Puisi: Paris-La-Nuit (Karya Sitor Situmorang)

Puisi "Paris-La-Nuit" karya Sitor Situmorang mengangkat tema-tema kebosanan, dosa, dan keisengan melalui gambaran malaikat yang ambigu dan suasana ...
Paris-La-Nuit

Malaikatku, malaikatku
Turun menyelimuti senja
kebosanan
Menggeliat dalam beribu lampu
lusuh
Duka yang melapuk pada dinding hati
menjadi ragi
anggur nafsu
hingga darah bening
dan berlagu.

Malaikatku, malaikatku
Dari asap pembiusan iseng
Menguap ia di malam tipis
Melepas dari kelabu rumah-rumah kota mati
musim rontok
Warna musim mengalun dalam angin jatuh
berbisik: Anak dulu sudah jadi gadis.
Angin, menyapu daun serta meluluh
bayang ingin jalan,
Lincah menggigil dalam tangis.

Kabut iseng kotaku
Terbalut dalam duka perawan keputihan salju,
kala bangun: hanya malaikat tak kenal dosa

Malaikatku
terbalut tilam sutera malam dosa
pada hati binatang kota belantara.
Harimau piaraan di buah dada,
isengku mendendam pada genitmu,
Menatap dalam hutan malam candu
Khayal serigala ingin yang kulepas
berbiak dan meraung dalam mulut godamu
Memuntahkan benih keisengan baru
pada mulut yang mengutuk puas.

Tawa jahanam di buas bibirnya menyelinap
Malaikatku
Lalu jejak di ambang malam berderap
Tanda hari baru bangkit: telanjang subur
Dari jurang pelaminan kubur
Cahaya dari awan kelesuan mati:

di wajah paginya rambut terurai kubelai

Lalu bangun di tengah hari perutnya
Memuntahkan dan menjilat lagi benih keisenganku.

Sumber: Dalam Sajak (1955)

Analisis Puisi:

Puisi "Paris-La-Nuit" karya Sitor Situmorang adalah sebuah karya yang menggambarkan suasana malam di Paris dengan menggunakan simbolisme yang kuat dan metafora yang kompleks. Situmorang mengangkat tema-tema kebosanan, dosa, dan keisengan melalui gambaran malaikat yang ambigu dan suasana kota yang penuh dengan kegelisahan dan dekadensi.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini terdiri dari beberapa bait yang panjang dengan rima yang tidak konsisten, menciptakan suasana yang melankolis dan gelisah. Situmorang menggunakan bahasa yang indah namun penuh dengan kontras, menggambarkan keindahan dan kerusakan, kemurnian dan dosa secara bersamaan. Penggunaan metafora seperti "malaikat", "anggur nafsu", dan "harimau piaraan di buah dada" memberikan kedalaman dan kekayaan visual pada puisi ini.
  • Pembukaan puisi ini memperkenalkan sosok malaikat yang turun pada saat senja. Malaikat ini tidak membawa kedamaian, melainkan menyelimuti kebosanan yang ada. Lampu-lampu yang lusuh menggambarkan suasana kota yang suram dan penuh kelelahan.
  • Duka yang ada di hati menjadi seperti ragi yang memfermentasi anggur, mengubahnya menjadi nafsu. Darah yang bening menjadi simbol dari kehidupan yang berubah menjadi sesuatu yang penuh gairah dan bergejolak.
  • Malaikat ini juga digambarkan muncul dari asap pembiusan, menunjukkan keadaan yang kabur dan tidak jelas, mungkin di bawah pengaruh obat-obatan atau alkohol. Kota digambarkan sebagai mati dan kelabu, memberikan nuansa kesepian dan kehampaan.
  • Gambaran musim yang rontok dan perubahan dari anak-anak menjadi gadis mencerminkan perubahan dan kehilangan kepolosan. Ini bisa diartikan sebagai metafora untuk hilangnya masa muda dan datangnya kedewasaan yang penuh dengan kompleksitas dan dosa.
  • Kota ini diselimuti oleh kabut iseng, memberikan kesan yang ambigu dan penuh teka-teki. Keperawanan salju menunjukkan kemurnian yang hanya tampak di permukaan, sedangkan malaikat yang tak kenal dosa menunjukkan ketidakbersalahan yang sebenarnya tidak ada di kota ini.
  • Malaikat yang digambarkan di sini terbalut dalam malam dosa, menunjukkan bahwa bahkan makhluk yang seharusnya murni tidak bisa lepas dari dosa kota. Hati binatang kota belantara menggambarkan sisi liar dan tidak terkendali dari kehidupan urban.
  • Harimau piaraan di buah dada bisa diartikan sebagai gairah dan keinginan yang liar namun terkontrol. Ada dendam dan keisengan yang bermain antara penyair dan objek yang diinginkannya.
  • Tawa jahanam dan bibir buas menunjukkan kenikmatan yang berdosa. Malaikat yang seharusnya murni kini menyelinap dalam tawa jahat, dan jejaknya di malam menunjukkan tindakan yang mungkin berdosa atau penuh hasrat.
  • Hari baru bangkit dari kegelapan malam yang penuh dosa, menggambarkan siklus kehidupan yang berulang-ulang. Pelaminan kubur mengindikasikan bahwa ada kehidupan bahkan dalam kematian, atau bahwa ada kematian dalam kehidupan yang penuh dosa.
  • Cahaya dari awan kelesuan menunjukkan adanya harapan yang samar. Rambut terurai di pagi hari menunjukkan keintiman dan kelembutan setelah malam yang penuh gejolak.
  • Pada tengah hari, perut malaikat ini memuntahkan dan menjilat lagi benih keisengan, menunjukkan siklus yang berulang dan tidak ada perubahan. Keisengan dan dosa tetap ada dan terus berlanjut.

Tema dan Pesan

Tema utama dalam puisi ini adalah kebosanan, dosa, dan siklus kehidupan di kota yang penuh dengan kegelisahan dan ketidakpastian. Malaikat yang seharusnya simbol kesucian, digambarkan terjerat dalam dunia dosa, menunjukkan bahwa tidak ada yang benar-benar murni dalam kehidupan urban. Pesan yang disampaikan adalah bahwa kota dan kehidupan di dalamnya penuh dengan kontradiksi, di mana kesucian dan dosa, kebosanan dan gairah, berjalan beriringan.

Puisi "Paris-La-Nuit" karya Sitor Situmorang adalah refleksi mendalam tentang kehidupan urban yang penuh dengan kontradiksi dan ketidakpastian. Melalui penggunaan metafora yang kompleks dan gambaran visual yang kuat, Situmorang mengajak pembaca untuk merenungkan tentang kebosanan, dosa, dan siklus kehidupan yang berulang. Puisi ini menggambarkan Paris sebagai kota yang penuh dengan kehidupan malam yang gelisah dan penuh dosa, namun juga menyimpan harapan dan keinginan yang tidak pernah padam.

Puisi: Paris-La-Nuit
Puisi: Paris-La-Nuit
Karya: Sitor Situmorang

Biodata Sitor Situmorang:
  • Sitor Situmorang lahir pada tanggal 2 Oktober 1923 di Harianboho, Tapanuli Utara, Sumatra Utara.
  • Sitor Situmorang meninggal dunia pada tanggal 21 Desember 2014 di Apeldoorn, Belanda.
  • Sitor Situmorang adalah salah satu Sastrawan Angkatan 45; yang juga menggeluti profesi sebagai wartawan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.