Puisi: Hantu Bernyanyi (Karya M. Aan Mansyur)

Puisi "Hantu Bernyanyi" karya M. Aan Mansyur menggambarkan perasaan kesepian, kenangan yang menghantui, dan pergumulan batin seorang individu.
Hantu Bernyanyi

Ia menekan-nekan tuts keyboard
mengetik kata piano lagi dan lagi,
juga titik dan koma, sambil dalam
hati menyanyikan lagu ciptaannya,
yang di ingatannya tinggal
beberapa larik:

1. Berdering-dering Halo yang
aku kirim sejak bertahun-tahun
lalu belum kau jawab hingga
sekarang. Aku tahu kau dengar.

2. Kepalaku kampung, dipenuhi
anak kecil yang berlarian
mengejar bayang-bayang
mereka sendiri. Aku melihat
diriku.

Di layar komputer, ia lihat piano-
piano seolah-olah dikerubungi
sekawanan semut. Jika ia pemabuk,
pikirnya, tanda-tanda baca itu
menyerupai kunang-kunang.

Tak ada hujan. Jika hujan datang
malam itu ia akan menjadi
penyebab.

*

Meski tidak mabuk, ia masuk
kamar mandi. Ia siram kepalanya.
Ia kosongkan bak. Ia tetap tidak
Mampu menghafal lagu ciptaannya
sendiri.

Sisa-sisa air yang tertinggal
ditelinganya seperti bisikan
kekasihnya yang pergi bertahun-
tahun sebelumnya.

Setelah melepaskan handuk, ia
tiba-tiba tidak bisa membedakan
antara kantuk dan angin. Ia
berjalan ke tempat tidur tanpa
mengenakan apapun kecuali
rambut yang tergerai basah dan
bekas luka.

Ia pejamkan semua mata lampu
dan matanya. Ia lihat di halaman
bunga satu demi satu mekar
bersama masa lampau.

Tak ada hujan. Jika hujan datang
malam itu ia akan menjadi
penyebab.

*

Ia tidur seperti tanda kutip dan
semua yang ia lihat dalam mimpi
adalah pahlawan. Baginya, yang
layak jadi pahlawan hanya bunga-
bunga dan anak-anak. Tetapi, bukan
itu maksudnya, katanya ketika
ia terjaga oleh suara sirine yang
semakin mendekat.

Ia bertanya-tanya, apakah harus
terjaga hingga pagi agar mampu
kehilangan mimpi. Ia tak mau
dikejar-kejar mimpi masa kecilnya.
Masa kecil amat rakus, mengubah
manusia menjadi undur-undur.

Tak ada hujan. Jika hujan datang
malam itu ia akan menjadi
penyebab.

*

Ia lapar. Sangat lapar. Ia seolah
punya kekuatan yang mampu
memakan malam dan seluruh
isinya. Ia lihat, di jendela, bulan
sudah habis ditelan pelan-pelan
oleh bayangan bumi. Ia merasa
lebih kuat dari sekedar bayangan
bumi.

Di tengah laparnya yang belum
melahap apapun, ia lihat mobil
jenazah berhenti dan menunggu
di depan rumah tetangga. Ia
ketakutan dan beberapa bagian
lagunya yang hilang tiba-tiba pulang
menemaninya.

1. Jika aku menyukainya, ia
bernama kesepian. Jika aku
Membencinya, ia bernama
kesepian.

2. Aku akan pergi, aku akan
segera pergi. Begitu juga
denganmu. Begitu juga mereka.

Ia bernyanyi dan bernyanyi sendiri
hingga ia raib ditelan suaranya
sendiri.

Tak ada hujan. Jika hujan datang
malam itu ia akan menjadi
penyebab.

*

Malam-malam berikutnya, penyanyi
itu menghantui rumahnya sendiri.

Sumber: Melihat Api Bekerja (2015)

Analisis Puisi:

Puisi "Hantu Bernyanyi" karya M. Aan Mansyur merupakan karya yang kaya akan nuansa melankolis dan introspektif. Puisi ini menggambarkan perasaan kesepian, kenangan yang menghantui, dan pergumulan batin seorang individu. Dengan penggunaan simbolisme, metafora, dan alur naratif yang mendalam, Aan Mansyur menciptakan suasana yang mengajak pembaca untuk merasakan dan merenungkan makna di balik setiap kata.

