejarah
Apa yang harus kita perbuat, kekasihku?
Aku dan kau duduk terengah di kamar tak berjendela
Mabuk bertengkar tentang hari kemarin yang buntu
Serta sidah badut-badut yang rencanakan nasib kita
Kemudian, karena kita hampir lenyap
Kepalaku bagai kawah neraka menyejuk di pangkuanmu
Maka aku tulis guratan di bibirmu: damailah bumi kita
Walaupun kau cintaku, baiklah tidak ada janji
Karena semua tahu janji telah mengundang bencana
Perang saudara dan pengkhianatan diri sendiri
Yang akibatnya malam ini terlukis di wajah kita
Terasa tenteram bila tak ada hati yang murung
Selama kita terus berdekap
Berkicaulah kau nuriku
Ah, resah masih saja datang padaku
Karena di langit bulan bertambah merah
Mungkin tetesan air-matamu melembutkan zaman
Membasuh bulan menjadi seindah pipimu
Dan pada bibir segarmu barangkali aku bisa tahu
Bahwa besok kita masih sempat bercumbu
Sebelum pembunuh datang mengetuk pintu.
Sumber: Horison (Agustus, 1968)
Analisis Puisi:
Puisi "Baiklah Tidak Ada Janji" karya Chairul Harun menghadirkan gambaran yang dalam dan puitis tentang kehidupan, cinta, dan kegelisahan dalam konteks zaman revolusi. Dengan menggunakan bahasa yang kuat dan imaji yang mendalam, penyair berhasil mengeksplorasi tema-tema yang universal dan emosional, serta menyelipkan refleksi mendalam tentang nasib manusia di tengah-tengah perubahan sosial dan politik.
Tema Utama
- Ketidakpastian dan Kekecewaan: Puisi ini menggambarkan ketidakpastian yang melingkupi kehidupan, terutama dalam konteks hubungan manusia. Chairul Harun menunjukkan bahwa janji-janji sering kali hanya mengundang kekecewaan dan bencana, seperti perang saudara dan pengkhianatan.
- Perubahan Zaman dan Revolusi: Penyair merujuk pada masa-masa revolusi, di mana perubahan besar sedang terjadi di masyarakat dan politik. Langit berkawal bulan merah dan kabut dengki menandakan suasana yang tegang dan penuh gejolak pada saat itu.
- Cinta dan Kehidupan Pribadi: Meskipun suasana revolusioner melanda, puisi ini juga menyoroti keintiman dan kegelisahan dalam hubungan pribadi. Dialog antara "aku" dan "kekasihku" menunjukkan perbincangan yang dalam tentang kehidupan mereka, di antara cobaan dan ketidakpastian yang melanda.
Gaya Bahasa dan Struktur
- Imaji yang Kuat: Chairul Harun menggunakan imaji-imaji yang kuat untuk membangun suasana dan menggambarkan perasaan dalam puisinya. Misalnya, gambaran langit berkawal bulan merah menciptakan suasana dramatis dan tegang yang mencerminkan kondisi revolusioner.
- Dialog dan Narasi: Puisi ini juga memanfaatkan dialog dan narasi untuk mengembangkan karakter dan suasana hati "aku" dan "kekasihku". Dialog tentang hari kemarin yang buntu dan nasib mereka di tangan "badut-badut" menambah kedalaman cerita dan emosi yang dirasakan.
- Sentimen Romantis dan Realitas Pahit: Chairul Harun menggabungkan sentimen romantis dengan realitas pahit kehidupan, seperti ketidakpastian akan masa depan dan perasaan terjebak dalam zaman yang sulit. Hal ini tercermin dalam kalimat terakhir yang menggambarkan harapan untuk bercumbu sebelum kedatangan pembunuh.
Interpretasi dan Makna
- Refleksi atas Kondisi Manusia: Puisi ini dapat diinterpretasikan sebagai refleksi atas kondisi manusia yang terjebak dalam perubahan zaman, ketidakpastian cinta, dan perjuangan mencari arti kehidupan di tengah-tengah konflik dan gejolak sosial.
- Kritik terhadap Janji dan Harapan: Chairul Harun dengan tajam mengkritik ide tentang janji, yang sering kali hanya menjadi sumber kekecewaan dan penderitaan. Penggunaan metafora perang saudara dan pengkhianatan mencerminkan realitas pahit dari janji-janji yang terucap.
- Keindahan dan Kehidupan Pribadi: Meskipun cinta dan kehidupan pribadi dihiasi dengan kegelisahan dan ketidakpastian, puisi ini juga menggambarkan keindahan dalam kebersamaan dan hubungan intim antara dua individu di tengah-tengah segala ketidakpastian.
Puisi "Baiklah Tidak Ada Janji" karya Chairul Harun adalah karya yang membangkitkan pemikiran mendalam tentang perubahan zaman, ketidakpastian cinta, dan kehidupan pribadi dalam konteks revolusi. Dengan bahasa yang puitis dan gambaran yang kuat, penyair berhasil menggambarkan suasana yang tegang dan emosional, sambil memberikan refleksi tentang kehidupan manusia yang penuh dengan konflik dan harapan. Puisi ini tidak hanya menggugah perasaan tetapi juga mengajak pembaca untuk merenungkan makna dan nilai dalam kehidupan yang serba kompleks ini.
Karya: Chairul Harun
Biodata Chairul Harun:
- Chairul Harun lahir di Kayutanam, Sumatra Barat pada bulan Agustus 1940.
- Chairul Harun meninggal dunia di Padang, Sumatra Barat pada tanggal 19 Februari 1998.