Struktur dan Gaya Bahasa

Puisi ini terdiri dari beberapa bagian yang dipisahkan oleh tanda bintang (*), menciptakan sekuens naratif yang mengalir dari satu momen ke momen lainnya. Gaya bahasa yang digunakan Aan Mansyur penuh dengan simbolisme dan metafora, yang memperkuat nuansa kesepian dan introspeksi.

Tema Utama

  1. Kesepian dan Kehilangan: Puisi ini menonjolkan tema kesepian melalui berbagai gambaran dan metafora. Individu yang digambarkan dalam puisi ini mengalami kesepian yang mendalam, baik dalam tindakan sehari-hari maupun dalam kenangan dan mimpinya.
  2. Kenangan dan Masa Lalu: Kenangan masa lalu yang terus menghantui merupakan salah satu tema sentral dalam puisi ini. Individu dalam puisi ini bergulat dengan kenangan yang berulang-ulang muncul dalam pikirannya, yang digambarkan sebagai "berdering-dering Halo" dan "anak kecil yang berlarian mengejar bayang-bayang mereka sendiri."
  3. Perjuangan Batin dan Identitas: Puisi ini juga menggambarkan perjuangan batin individu dalam mencari dan memahami identitasnya sendiri. Hal ini terlihat dari usaha individu untuk menghafal lagu ciptaannya sendiri namun gagal, serta upaya untuk menemukan kedamaian dalam kesendirian.

Simbolisme dan Metafora

  1. Piano dan Keyboard: Tuts keyboard dan piano dalam puisi ini mungkin melambangkan upaya untuk menciptakan sesuatu yang bermakna, tetapi juga menunjukkan ketidakmampuan untuk sepenuhnya mengendalikan atau memahami hasil dari upaya tersebut.
  2. Tanda Baca dan Kunang-Kunang: Tanda baca yang diibaratkan sebagai kunang-kunang menambah lapisan simbolis dalam puisi ini. Kunang-kunang sering kali melambangkan harapan atau memori yang menerangi kegelapan, namun di sini, tanda baca tersebut tampak seperti hal kecil yang mengganggu atau tidak dapat dipahami sepenuhnya.
  3. Hujan: Refrain "Tak ada hujan. Jika hujan datang malam itu ia akan menjadi penyebab." berulang kali muncul dalam puisi ini. Hujan sering kali melambangkan pembersihan atau pembaruan, tetapi dalam konteks puisi ini, ketidakhadiran hujan mungkin melambangkan stagnasi atau penundaan dalam penyembuhan emosional.
  4. Kamar Mandi dan Air: Kamar mandi dan tindakan menyiram kepala dengan air mencerminkan upaya untuk membersihkan diri dari kenangan atau perasaan yang membebani. Namun, tindakan ini tidak cukup untuk menghapuskan perasaan dan kenangan yang terus menghantui.
  5. Mimpi dan Masa Kecil: Mimpi dalam puisi ini penuh dengan kenangan masa kecil, yang digambarkan sebagai "anak-anak" yang rakus dan mengubah manusia menjadi "undur-undur". Ini bisa diartikan sebagai cara di mana kenangan masa kecil terus menarik dan mempengaruhi individu dalam hidupnya.
  6. Kelaparan: Kelaparan yang digambarkan dalam puisi ini mungkin merupakan metafora untuk kebutuhan emosional atau spiritual yang tidak terpenuhi. Ketika ia melihat mobil jenazah, rasa takut dan kenangan kembali datang, menunjukkan hubungan antara kematian, kehilangan, dan kebutuhan emosional yang mendalam.
Puisi "Hantu Bernyanyi" adalah karya yang mendalam dan reflektif, menggambarkan kesepian, kenangan, dan pergulatan batin dengan cara yang penuh simbolisme dan metafora. M. Aan Mansyur berhasil menciptakan suasana yang intens dan penuh perasaan, mengajak pembaca untuk merenungkan makna di balik setiap kata dan frase yang dipilih dengan cermat. Puisi ini bukan hanya tentang seorang individu yang bergulat dengan kesepian dan kenangan, tetapi juga tentang perjuangan universal manusia dalam mencari makna dan kedamaian dalam hidupnya.

M. Aan Mansyur
Puisi: Hantu Bernyanyi
Karya: M. Aan Mansyur

Biodata M. Aan Mansyur:
  • M. Aan Mansyur lahir pada tanggal 14 Januari 1982 di Bone, Sulawesi Selatan.
© Sepenuhnya. All rights reserved.